Bila suatu waktu hadir dalam sebuah acara, baik di ruang pertemuan ataupun hotel, sebelum acara dimulai, biasanya pihak penyelenggara menginformasikan prosedur terkait dengan keselamatan dan kesehatan kepada tamu yang datang atau yang biasa disebut safety briefing. Dengan adanya informasi ini, harapannya, resiko bahaya keselamatan dan kesehatan yang kemungkinan terjadi dapat dikendalikan.
Namun, disamping aspek keselamatan dan kesehatan dalam penyelenggaraan acara, ada hal lain yang tak kalah penting untuk diinformasikan, yaitu terkait dengan pengendalian atas potensi sampah yang dihasilkan saat acara digelar.
Dalam sebuah acara, entah itu acara hajatan syukuran, atau pernikahan, kita kerap melihat sampah terbuang (food lost) yang tersisa di piring makanan para tamu, padahal makanan yang disajikan disediakan dengan konsep prasmanan, yang artinya tamu dapat memilih makanan sesuai dengan seleranya, tapi tetap saja tidak semua makanan yang diambil dapat dihabiskan.
Tentu saja kilah "lapar mata" biasanya dijadikan sebuah alasan, belum lagi masih adanya anggapan bahwa menghabiskan makanan hingga tandas adalah perilaku orang rakus. Padahal, perilaku menyisakan makanan ini pada akhirnya akan berimbas pada meningkatnya potensi sampah makanan (food waste).
Hal ini tergambar dalam studi yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit pada tahun 2016, bahwa setiap orang Indonesia menghasilkan sampah makanan hingga 300 kg per tahun, dan pada akhirnya menempatkan Indonesia sebagai Negara yang memproduksi sampah makanan nomor dua terbesar di dunia, dibawah Saudi Arabia yang produksi sampahnya mencapai 427 kg per tahun.
Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) 2016 tak kalah mengejutkan, berdasarkan data Lembaga Persatuan Bangsa Bangsa tersebut, sampah makanan di Indonesia mencapai 13 juta ton setiap tahunnya, padahal bila potensi itu bisa dikendalikan dan dikelola dengan baik, makanan tersebut dapat menghidupi lebih dari 28 juta penduduk Indonesia. Dari data tersebut diketahui bahwa bahwa kontribusi besar makanan terbuang dihasilkan dari aktifitas hotel, restoran, katering, supermarket, gerai ritel dan perilaku masyarakat.
Bila mengacu pada data dan fakta diatas, persoalan sampah terbuang (food lost) dan (food waste) tidak dapat dipandang sebelah mata, dan disepelekan. Belum lagi fakta bahwa sampah organik menciptakan gas methane yang menimbulkan efek gas rumah kaca dan menjadi salah satu penyumbang pemanasan global,menjadikan isu ini perlu disikapi secara serius.
Beberapa inisiatif melalui kampanye sosial hadir untuk menangani persoalan ini, salah satunya adalah gerakan #makanbijak. Gerakan ini digagas untuk untuk mengantisipasi makanan yang terbuang. Dari gerakan ini muncullah Slogan "mendingan ambil sedikit daripada kebanyakan" dan juga "jangan ikuti "Lapar Mata" sebagai upaya untuk mengurangi kebiasaan menyisakan makanan.
Namun, disamping menggelorakan secara terus menerus melalui kampanye sosial, upaya mengurangi sampah terbuang dan sampah makanan sebenarnya dapat dilakukan dengan langkah preventif dan sistemik, salah satunya yaitu dengan memberlakukan Less Waste Briefing atau Panduan Pengurangan Sampah. apa itu?
Less Waste Briefing adalah panduan yang memuat informasi dan langkah preventif untuk mengurangi dan mengendalikan potensi sampah yang dihasilkan dalam sebuah penyelenggaraan acara. Panduan ini diinformasikan kepada tamu undangan sebelum acara dimulai, dengan harapan agar perilaku bijak dalam mengendalikan sampah dapat dipahami oleh seluruh pihak yang berkepentingan.
Karena itu, bila selama ini aspek Safety Briefing sudah jamak digunakan dalam setiap penyelenggaraan acara, Less Waste Briefing harus didorong sebagai sebuah prosedur dalam pelaksanaan setiap acara.