Mohon tunggu...
Scientia Afifah
Scientia Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - a long life learner

mengeksplor isu sosial, psikologi, perempuan dan keluarga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan: Antara Agama & Budaya

11 Mei 2022   07:57 Diperbarui: 11 Mei 2022   23:28 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Telaah mengenai isu perempuan dalam berbagai fragmen merupakan diskursus yang selalu menarik untuk diikuti. Di antara fragmen yang sering diangkat adalah bagaimana agama dan budaya membentuk perilaku dan persepsi suatu masyarakat tentang perempuan. 

Persepsi tentang perempuan ini berpengaruh baik di skala mikro dalam hubungan kekeluargaan, skala menengah dalam hal interaksi di tengah masyarakat, sampai makro dalam hal kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. 

Kaitannya dengah hal tersebut, isu tentang pelecehan terhadap perempuan baik secara verbal dan nonverbal, mental maupun psikis, dari yang bentuknya ringan sampai berat dapat ditemukan dalam berbagai skala tersebut.

Pada tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat belasan ribu kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Secara spesifik, Menteri PPPA, Bintang Puspayoga menuturkan bahwa terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan di mana 15,2 persennya adalah kekerasan seksual (Mantalean, 2022). 

Adapun membincang tentang penyebab, Kementerian PPPA menuturkan bahwa di antara hal yang berpengaruh terhadap munculnya kekerasan seksual adalah faktor sosial budaya. Di tengah faktor budaya yang masih mengusung feodalisme, perempuan masih dianggap sebagai warga kelas dua yang keberdaannya bisa dikesampingkan.

Persepsi ini diperkuat dengan pemahaman yang salah atas teks keagamaan. Beberapa penelitian terdahulu menuturkan bahwa pemahaman agama tertentu memiliki hubungan yang kuat dengan kekerasan terhadap perempuan (Tuasikal, 2020). 

Dalam konteks agama Islam, struktur keluarga diikat dengan penanaman nilai bahwa laki-laki merupakan pemimpin atas perempuan dan bahwa istri harus taat mutlak terhadap suaminya. Sayangnya, nilai dan ajaran tersebut disalahpahami dengan sikap kesewenang-wenangan dari pihak laki-laki yang dibesarkan dengan budaya patriarki.

Di samping penegakan hukum yang semakin menjunjung tinggi keadilan baik terhadap laki-laki maupun perempuan, hal lain yang perlu diubah secara perlahan adalah pemahaman akan agama yang berkelindan dengan kebudayaan yang terbentuk dalam suatu masyarakat. 

Samovar, dkk (2007) menuturkan bahwa agama merupakan hal yang fundamental dan menjadi salah satu worldview yang membentuk sebuah kebudayaan. Ia berada pada elemen dasar dalam suatu struktur masyarakat. 

Secara harfiah, religion yang didefinisikan sebagai agama berasal dari bahasa Latin religare yang artinya 'to tie' (mengikat). Dari arti tersebut kita dapat menangkap bahwa seseorang yang beragama terikat dengan apa yang dianggap sakral dalam agama tersebut.

Pelurusan pemahaman akan agama selayaknya juga akan memperbaiki situasi sosial yang berlangsung di tengah masyarakat karena salah satu fungi agama adalah sebagai sosial kontrol. Lebih lanjut, secara filosofis agama tidak hanya dipandang sebagai sebuah ritual atau dogma dalam teks tetapi juga sesuatu yang hidup karena perilaku para pemeluknya (Osborne dalam Samovar, dkk, 2007). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun