kamis, 9 Maret 2023 merupakan pengalaman bagi dosen dan mahasiswa program studi akuntansi perpajakan fakultas ekonomi dan bisnis universitas pamulang, pasalnya pada hari tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di PT. Daya Karya Hutama yang sudah dicanangkan jauh-jauh hari.
Tim PKM Dosen yang terdiri dari 2 orang dosen yaitu, Achmad Sehan, S.Kom., M.Kom & Lukmanul Hakim, S.E., M.Ak  memberikan sosialisasi tentang Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sesuai UU HPP. Penyuluhan bertujuan untuk  menyediakan gambaran secara umum mengenai penerapan penghitungan, pencatatan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT. Daya Karya Hutama sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku pada saat ini. Selain itu, PKM ini juga  mencoba mencegah terjadinya kesalahan prosedur penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di PT. Daya Karya Hutama, seperti : terdapat faktur pajak standar yang cacat baik Pajak Masukan atau Pajak Keluaran yang tidak diperbaiki dan tidak meminta perbaikan, dan dalam melaksanakan pelaporan dan pembayaran agar selalu tepat waktu untuk menghindari adanya sanksi perpajakan pada PT. Daya Karya Hutama.
PT Daya Karya Hutama beralamat di Sentra Niaga G No.3 Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat, DKI Jakarta. PT Daya Karya Hutama didirikan pada tahun 2006 dan memulai kegiatan usahanya dibidang perdagangan Komputer, Laptop beserta perlengkapannya dan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebagai perusahaan yang kena pajak, transaksi pembelian yang dilakukan PT Daya Karya Hutama berasal dari perusahaan-perusahaan yang juga termasuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) sehingga PPN masukan yang timbul atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dapat dikreditkan pada akhir masa pajak.
Tim PKM Dosen menjelaskan beberapa hal. Â Berkenaan dengan Pajak yang merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara Indonesia, selain sumber minyak bumi dan gas alam yang sangat penting peranannya bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Di Indonesia, dikenal berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai (BM), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan (BPHTB). Pada tingkat pemerintah daerah, dikenal juga beberapa macam pajak seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Restoran, dan lain- lain.
Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, S.H pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Resmi, 2009:1). Dari definisi tersebut, disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
- Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
- Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
- Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
- Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment (Resmi, 2009:2).
Pajak mempunyai fungsi lain yang tidak hanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (Resmi, 2009:3), antara lain:
- Fungsi sebagai sumber keuangan negara (budgetair)
   Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
- Fungsi sebagai mengatur (regaluted)
   Pajak sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan- tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
Konsep perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assestment system dimana sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada Wajib Pajak (WP) dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan adanya sistem ini, Wajib Pajak dapat mewujudkan keuntungan dalam usahanya namun tidak terlepas dari kewajiban membayar pajak. Dari beberapa jenis pajak yang dikenakan kepada warga negara, salah satu diantaranya yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai barang atau jasa yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, baik pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP), mengimpor BKP, melakukan usaha perdagangan atau pengusaha yang melakukan usaha di bidang Jasa Kena Pajak (JKP). Pada PPN, tidak ada sistem pemungutan berganda karena adanya mekanisme kredit pajak dan tarif pajak yang sama yaitu 11%. Berdasarkan Undang-Undang No 42 Tahun 2009, dalam PPN ada 2 mekanisme pengkreditan yaitu pajak masukan (PM) yang dibayar oleh pembeli dan pajak keluaran (PK) yang dibayar oleh penjual. Apabila besar pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan berarti terdapat kekurangan penyetoran, sedangkan apabila pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan berarti terdapat kelebihan penyetoran.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menduduki tempat yang sangat penting dan hasilnya akan lebih besar daripada Pajak Penghasilan (PPh), karena setiap warga masyarakat akan membeli barang kebutuhan hidup sehari-hari yang hampir kesemuanya merupakan hasil produksi yang kena PPN dan PPnBM. Selain itu perlu diketahui bahwa PPN hanya dibayar atau disetor ke kas negara oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan terhadap barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP). Objek PPN itu sendiri terdiri dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga PPN menduduki tempat yang sangat penting karena mempunyai peranan besar dalam APBN.
Kesalahan dalam menetapkan pajak terutang PPN yang dibayar kepada negara akan mempersulit petugas pajak dalam melakukan pemeriksaan dan dapat menimbulkan kerugian bagi negara serta berpengaruh bagi pemilik badan usaha, dalam hal ini pemegang saham. Sebuah badan usaha yang menggunakan mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan, maka mereka harus bisa memisahkan mana pajak keluarannya dan mana yang menjadi pajak masukannya berdasarkan aktivitas pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan kapan seharusnya mereka sudah mengkreditkannya. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa pajak dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama pula, sehingga dapat meminimalkan timbulnya pajak pertambahan nilai yang terutang.
Beragam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan oleh negara melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang terus berlangsung dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam membiayai berbagai keperluannya pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana pembangunan tersebut salah satunya diperoleh dari penerimaan sektor pajak.
Pajak merupakan sektor yang sangat penting bagi sumber penerimaan Negara, dalam pos penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sumbangan pajak memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan sumber penerimaan lain (non pajak).
Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 April 1985 yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1994 dan Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM. Kemudian berubah lagi dengan disahkannya Undang-Undang Baru yaitu UU PPN No. 42 tahun 2009 dan mulai berlaku tanggal 1 April 2010. Dasar pemikiran pengenaan pajak ini pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 tahun 2009 mengemukakan bahwa Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
- Penyerahan barang kena pajak di Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh perusahaan.
- Impor barang kena pajak.
- Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
- Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Derah Pabean.
- Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Setiap pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang akan dihasilkan/dijual, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 11% dari harga beli barang, sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 11% dari harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang merupakan pajak keluaran untuk masa pajak yang bersangkutan.
Â
Selama PKM berlangsung, kami dari tim PKM sempat banyak berbincang dan berdiskusi dengan pihak PT.  Daya Karya Hutama khususnya bagian Finance, yang mana Chief Accounting mereka pun turut hadir yaitu Ibu. Lily Ong beserta Direktur Utama mereka yaitu Pak. Thomas, kami banyak berdiskusi tentang perpajakan  pph 21, pph badan, pph 23, ppn serta tentang laporan keuangan.  Terakhir, Tim PKM Dosen berkesimpulan bahwa PT. Daya Karya Hutama telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan taat sampai dengan saat ini.
Achmad Sehan, S.Kom., M.Kom
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNPAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H