Mohon tunggu...
Sefri Anggraeni
Sefri Anggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa kebidanan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perawatan Kehamilan dan Persalinan oleh Dokter Obgyn Laki-Laki Perspektif Islam

5 Desember 2024   12:11 Diperbarui: 5 Desember 2024   12:21 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam rahimahullah menyatakan bahwa darurat adalah kondisi yang memungkinkan seseorang melakukan tindakan yang biasanya terlarang.(4) Dengan kata lain, perkara yang dilarang dalam syariat bisa dilakukan jika ada kebutuhan mendesak atau situasi darurat. Ini berarti, jika seseorang tidak melakukan hal yang dilarang itu, ia bisa menghadapi kematian atau bahaya serupa. Secara singkat, darurat atau kebutuhan mendesak membolehkan seseorang melakukan hal-hal yang biasanya tidak diperbolehkan dalam syariat.

Para ulama telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika seorang wanita melakukan perawatan kehamilan dan persalinan dengan dokter obgyn laki-laki. Syarat-syarat ini bertujuan untuk menjaga prinsip-prinsip syariat Islam, khususnya terkait dengan aurat, sambil tetap memastikan kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi. Beberapa syarat ketika wanita berobat dengan dokter laki-laki sebagai berikut:

  • Jika dokter wanita Muslimah tidak tersedia, maka bisa beralih ke dokter wanita non-Muslim. Jika tidak ada juga, dokter laki-laki Muslim menjadi pilihan berikutnya, dan terakhir dokter laki-laki non-Muslim. Prinsipnya adalah memprioritaskan tenaga medis yang paling sedikit menimbulkan pelanggaran terhadap aurat.
  • Mengenai izin untuk menyentuh dan memeriksa pasien, serta mendapatkan perawatan medis dari dokter lawan jenis yang muslim, diperbolehkan. Jika dalam keadaan darurat, diperbolehkan juga untuk berobat ke dokter dari golongan dzimmi. Informasi lebih lanjut mengenai hal ini dapat diambil dari penjelasan berikut ini:

"Jumhur fuqaha' berpendapat bahwasannya boleh bagi dokter ketika adanya hajat yang mendesak untuk membuka aurat pasien baik laki-laki maupun perempuan, baik yang berjenis kelamin sama dengannya atau berjenis kelamin berbeda. Para fuqaha' selanjutnya berpendapat: .....boleh bagi seorang dokter muslim jika tidak ditemukan dokter perempuan untuk mengobati pasien wanita ajnabiyah yang muslim, serta melihatnya dan menyentuhnya sekedar hajar kebutuhan yang mendesak, dengan catatan jika tidak ditemukan adanya dokter perempuan. Dan dalam kondisi ketiadaan dokter muslim, boleh periksa ke dokter dzimmy (non-muslim)"(5)

  • Selama pemeriksaan atau intervensi medis, sebaiknya didampingi oleh suami sehingga ibu hamil dan dokter laki laki tidak hanya berdua dalam ruang praktik. Selain itu, pendampingan oleh mahram juga penting seperti orangtua dan keluarga atau tenaga medis seperti perawat atau bidan, untuk menjaga privasi dan mengurangi potensi pelanggaran aurat.

Ketentuan ini berasal dari penjelasan yang terdapat dalam kitab Hsyiyah al-Bajury, yang mencakup beberapa poin berikut:

"Hukumnya boleh, melihatnya dokter ke perempuan bukan mahram pada anggota badan yang dibutuhkan untuk pengobatan, bahkan di area farji. Namun demikian itu (harus) disertai kehadiran mahram, suami, atau sayid, (dengan catatan) jika tidak dijumpai adanya perempuan yang bisa mengobatinya."(6)

  • Dokter laki-laki harus bersikap profesional dan menjaga etika medis dengan tidak memperpanjang durasi pemeriksaan atau intervensi lebih dari yang diperlukan. Setiap tindakan harus dilakukan dengan tujuan medis yang jelas dan dalam waktu sesingkat mungkin.
  • Kontak fisik antara dokter laki-laki dan pasien wanita harus dibatasi hanya pada area yang benar-benar diperlukan untuk pemeriksaan atau intervensi medis. Bagian tubuh lainnya harus tetap tertutup.
  • Perawatan oleh dokter laki-laki harus didasarkan pada kebutuhan medis yang mendesak untuk mendukung kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi. Jika tidak ada kebutuhan mendesak, sebaiknya tetap mencari tenaga medis perempuan.

Sebagai kesimpulan, perawatan kehamilan dan persalinan oleh dokter obgyn laki-laki diperbolehkan dalam Islam, khususnya dalam situasi darurat atau keterbatasan sumber daya medis. Meskipun demikian, sangat penting untuk tetap mematuhi prinsip-prinsip syariat Islam yang ketat terkait dengan aurat wanita. Hal ini mencakup upaya maksimal untuk memilih tenaga medis perempuan, didampingi oleh suami atau pendamping perempuan selama pemeriksaan, menjaga sikap profesional, serta meminimalkan kontak fisik yang tidak diperlukan. Dengan demikian, meskipun kebutuhan medis dapat menjadi prioritas utama dalam situasi tertentu, tetap harus ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menghormati dan menjaga nilai-nilai agama. Pendekatan ini memastikan bahwa kesejahteraan ibu dan bayi terpenuhi tanpa mengabaikan kepatuhan terhadap ajaran Islam.

Daftar Pustaka

1.        Asy-Syafi'i I. AL UMM. Jakarta: PUSTAKAAZZAM; 2017.

2.        RI KA. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Kementrian Agama RI; 2024.

3.        Burnu MS ibn A. al-Wajiz fi idah qawa`id al-fiqh al-kuliyyah. Mu'assasat al-Risalah; 1998.

4.        Al-Bassam SA bin A. Taudhih al-Ahkam fi Bulugh al-Maram. Jeddah: Dar al-Qiblah li ats-Tsaqafah al-Islamiyah; 1996.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun