Rinai dan petir merajai di Malam Yang Gelap
Penantian di Ujung Rindu-24Â
Â
Demam Lory yang sudah berkurang membuat hati Lia senang, rasa kuatir sirna sudah di benaknya. Â Bu Lia tidur bersama kedua anaknya dalam satu kamar. Bu Lia sudah tak dapat menahan rasa kantuknya. Kelopak netranya kini merapat sembari tangannya memeluk tubuh Lory.
Rinai yang turun dengan derasnya membasahi pelataran bumi serta petir yang kencang bersahut-sahutan memhuat Lia terjaga dari lelapnya. Netranya tertuju pada kedua anaknya yang ternyata masih tidur. Bu Lia mengira anaknya terbangun karena suara petir.
"Wah, rinai deras sekali, semoga hanya malam ini saja sehingga besok saat melanjutkan perjalanan pulang tidak tergnggu oleh rinai."Â
Rinai dan petir merajai di Malam gelap, Lia yang masih mengantuk akhirnya tertidur pulas dia tidak lagi mendengar petir yang bersahut-sahutan. Pagi hari suara kokok ayam jantan membangunkan Bu Lia dari mimpinya. Dikatubkannya kedua tangannya untuk melantunkan doa. Usai berdoa Lia beranjak dari pembaringannya
"Kami harus berangkat lebih pagi, semoga perjalanan lancar, sehingga sampai di Medan lebih cepat," gumam Bu Lia di benaknya sambil melangkah ke dapur.
Sampai di dapur, Lia tersentak, ternyata adik iparnya sudah mendahuluinya.
"Eh, adik ipar sudah bangun rupanya," sapanya sembari meraih gelas dari rak piring.