Mohon tunggu...
Sahdat MS
Sahdat MS Mohon Tunggu... Guru - Suka Ngopi

Hidupku adalah Kesaksianku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencintai Allah, Mencintai Dunia

14 Maret 2021   02:20 Diperbarui: 14 Maret 2021   02:23 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digitalisasi ini, dunia sepertinya hanya segenggaman tangan. Alat informasi dan komunikasi berupa gadget bagi kita sudah cukup untuk melihat bagaimana sebenarnya dinamika dunia ini. 

Kita bisa mengakses sebanyak-banyaknya informasi yang kita inginkan, bahkan kita bisa mengaktualisasikan diri  sendiri dengan membangun brand personality  melalui platform-platform sepeti Facebook, Instagram, Youtube, Tiktok, Website dan lain-lain. 

Lahirnya keadaan yang demikian tidak terlepas dari perkembangan sains dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Dunia saat ini adalah merupakan bagian dari aktualisasi pikiran dan pengetahuan manusia, dan hampir disemua lini, dunia sekarang dikuasai oleh ilmu pengetahuan.

Maka ketika  berbicara soal dinamika dunia saat ini, tidak sedikit pula tantangan yang harus dihadapi. Ada banyak pergeseran-pergeseran nilai-nilai budaya dan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi. 

Misalnya, ketika saya sedang duduk di warung kopi, saya memerhatikan ada banyak orang-orang yang duduk dengan hanya konsentrasi pada gadgetnya. 

Semua bisa hening dan sibuk dengan kesendiriannya, hampir tidak ada interaksi dengan teman-teman di sampingnya. Ini merupakan pergumulan, apakah hal demikian harus ditentang? Atau justru kitapun terjebak dengan dunia yang "tersendiri" itu? Atau apakah kita harus memusuhi dunia ini? Maka kita perlu melihat kembali, bagaimana seharusnya peranan kita melihat hal yang demikian? Bagaimana seharusnya seseorang hidup dalam dunia yang "menyendiri" ini?

Injil Yohanes menjadi injil yang sangat relevan untuk di renungkan dalam menghadapi situasi yang demikian. Mengingat bahwa Injil ini merupakan Injil yang juga ditulis dalam dinamika "dunia yang menyendiri". Yohanes si penulis Injil ini juga hidup dalam komunitas yang menyendiri di pulau Patmos. Perikop dalam Yohanes 3:14-21 menjadi sebuah permulaan, bagaimana mengenal Yesus "di dunia yang serba cuek" ini. Nas ini merupakan penggalan percakapan Yesus dengan Nikodemus. Injil ini ingin menjelaskan bagaimana sebenarnya "hakikat kemanusiaan Yesus" untuk menjawab pergumulan manusia yang hidup pada dimensi pengetahuan yang bersifat materil saja. Bukti dari keterbataasan pengetahuan manusia ditunjukkan oleh Nikodemus ketika dirinya bertanya: "Bagaimana mungkin seorang dilahirkan kalau dia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan kembali?" (Yoh 3:4). Keterbatasan inilah yang ingin diretas oleh Yohanes (Kalu saya melihat teks ini, saya melihat Yohanes ini seperti seorang hacker yang ingin meretas pikiran-pikiran yang hanya terpaku pada dimensi materialistik, yaitu dimensi dunia yang kelihataan oleh mata jasmaniah saja).

Dunia materialistik hanya berfokus pada kenyataan-kenyataan yang kelihatan saja, biasanya pandangan materialis ini mengabaikan makna/substansi dari sebuah peristiwa. Misalnya: Orang Kristen hanya tahu bahwa setiap hari minggu itu adalah waktunya beribadah. Akhirnya tidak sedikit yang terjebak pada rutinitas saja, tanpa mengambil makna dari sebuah peristiwa, dimana Ibadah seharusnya mampu mempertemukan kita dengan Tuhan.

Atau di dalam Alkitab misalnya: Tentang persembahan janda miskin. Menjadi sebuah keanehan jika menurut kuantitas (jumlah) bahwa janda ini memberi lebih banyak. Namun makna/substansinya adalah: pengorbanan. Mengapa? Karena jumlah hanya dapat dihitung oleh pengetahuan, tapi pemaknaan lebih kepada pertimbangan hati nurani (kualitas).

Sekarang pertanyaannya berganti untuk saat ini: "bagaimana mungkin kita semua tahu kalau internet bisa menyambungkan kita satu dengan yang lain?", bisakah kita menyentuh dan melihat jaringan wifi yang terkoneksi ke android kita?. Mengapa kita bisa percaya kalau internet itu ada, sementara kita tidak percaya kalau Roh Kudus itu menolong?. Kalau Internet menghadirkan fitur-fitur seperti FB, Instagram, dll, maka Allah dengan segala kuasaNya telah menghadirkan dunia sebagai platform untuk mengaktualisasikan diri dan memperkenalkan brand personality setiap orang. Dunia sebagai platform/ fitur/ menu inilah yang diciptakan oleh Allah supaya manusia memiliki program dalam hidupnya, supaya manusia memiliki tujuan, supaya manusia punya rencana kerja, supaya manusia itu bisa terkoneksi dengan seluruh ciptaan, dan melalui itu semua manusia dapat terkoneksi dengan Allah.

Jadi, dunia yang mestinya kita kenal adalah dunia yang menampilkan platform/fitur/menu Imago Dei (gambaran Allah). Maka sangat tegas di dalam teks ini (ay. 16-17): ....karena Allah mengasihi dunia, maka Yesus diutusNya, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyelamatkan, supaya dunia  yang percaya beroleh hidup yang kekal... Pertanyaannya: Masikah kita memusuhi dunia, sementara Allah mengasihiNya?.

Kecenderungan manusia saat ini justru melebihi Tuhan, sesuka hati menghakimi: terjebak pada konsep salah dan benar. Yesus telah membuka wawasan pengetahuan semua orang, bagaimana sebenarnya hidup mengasihi dunia? Dia justru hidup dalam masyarakat yang sebenarnya dunia tidak menerima: Dia hidup dengan para pelacur, Dia hidup dengan pemungut cukai, Dia hidup dengan orang-orang miskin, Dia hidup dengan janda-janda, yatim piatu, orang-orang yang termarginalkan, bahkan Dia hidup dengan Yudas yang Dia tahu akan menghianatiNya. Dia menerima keadaan itu supaya sampailah Injil kepada dunia. Yesus telah menunjukkan gambaran Allah ada di dunia.

Dunia sebagi menu menghadirkan perangkat-perangkat: ada kejahatan dan ada kebaikan. Dunia yang penuh dengan kejahatan juga penuh dengan kebaikan. John Wesley pada masa Revolusi Industri pertama di Inggris,  justru hidup dalam dunia yang sangat parah. Tapi apakah John Wesley harus lari dari kenyataan dunia?. Justru dunia yang parah inilah yang memberi kesempatan bagi dirinya untuk menghadirkan dunia Allah yang sesungguhnya. "The World is My Parish" (Dunia ini adalah paroki bagiku, pelayanan bagiku) adalah merupakan ungkapan bahwa orang-orang Methodist sangat mencintai dunia ini.

Memang kita dituntut untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi bukan berarti kita tidak mencintai dunia ini. Satu contoh kecil tentang dunia misalnya; di dalam rumah tangga, kita tidak sepenuhnya memiliki keserupaan dengan isteri atau anak kita. Baik itu keserupaan sifat, selera dan lain lain, tapi hal itu tidak menjadi penghalang bagi kita untuk hidup rukun bersama di dalam dunia rumah tangga. Demikian juga di dalam persekutuan gerejawi, kita bukanlah orang yang memiliki sifat yang sama dan selera yang sama. Tapi kita bisa mewujudkan hidup bersama dalam ketidakserupaan itu. Tentu dasar dari semua itu adalah kasih. Itulah perwujudan yang dikehendaki oleh Allah dalam berbagai aspek kehidupan kita.

Maka untuk menghindari kebencian/ ketidaksukaan  dalam melihat dunia, saya menawarkan tiga hal yang perlu dipahami untuk membangun brand personality agar tidak terjebak  kebencian pada dunia:

  • Hidup di dunia dituntut Berpengetahuan. Orang yang berpengetahuan akan melihat dunia ini sebagai bagian dari tempat untuk mengaktualisasikan dirinya dengan benar menurut apa yang diimaninya. Yesus dalam pandangan Yohanes adalah "logos" atau pengetahuan (Yoh. 1:1 Yun en arkhe en ho logos). Dunia yang diciptakan ini adalah buah pengetahuan Allah, maka sebagai orang percaya kita dituntut untuk memiliki pengetahuan yang benar tentang Allah, supaya pengetahuan yang kita miliki saat ini juga turut menghadirkan kasih Allah bagi dunia. Pengetahuan (logos) di dalam Yesus Kristus bukan untuk menghakimi, tapi untuk berkorban bagi dunia supaya dunia diselamatkan.
  • Hidup di dunia dituntut Berpengalaman. Hidup di dunia tidak lengkap tanpa pengalaman. Ada banyak orang yang mengaku berpengalaman, namun tak berpengetahuan, demikian sebaliknya; ada yang berpengetahuan tapi tak berpengalaman. Maka pengetahuan menuntun kita pada pengalaman dengan Allah sebagai sang pencipta dunia. Bagaimana Nikodemus sebenarnya punya pengetahuan tapi tak cukup berpengalaman untuk menerjemahkan apa yang diungkapkan Yesus. Namun Yesus justru mengajarkan orang yang tak berpengalaman dengan kasih, bukan malah menjauhi apalagi menghakimi. Jadi orang yang berpengalaman dengan Tuhan akan cenderung menuntun seseorang pada pengetahuan yang benar tentang Allah.
  • Hidup di dunia dituntut Beriman. Bagi saya pribadi, iman seperti gadget. Ketika kita beriman, maka kita telah menggenggam dunia. Sebab jika kamu memiliki iman sebesar biji sesawi saja, bahkan gunungpun bisa kamu pindahkan (Mat. 17:20). Artinya dunia menjadi segenggaman saja, tidak ada kesulitan yang berarti yang kita hadapi jika hidup di dalam iman.

Ketiga hal inilah yang menjadi brand personality bagi orang percaya untuk menyaatakan cinta kepada dunia. Mencintai Allah, berarti mencintai dunia. Bukan dunia yang gelap, tetapi di dalam terang pengetahuan, terang pengalaman, dan terang iman. Supaya kita dapat membedakan mana yang baik menurut kehendak Allah dan yang berkenan di hadapanNya.   Kita tidak perlu memusuhi dunia, kalaupun kita memusuhinya Firman Tuhan menyatakan agar kita mengampuni dan mengasihi musuh. Maka Dunia yang saat ini bagi sebagian orang telah rusak, justru memerlukan kasih dan pengampunan, sebagaimana Allah sendiri mengasihi dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun