Sore itu, tepat pada hari Jumat 19 Juni 2020, di Biara Dominikan STKIP Pamane Talino, pukul 16.04 Wib terjadi diskusi hangat bersama Pastor Johanes Robini Marianto, OP sebagai Ketua Dewan Pengurus Yayasan Landak Bersatu, Keuskupan Agung Pontianak.
Dalam diskusi sore itu ia mengatakan bahwa salah satu cinta-cita ideal Yang Mulia Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus adalah mendirikan Universitas Katolik di Kalimantan Barat; terutama di keuskupan Agung Pontianak. Sebuah idealisme yang sebenarnya luar biasa karena mau merintis pendidikan mulai dari pinggiran kota; bahkan bukan di pusat provinsi; yaitu mulai di sebuah area Kabupaten; yaitu Kabupaten Landak.
Hal itu Pastor Robini tegaskan dengan benih ke arah Universitas dipilih sebuah sekolah tinggi untuk pendidikan guru yaitu STKIP Pamane Talino.
Ada pertanyaan yang muncul dari hal itu. Pertama, mengapa sekolah pendidikan guru? Bukankah merupakan sebuah cita-cita yang tidak sebanding dengan pencapaian ekonomis?
Pastor Robini menegaskan  bahwa masyarakat butuh guru; terutama di Kalbar. Guru yang dibutuhkan, tentunya membutuhkan kualitas dan integritas karakter yang bermoral, disiplin dan berwawasan pengabdian.
Ia juga menegaskan bahwa bukan rahasia lagi banyak daerah di Kalbar kekurangan tenaga guru. Ada sekolah yang punya guru hanya 5 untuk SD yang seharusnya melebihi jumlah di kenyataan. Demikian pula dibutuhkan guru yang baik dan berkualitas untuk pembangunan anak-anak muda, terutama di Kalbar.
"Secara ekonomis tentu mendirikan atau mengambil alih sekolah tinggi keguruan tidaklah sebanding dengan prospek ekonomi jurusan lain. Namun ini sebuah idealisme atau cita-cita yang melampau perhitungan untung-rugi," katanya, Jumat (19/06/2020).
Ia mengaku bahwa memang tidak gampang mendirikan perguruan tinggi dengan mulai dari pinggiran yaitu di luar ibukota provinsi dan lebih mengarah pada masyarakat di pedalaman. Jurusan yang didirikan atau diambilalih pun bukanlah yang favorit untuk masa sekarang sehingga nilai ekonomisnya kurang.
Namun inilah idealisme. Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus  agar ingin Gereja mempunyai andil di pendidikan anak muda yang mulai dari pinggiran pusat ibukota provinsi. Tantangannya tentu banyak; salah satunya adalah situasi ekonomi daerah di luar ibukota provinsi dan daya tarik gemerlap kota untuk anak muda.
Selaras dengan itu Pastor Robini mengatakan dalam konteks ini yaitu untuk pendidikan bagaimana pun juga ke kota merupakan idaman semua orang; termasuk anak muda.
Kota besar selalu identik dengan kemajuan, fasilitas dan juga kemungkinan dan kesempatan. Belum lagi kota identikkan dengan gemerlapnya hiburan dan gengsi. Cita-cita mulia Mgr. Agustinus Agus memulai pendidikan tinggi berkualitas dari pinggiran tentu mendapatkan tantangab besar di sini.
"Hal lain sebagaimana kami katakan adalah tantangan ekonomi. Ekonomi pedesaan tentulah lain dengan ekonomi perkotaan. Uang lebih banyak beredar di kota daripada pedesaan sehingga tantangannya adalah keadaan ekonomi. Ini situasi obyektif dan kenyataan," katanya Pastor Robini, Jumat(19/06/2020).
Dalam diskusi yang sama itu, menyorot dalam kondisi ekonomis yang menimbulkan pertanyaan, apakah pedesaan miskin total?
Pastor Robini mengatakan bahwa yang mungkin harus disadari banyak pihak adalah bagaimana pengaturan ekonomi rumah tangga dan pentingnya pendidikan untuk masa depan; termasuk menjadi guru adalah sebuah pilihan.
Hal itu ia tegaskan dengan karya misi Gereja Katolik sejak awal datangnya misionaris tidakbisa lepas dari pendidikan. Di mana-mana karya misi selalu berbarengan dengan sekolah dan rumah sakit.
Maka cita-cita tinggi atau idealisme Mgr. Agustius Agus merupakan sebuah pertaruhan "antara sekolah yang berbasis keuntungan ekonomi semata-mata atau ada misi mulia lainnya." Memang sekolah tanpa uang tidak masuk akal.
Bagaimana bisa menghidupi manajemen dan keberlangsungan sekolah tanpa keuangan?
Sebagai Ketua Dewan Pengurus Yayasan Landak Bersatu, Keuskupan Agung Pontianak. Ia menjelaskan bahwa semua orang juga harus sadar. Sesuatu yang penting bahwa sekolah bukan semata-mata untuk mencari untung da demi uang; melainkan merupakan sebuah cita-cita atau idealisme.
Kaum muda, terutama yang katolik dan khususnya di Keuskupan Agung Pontianak, perlu menyadari pemikiran yang mulia dan cita-cita tinggi Uskupnya yaitu Mgr. Agustinus Agus. Tidak gampang bagi seorang Uskup Agung melihat peta Indonesia dan menemukan bahwa pulau satu-satunya di Indonesia yang tidak ada Universitas Katolik adalah Kalimantan.
Padahal Kalimantan, apalagi kalbar, uma Katolik cukup banyak. Namun sekali ini idealisme yang harus disadari kaum muda Katolik terutama di Keuskupan Agung Pontianak. Mengusahakan pendidikan dari pinggiran ibukota provinsi dengan membangun dari pedesaan bukanlah gampang tanpa kesadaran dan dukungan seluruh uat; terutama orang tua Katolik dan kaum mudanya.
"Memang kota itu mengiurkan. Namun yang harus lebih mengiurkan adalah sebuah cita-cita mulia dan juga kualitas yang mau dibangun. Sejak awal sekolah ini bekerjasama dengan sebuah universitas yang merupakan universitas Katolik tertua di Asia yang didirikan tahun 1611 yaitu Universitas Santo Tomas Manila," pungkasnya.
Ia menegaskan untuk Prestise dan prestasi Univesritas Santo Tomas Manila tidak diragukan dunia; bahkan salah satu tokoh kemerdekaan Filipina Jose Rizal adaalh lulusan Univesritas Santo Tomas Manila.
Perjanjian telah diteken dan STKIP Pamane Talino ini adalah "sister university" dari Universitas Santo Tomas Manila; hal yang tidak gampang ditemukan di universitas lain di Indonesia bahkan. Kalau bukan karena Corona, Juli 2020 dimulai setiap semester pendek akan 3-4 dosen dari Filipina mengajar di STKIPPamane Talino.
STKIP Pamane Talino juga bekerjasama dengan Universitas Dresden Jerman. Sudah ada mahasiswi yang dikirim magang setahun lalu dan akan terus berlanjut dengan program tersebut.
Belajar dan kuliah tidak selalu harus disertai cita-cita hanya ingin di kota dan menikmati kegemerlapan kota. Banyak Universitas terkenal di Amerika bukan di tengah kota; melainkan di pinggiran kota atau pedesaan Amerika.
Pastor Robini mengaku bahwa memang butuh tahu lebih banyak tentang hal ini dan bukan hanya sekedar gengsi. Di atas segalanya cita-cita mulia Mgr.Agustinus Agus perlu dipahami oleh umatnya dan kaum muda khususnya. Kadangkala kita selalu berteriak dan mempertanyakan "Di mana Gereja di karya pendidikan, karya-larya yang lain."
Pastor Robini juga mengungkapkan setelah didirikan Perguruan Tinggi atau Universitas maupun lembaga apapun itu, kadangkala umat bisa jatuh dalam bahaya tidak mengapresiasi dan bahkan tidak peduli dan tidak mendukungnya. Kalau itu yang terjadi, desakan dan teriakan hanyalah sebatas di angan-angan atau hanya sekedar mendesak atau kalau lebih jelek mengkritik belaka.
Pastor Robini berharap setelah Gereja menanggapi yang ada hanyalah dianggap sudah terjadi dan tanpa tindak lanjut. Mudah-mudahan cita-cita mulia Mgr.Agustinus Agus bukan ditanggapi sedemikian.
Akhir kata, Pastor Robini mengajak kaum muda untuk mulai belajar: kuliah yang baik tidak selamanya di kota besar. Pengetahuan luas mengenai banyak univesritas terbaik di dunia, bahkan di AS bukanlah semua di kota besar; melainkan di pinggiran kota.
"Belajar dan belajar melihat dunia dan kita akan tahu.....tidak selamanya yang di kota kecil adalah kalah. Tidak semua universitas di kota besar menjadi "Sister University" dari sebuah perguruan tinggi luar negeri yang berumur 400 tahun lebih! Kini pilihan di tangan kita: menjadi bagian sejarah pendidikan tinggi Katolik atau menjadi penonton. Saatnya memilih,"! Pungkasnya, Jumat (19/06/2020).-Samuel-KomsosKap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H