Di pemakaman Wulan tidak beranjak dari pusara orang tuanya, dia ingin tinggal di sana. Kirin meraih Wulan dan memeluknya erat sembari mencium keningnya.
"Yuk, kita pulang, langit terlihat gelap! Sebentar lagi akan turun hujan," ibuh Bi kirin.
"Nduk, jangan sedih ya, kamu ikut Bibi" tutur Kirin menghibur Wulan keponakannya.
Wulan memeluk Bibinya erat semabari mengurai air mata.
"Bibi, terima kasih sudah mau membawa Wulan, aku janji Bi, akan menjadi anak yang baik," ungkapnya sambil memeluk erta Bibinya.
"Bibi sudah mengangapmu sebagai anak Bibi," ungkap Kirin sembari tangannya mengusap lembut rambut Wulan yang terurai.
Tiga tahun sudah berlalu, kini Wulan sudah duduk di kelas 6, kasih sayang Bibi membuatnya terhibur dan dia selalu berdoa kepada Tuhan agar Bibinya tetap sehat dan Bahagia. Wulan selalu membantu Bibinya setelah pulang sekolah. Bi Kirin selalu melarangnya, Wulan tidak pernah dibebankan pekerjaan. Namun, Wulan tidak tega melihat Bibinya terlalu letih. Wulan mengerjakan pekerjaan yang bisa dia kerjakan.
Setelah pulang sekolah, Wulan masuk ke dalam kamarnya, dan rebahan di ranjangnya. Bi Kirin merasa ada yang aneh pada keponkannya.
"Ada apa ya dengan Wulan? Tidak biasanya dia begitu, kenapa lama sekali dia di kamar," Bi Kirin bermonolog. Dia pun melaangkah menuju kamar Wulan lalu, mengetuk pintunya.
Wulan, kenapa kamu Nak? Sedari tadi Bibi lihat kamu di kamar terus?" tanya Bi Kirin. Dihampirinyaa keponakannya, lalu menjamah kening Wulan. Tersentak Bibi Kirin saat menjamah tubuh Wulan ternyata dia demam.
"Kamu demam Nak, kita ke dokter ya," ajak Kirin tanpa berlama-lama.