Mohon tunggu...
Seir HaidahHasibuan
Seir HaidahHasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Terakhir

11 Juni 2023   13:09 Diperbarui: 11 Juni 2023   13:12 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seir Haidah Hasibuan

Malam Terakhir

Mentari di ufuk Timur menyinariku saat melangkah menuju tempatku bekerja. Aku harus mengayunkan langkahku untuk sampai ke halte bis. Kantorku lumayan jauh dari rumahku. Bayu bertiup lembut membelai rambutku yang terurai hingga tanganku kerepotan untuk merapikannya. Jalanan mulai sepi anak-anak sekolah sudah lebih dulu berangkat.

Pegawai kantoran berangkat lebih siang karena, masuk pukul 08. 00 WIB. Dari kejauhan mobil angkot sudah menungguku. Aku melangkah naik ke dalam angkot. Ternyata penumpang sudah banyak, masih ada dua lagi bangku kososng. Aku duduk di sela-sela penumpang.

"Ayo jalan, penumpang sudah penuh," teriak kenek.

Angkot melaju meninggalkan halte. Netraku mengedar ke arah penumpang kalau-kalau ada yang kukenal. Di pojok bangku ada seorang lelaki yang menunduk, ia asyik dengan buku di tangannya. Entah, buku apa itu aku tidak megerti.

"Pinggir, Pak sopir," ucapku sembari bangun dari tempat dudukku. Aku melangkah sambil kusodorkan tanganku memberi ongkos.

Aku turun dengan hati-hati. Ternayata lelaki yang duduk di pojok ikut turun. Aku belum pernah melihatnya. Rambutnya sedikit ikal, tubuhnya tinggi langsing dan lumayan tampan. Aku meliriknya sedikit. Tetiba dia menyapa.

"Hai, Lin, kita jalan bareng ya," tegurnya membuat aku tersentak.

Aku menoleh penasaran, kuperhatikan dengan sekasama namun, aku tidak mengenalnya.

"Kamu lupa ya, sama aku, kakak kelas sewaktu kita sekolah di SMA Suka Maju," ungkapnya. Rupanya dia tahu pikiranku yang masih bingung.

Sabil melangkah, kucoba mengingat-ingat, ternyata benar dia kakak kelasku. Sejak saat itu, kami selalu lajan bersama. Sepertinya dia suka denganku namun, aku belum berani menerimanya. Lima bulan sudah kebersamaan kami. Sabtu malam dia datang ke rumahku.

"Lin, aku mau pamit, tunggu kedatanganku ya, kita akan membina rumah tangga," tetiba dia berucap sembari menggemgam kedua tanganku.

Netraku mulai berkaca-kaca, buliran bening berjatuhan membasahi pipiku.

Baik, Mas, jangan lupa denganku," balasku sambil mengusap pipiku yang basah.

Seiring berjalannya waktu, kabar berita tidak kunjung datang. Setelah kutahu khabar terakhir ternyata dia telah tiada.
Jakarta, 11 Juni 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun