Meramu  Ksah Awal Dalam Menulis
@Opini
Buku, semua orang pasti ingin memiliki buku. Khususnya karya sendiri.
Bagaimana caranya?
Simak ulasan singkat di bawah ini!
Dulu awal aku mengajar, aku melihat tumpukan buku yang belum tersesun rapi. Buku-buku disimpan di lemari. Mungkin selesai membaca, Â buku asal diletakkan dan tidak dikembalikan di tempat semula. Kebetulan aku belum pernah membaca di perpustakaan.
Kuperhatikan satu-persatu buku yang belum tertata. Ternyata itu buku cerita anak, Fabel dan ada juga buku pelajaran umum dan lainnya.
Ternyata ruang itu perpustakaan sekolah. Kurapikan kembali buku yang berserakan. Kini sudah tertata rapi walau belum sesuai dengan judul dan abjad.
Aku yang haus membaca sejak SD, karena susah untuk mendapatkannya kini buku-buku itu ada di hadapanku.
Senyum sumringngah terbentuk di wajahku.
Banyak cerita rakyat dan kisah hidup sehari-hari.
Terbersit di pikiranku, bagaimana cara membuat buku?
Buku-buku yang ada di lemari perpustakaan saya lahap setiap hari. Hehehee emang makanan!
Beberapa sekolah yang kujalani karena mutasi atas permintaan sendiri, yang pertama kulihat adalah perpustakaannya. Saat itu belum ada gedung perpustakaan di sekolah yang aku tempati. Buku hanya disusun di satu lemari.
Niat membaca terus berlanjut.
Hingga suatu hari ada kepala sekolah menganjurkan guru-guru untuk menulis. Boleh menulis apa saja. Namun, tidak satu pun guru-guru yang menanggapinya.
Beliau bisa berkata, karena sudah berpenglaman menulis. Saat itu beliau menulis buku di Grasindo.
Pernah beliau mengadakan Worshop untuk kami guru-guru yang dipimpinnya,  menulis drama pembelajaran. Terserah guru yang memilih,  pelajaran  Bahasa Indonesia, PKN, IPS dan lainnya.
Beliau memberi contoh cara meulis drama tersebut. Alih-alih tidak ada yang berminat. Masih bingung cara memulainya. Saat itu aku tertarik untuk menulis drama sesuai arahan beliau. Ada beberapa drama singkat yang saya tulis. Tentang Hidup Rukun (PKN), Bang Maman dari Kali Sari (PLBJ) dan Kejujuran ( PKN). Drama yang kutulis kubagikan kepada anak-anak dalam bermain peran. Ternyata anak-anak sangat senang.
Sayang sekali waktu itu beliau jatuh sakit dan meninggal. Tulisan berhenti sampai di situ.
Ilmu yang beliau berikan sangat bermanfaat.
Sebelum beliau wafat pernah menganjurkan saya untuk menulis lagu.
"Bu, Ibukan bisa baca not, ibu bisa menulis lagu pembelajaran," ucap beliau.
Memang saat itu aku pernah mengajarkan lagu di kelas tentang hidup rukun. Juga menulis lagu Mars SD tempatku mengajar. Beliau antusias bangat dengan lagu Mars itu. Sehingga setiap pembiasaan pagi sebelum masuk kelas, Â lagu Mars itu dinyanyikan.
Ada beberapa lagu yang sudah kutulis. Inspirasi itu mengalir begitu saja.
"Aku pun heran."
Semua itu hanya kenangan. Lagu yang lengkap dengan notnya belum mengerti cara mengetiknya.
Jadi masih tulisan tangan dan tersimpan di almari buku.
Waktu berjalan terus, niat membuat buku masih terngiang di pikiran.
Saat Covid 19 melanda negeri bahkan dunia, aktifitas sekolah dilakukan di rumah melalui online. Dan aplikasi FB pun terpasang di HP.
Suatu kali saat membuka FB ada grup menulis, aku pun membukanya dan mempelajarinya.
"Wah, mahal juga uang daftarnya," aku bermonolog di hati.
Tetapi tidak masalah, aku pun mendaftar. Tetapi hanya satu bulan. Tetapi aku masih plong tidak tahu dari mana mulai menulisnya.
Di kecamatan tempat aku mengajar kebetulan ada grup paduan suara. Nomorku terdaftar di sana. Salah satu anggota di grup itu setiap hari mengirim tulisan.Â
Tulisan tentang cerita anak dan  (Fabel).
Aku tertarik akan tulisan itu.
"Wah, sepertinya ini nih, yang aku cari selama ini." Bagai mana ya caranya?"
Tidak menunggu lama, aku mencari nomornya di grup padus itu.
Kutelpon Bu Guru yang bernama Syarifah Isnaeni.
Telpon berdering, lalu diangkat.
" Halo, Ibu, selamat pagi Bu, apa kabar? tanyaku di telpon.
 Bu Sayarifah meresponku.
Kami mulai bercakap-cakap. Aku langsung bertanya cara mendaftar di grup menulis yang diikuti dan cara menulis cerita seperti yang ditulisnya.
Aku masih belum paham dan selalu bertanya kepadanya. Akhirnya aku pun masuk dalam grup menulisnya dengan biaya pendaftaran yang sangat murah. Itu pun pertahun. Setelah masuk grup menulis, aku belum tahu cara memulainya. Aku masih berselancar dengan tulisan teman-teman yang ada di grup tersebut. Rasa kagum dan mengaprediasi tulisan mereka.
Dengan tertatih-tatih jemariku menari-nari di atas labtop serta ide yang belum muncul. Kalau menulis di kertas pasti sudah habis sekian buku.
Di grup ada pengumuman akan ada seminar menulis selama tiga hari. Mendapat bimbingan menulis selama satu bulan.
Pemimpin Redaksi salah satu tutor seminar tersebut. Judul seminar "Sagusabu" Satu Guru Satu Buku.
" Waduh, tertantang bangat nih, bagai mana caranya," gumamku di hati.
Niatku harus bisa dan kumulai menulis, aku merasa malu dengan tulisan perdanaku yang amburadul. Malu kalau dibaca orang.
Pemred bilang tidak usah memikirkan tulisan anda bagus atau tidak teruslah menulis pesannya.
Target harus menulis setiap hari tanpa jedah, bahkan setahun 365 hari. Dapat sertifikat 30 hari, 60 hari, 90 hari dan 365 hari.
Ternyata itu bisa dilakukan. Aku masuk anggota menulis dari Desember 2020 hingga sekarang ini tahun 2023.
Setiap hari menabung tulisan. Akhirnya aku bisa mempunyai buku sendiri. Suatu kebanggan tersendiri, menulis di usia menjelang senja tidak menjadi pengalang.Â
Dari menabung tulisan setiap hari, Â baru menghasilkan sepuluh buku tunggal dan beberapa buku Antoligi.
Walau tulisanku masih jauh di atas sempurna namun, harapanku mempunyai buku sudah tercapai.
Menulislah setiap hari tanpa jedah.
Motto: Belajarlah selagi ada kesempatan
Jakarta,10 Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H