Mohon tunggu...
Pretty Sefrinta Anggraeni
Pretty Sefrinta Anggraeni Mohon Tunggu... Guru - Bachelor of Psychology | Guidance Counselor

Never stop learning. Never stop thinking | Ig: sefrintapretty

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Masyarakat Begitu Menyukai Hal-hal yang Berbau Dramatis?

16 Oktober 2018   23:10 Diperbarui: 18 Oktober 2018   09:36 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingatkan kalian dengan acara reality show di salah satu televisi swasta seperti Termehek-mehek, Katakan Putus, atau Rumah Uya Kuya. Juga pada ajang pencarian bakat seperti AFI, Dangdut Academi Indonesia, dan sebagainya yang selalu menyelipkan drama kehidupan para kontestannya. 

Sensasi konflik Lucinta Luna dengan Melly Bradley. Sensasi Young Lex yang mengaku telah dipukuli oleh para fans K-Pop. Atau berita kebohongan Ratna Sarumpaet kepada publik bahwa dirinya telah dipukuli oleh beberapa orang di bandara. 

Kejadian-kejadian tersebut menjadi viral dan diminati oleh banyak orang, sehingga kita tidak bisa memungkiri bahwa masayarakat Indonesia umumnya menyukai sesuatu yang dramatis.

Dramatis dari sudut pandang psikologi disebut psychological drama, yaitu bentuk ekspresi emosi, pikiran dan perilaku, yang terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan situasi yang sesungguhnya. Orang yang menyukai konflik dan drama adalah pribadi yang memiliki karakteristik kepribadian dramatis.

Apa ciri-ciri seseorang yang memiliki kepribadian dramatis?

Menurut Psikolog Mellissa Grace, M.Psi., Psikolog, beberapa ciri yang mudah dikenali pada orang dengan kepribadian dramatis anatara lain:

Mengatakan sesuatu hanya dengan tujuan untuk membuat kericuhan atau perselisihan dengan seseorang. Sangat menyukai gosip atau sensasi, dan cenderung lebih daripada orang-orang pada umumnya. (Wah sepertinya ini ciri-ciri follower IG l*mbe turah hehehe....)

Berbicara tanpa berpikir matang terlebih dahulu. Ekspresi emosi yang berlebihan atau terlalu menjadi-jadi. Misalnya merasa bahwa sesorang adalah "soulmate"-nya meski baru hanya berkenalan seminggu. Seringkali ucapan ataupun perilakunya membuatnya terlibat dalam masalah yang tidak seharusnya atau tidak pada porsinya.

Seringkali merasa bahwa seluruh dunia membencinya dan ingin menjatuhkannya dengan berbagai cara. Sikap dramatis atau berlebihan terjadi pada hampir di seluruh aspek hidupnya dan terjadi secara terus menerus.

Mengapa beberapa kalangan orang menyukai konflik dan drama?

Faktor Pola Asuh Keluarga

Mellisa menjelaskan lebih lanjut bahwa anak-anak yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang disfungsi (dysfunctional family) terbiasa untuk menyikapi segala sesuatunya secara "dramatis" akan terbiasa untuk menampilkan sikap yang sama.

Memicu Adrenalin

Konflik dan drama seringkali membuat beberapa orang merasa terpicu adrenalin-nya untuk menghadapi ketegangan-ketegangan yang muncul akibat konflik dan drama. Ibarat seperti naik roller coaster ada perasaan takut, tegang dan menyenangkan bagi sebagian orang. Tidak jarang juga perasaan lega (release) setelah naik roller coaster memunculkan rasa ingin lagi (ketagihan/addict) untuk mengulangi perasaan yang serupa dan keberhasilan untuk melaluinya.

Keuntungan Pribadi

Menjadi pusat perhatian. Bagi beberapa orang yang menyukai drama, segala bentuk perhatian (positif atau negatif) merupakan hadiah (reward) untuk ego mereka. Dalam psikologi, segala bentuk perilaku yang memperoleh hadiah atau (reward) akan diulang dikemudian hari. 

Bagi mereka perhatian negatif seperti cercaan, hinaan dan makian menjadi lebih baik dibandingkan diabaikan sama sekali. Parahnya lagi bisa mengarah menjadi kelainan perilaku histrionik.

Mendapat rasa simpati dan iba dari lingkungan. Beberapa orang suka memainkan peran sebagai korban (playing victim) untuk memperoleh simpati dan perhatian dari lingkungan serta penolongan lainnya.

Sebagai pengalihan dari masalah hidupnya yang sebenarnya. Melakukan tindakan-tindakan dramatis membuat beberapa orang merasa bisa beristirahat atau lari sejenak dari fokus perhatiannya pada apa yang sesungguhnya menjadi masalah yang lebih penting dari hidupnya.

Sebagai katarsis emosi atau sebagai pelepasan emosi-emosi negatif. Serta, merasa dianggap lebih penting daripada ia yang sesungguhnya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang menyukai tontonan, berita, kejadian atau sensasi yang berbau drama adalah orang-orang berkepribadian dramatis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun