Mohon tunggu...
sede
sede Mohon Tunggu... karyawan swasta -

i am se de :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ssst...

25 Februari 2016   13:07 Diperbarui: 25 Februari 2016   13:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="copyright by bowobagus'p"][/caption]“Aduh kak, duh dingin sekali, aduhh”

Ssst..”

“Please kak, adek dah gak kuat…”

“Ayolah kak?”

“Ssst..”

… andai kau tau rasa di hatiku…. lagu kesukaanku, the best for you dari Marcell mengalun pelan. Ku raih lembut jemarinya, meremasnya lembut, lalu memeluknya. Sebaris bangau putih di kejauhan mata melambaikan senyumnya sambil tersenyum manis, seakan sedang akan berkata,
“Ssst…”  

“Kak?”

“Ssst…”  

… miliki aku dengan rasa sayang itu…. Kubangunkan wajahnya yang lesu bersamaan dengan lantunan bait kecil lagu rindu, indah dan sederhana, aku suka, gumamku dalam hati. Layaknya kumpulan awan yang menari-nari di belakang kami sambil memerah pipi. Mungkinkah mereka sedang malu atas kemesraan kami? Ah.. mungkin? Siapa yang bisa memastikannya?

“Kak, aku, aku…”

“Ssst,” kupeluk erat tubuhnya yang dingin. Sang bayu rupanya sedang suka pada dirinya, hingga sapa dan sentuhannya selalu memburu hingga muncul ruam-ruam biru, “Ohh… jangan sakit ya adek, bisikku pelan sambil pererat pelukku.

“Esok kita kan pergi, jangan sakit yah?” bisikku pelan di telinganya. Mata indahnya terpejam perlahan, seperti bayi kesayangan ibu yang rindu pelukan haru. Hemhh...  

… miliki aku dengan rasa sayang itu…. Kutidurkan wajahnya yang agak membiru bersamaan dengan lantunan bait kecil lagu rindu, indah dan sederhana, layaknya kumpulan awan yang menari-nari di belakang kami sambil meneteskan butir-butir cinta. Mungkinkah mereka sedang berpikir tentang tempat tinggal kami esok hari? Sebab pemukiman kumuh ini segera digusur untuk menjadi ruko dan hotel milik para pejabat negeri.

secangkir kopi dik,


sudikah kau memikirkannya?


layaknya lautan huma mengalasi bukit,


telah lama kering lidah tak mencecapnya

 

sesenduk gula dik,


enggankah membuangnya dari padanya?


seperti kunang-kunang terbang lalu mencubit,


terbiasa pahit, manis pun telah lama pergi berkelana

 

 

*The best for you, Marcell, hak cipta oleh marcell

 

Jogja, 25 Februari 2016

Memori penggusuran anak-anak negeri

sede  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun