Kesalahan dalam menetapkan pajak terutang PPN yang dibayar kepada negara akan mempersulit petugas pajak dalam melakukan pemeriksaan dan dapat menimbulkan kerugian bagi negara serta berpengaruh bagi pemilik badan usaha, dalam hal ini pemegang saham. Sebuah badan usaha yang menggunakan mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan, maka mereka harus bisa memisahkan mana pajak keluarannya dan mana yang menjadi pajak masukannya berdasarkan aktivitas pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan kapan seharusnya mereka sudah mengkreditkannya. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa pajak dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama pula, sehingga dapat meminimalkan timbulnya pajak pertambahan nilai yang terutang.
Beragam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan oleh negara melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang terus berlangsung dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam membiayai berbagai keperluannya pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana pembangunan tersebut salah satunya diperoleh dari penerimaan sektor pajak.
Pajak merupakan sektor yang sangat penting bagi sumber penerimaan Negara, dalam pos penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sumbangan pajak memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan sumber penerimaan lain (non pajak).
Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 April 1985 yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1994 dan Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM. Kemudian berubah lagi dengan disahkannya Undang-Undang Baru yaitu UU PPN No. 42 tahun 2009 dan mulai berlaku tanggal 1 April 2010. Dasar pemikiran pengenaan pajak ini pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 tahun 2009 mengemukakan bahwa Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
- Penyerahan barang kena pajak di Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh perusahaan.
- Impor barang kena pajak.
- Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
- Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Derah Pabean.
- Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Setiap pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang akan dihasilkan/dijual, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 11% dari harga beli barang, sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 11% dari harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang merupakan pajak keluaran untuk masa pajak yang bersangkutan.
Â
Selama PKM berlangsung, kami dari tim PKM sempat banyak berbincang dan berdiskusi dengan pihak PT.  Daya Karya Hutama khususnya bagian Finance, yang mana Chief Accounting mereka pun turut hadir yaitu Ibu. Lily Ong beserta Direktur Utama mereka yaitu Pak. Thomas, kami banyak berdiskusi tentang perpajakan  pph 21, pph badan, pph 23, ppn serta tentang laporan keuangan.  Terakhir, Tim PKM Dosen berkesimpulan bahwa PT. Daya Karya Hutama telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan taat sampai dengan saat ini.
Achmad Sehan, S.Kom., M.Kom
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNPAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H