Pada 15 Agustus 1945 setelah pukul lima sore, Sjahrir segera menginstruksikan para pemuda untuk segera mempercepat persiapan demonstrasi. Namun, Sjahrir melihat gelagat Soekarno tidak sepenuh hati menyiapkan proklamasi. Hal tersebut membuat kecewa para pemuda yang setuju dengan gagasan Sjahrir.
Saat itu, ribuan pemuda telah berkumpul di pinggir kota. Mereka sudah bersiap untuk segera memasuki Jakarta setelah proklamasi. Namun ternyata, pukul enam kurang beberapa menit, Soekarno mengabarkan belum akan mengumumkan proklamasi. Soekarno menundanya sehari lagi. Kabar tersebut membuat para pemuda pengikut Sjahrir marah. Para pemuda mendesak proklamasi diumumkan tanpa Soekarno dan Hatta. Namun, Sjahrir tidak setuju karena khawatir akan terjadi konflik di antara bangsa sendiri.
Pada Pukul 02.00 tanggal 16 Agustus 1945, Soebadio salah satu pengikut setianya Sjahrir, datang ke Sjahrir dan mengusulkan penculikan Soekarno dan Hatta. Akan tetapi, Sjahrir tidak setuju dengan usul tersebut. Menurut Sjahrir, ia dapat menjamin bahwa esoknya bisa memaksa Soekarno untuk membacakan proklamasi. Kemudian Soebadio pergi, namun satu jam kemudia ia datang lagi dan mengabarkan bahwa sekelompok pemuda nekat menculik Soekarno dan Hatta. Sjahrir meminta jangan sampai ada pertikaian. Karena yang paling penting adalah proklamasi harus diumumkan secepatnya.
Soekarno dan Hatta pun diculik oleh sekelompok pemuda pada pukul 04.30 WIB tanggal 16 Agustus 1945 dan dibawa ke Rengasdengklok. Penculikan dilakukan oleh pengikut Sjahrir agar dapat memaksa Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan secepatnya.
Setelah Soekarno dan Hatta kalah, para penculik itu mengizinkan mereka dibawa kembali ke Jakarta pada malam tanggal 16 Agustus. Setelah diadakan perundingan yang halus dan benar-benar informal dengan pihak berwajib Jepang, Sukarno dan Hatta mengadakan pertemuan dengan anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan sejumlah pemimpin pemuda di rumah Laksamana Maeda dan menyiapkan naskah proklamasi kemerdekaan yang akan diumumkan esok paginya.Â
Sjahrir tidak ikut hadir di rumah Laksamana Maeda pada malam hari tanggal 16 Agustus ketika rumusan proklamasi dirancang, demikian juga ia tidak hadir di rumah Sukarno pada pagi hari tanggal 17 Agustus waktu proklamasi itu dibacakan.
Alasan ia tidak ikut dalam perumusan dan pembacaan proklamasi adalah karena ia menyatakan tekadnya agar republik yang merdeka bebas dari kesan sebagai ciptaan Jepang. Tetapi, kepeduliannya tidak hanya beranggapan bahwa nasionalisme hanya berarti perjuangan untuk membebaskan diri dari kekuasaan asing. Baginya, kemerdekaan berkaitan dengan wawasan-wawasan tentang kebebasan individu dan perubahan sosial yang dapat menjadikan kemerdekaan itu sebagai suatu kemerdekaan yang sejati. Cita-cita ini mempengaruhi pandangannya mengenai cara pencapaian kemerdekaan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H