Seir Haidah Hasibuan
Malam Terakhir
Mentari di ufuk Timur menyinariku saat melangkah menuju tempatku bekerja. Aku harus mengayunkan langkahku untuk sampai ke halte bis. Kantorku lumayan jauh dari rumahku. Bayu bertiup lembut membelai rambutku yang terurai hingga tanganku kerepotan untuk merapikannya. Jalanan mulai sepi anak-anak sekolah sudah lebih dulu berangkat.
Pegawai kantoran berangkat lebih siang karena, masuk pukul 08. 00 WIB. Dari kejauhan mobil angkot sudah menungguku. Aku melangkah naik ke dalam angkot. Ternyata penumpang sudah banyak, masih ada dua lagi bangku kososng. Aku duduk di sela-sela penumpang.
"Ayo jalan, penumpang sudah penuh," teriak kenek.
Angkot melaju meninggalkan halte. Netraku mengedar ke arah penumpang kalau-kalau ada yang kukenal. Di pojok bangku ada seorang lelaki yang menunduk, ia asyik dengan buku di tangannya. Entah, buku apa itu aku tidak megerti.
"Pinggir, Pak sopir," ucapku sembari bangun dari tempat dudukku. Aku melangkah sambil kusodorkan tanganku memberi ongkos.
Aku turun dengan hati-hati. Ternayata lelaki yang duduk di pojok ikut turun. Aku belum pernah melihatnya. Rambutnya sedikit ikal, tubuhnya tinggi langsing dan lumayan tampan. Aku meliriknya sedikit. Tetiba dia menyapa.
"Hai, Lin, kita jalan bareng ya," tegurnya membuat aku tersentak.
Aku menoleh penasaran, kuperhatikan dengan sekasama namun, aku tidak mengenalnya.
"Kamu lupa ya, sama aku, kakak kelas sewaktu kita sekolah di SMA Suka Maju," ungkapnya. Rupanya dia tahu pikiranku yang masih bingung.