Mohon tunggu...
Sean Christian
Sean Christian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar SMA Kolese Kanisius

Tanaman tanaman apa yang mengancam? Temba kau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merajut Kebersamaan dan Menyerap Kearifan Pesantren

14 November 2024   15:19 Diperbarui: 14 November 2024   16:21 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kegiatan dihari kedua yang paling berkesan adalah kunjungan ke suku Baduy. Walaupun hanya bagian Baduy luar tetapi memiliki cerita yang begitu menarik. Dengan menaiki truk pick-up, kami bersama-sama menempuh perjalanan selama sekitar tiga puluh menit di bawah sinar matahari yang terik. Setibanya di sana, pemandangan desa yang asri dan masyarakat yang ramah menyambut kami. Kami berkesempatan makan siang bersama dan berbicara dengan mereka, mendengarkan cerita tentang tradisi mereka yang menjunjung tinggi kelestarian lingkungan. Bagi mereka, alam bukan sekadar sumber daya, tetapi juga bagian dari kehidupan yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Melihat kehidupan mereka yang begitu sederhana dan penuh rasa syukur, kami belajar bahwa kebahagiaan sering kali terletak pada keterhubungan yang tulus dengan lingkungan sekitar.

Berkaitan dengan pandangan multikulturalisme, Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa "pendidikan harus menanamkan rasa kebangsaan dan rasa kemanusiaan yang meluas, bukan sekadar pengetahuan kognitif". Menghargai perbedaan adalah nilai utama yang saya pelajari dari ekskursi ini. Kami hidup dalam keberagaman budaya, yang seharusnya dapat menjadi aset dalam menciptakan hubungan saling menghargai. Pertukaran pengalaman di pesantren ini bukan hanya tentang saling mengenal, tetapi juga tentang menemukan makna bahwa keberagaman budaya merupakan sesuatu yang patut dihargai, dan pengalaman ini memberikan kami kesempatan untuk memperluas rasa kemanusiaan.  

Saat akhirnya kami meninggalkan pesantren, perasaan syukur dan kekaguman menyelimuti hati kami semua. Kami pulang dengan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana hidup sederhana dapat membawa kedamaian, tentang betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama, dan tentang kekayaan persahabatan yang terjalin tanpa sekat. Ketika kembali ke rutinitas di Jakarta, pengalaman ini tetap akan tinggal dalam ingatan sebagai pelajaran hidup yang berharga. Ekskursi ke Pesantren Al Marjan bukan hanya sebuah perjalanan, tetapi sebuah pembelajaran yang membuka mata dan hati kami pada pentingnya menghargai setiap interaksi, menghormati perbedaan, serta menjaga kebersamaan di tengah keberagaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun