Mohon tunggu...
Siti Chaerani
Siti Chaerani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi'20 FISIP UIN Jakarta

Be kind, be positive, be yourself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

5 November 2021   17:56 Diperbarui: 6 November 2021   14:04 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Review Buku oleh: Siti Chaerani
Nim    : 11201110000017
Kelas : 3A Sosiologi

Identitas Buku :


Judul                : Islam,Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas
Penulis            : Neng Dara Affiah
Penerbit          : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Kota Terbit.   : Jakarta
Tahun terbit  : Desember 2017
Ukuran Dimensi Buku : 14,5 x 21 cm
Tebal Buku    : xii + 200 halaman
ISBN                 : 978-602-433-555-7

Buku ini merupakan buku yang ditulis oleh Neng Dara Affiah, buku ini tertulis sebagai pengalaman hidup dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis terutama mengenai perempuan dan feminisme, juga tentang politik, dan organisasi yang menggunakan metode prespektif gender. Beliau ini menulis dan menyunting hasil karya dan pemikirannya sehingga menghasilkan beberapa buku, salah satunya buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas." 

Buku ini merupakan hasil kompilasi dari buku-buku, jurnal, surat kabar yang ditulis dalam rentang waktu 1998-2016. Dalam buku ini terbagi menjadi tiga bab pembahasan utama yaitu Islam dan Kepemimpinan Perempuan, Islam dan Seksualitas Perempuan, serta Perempuan, Islam, dan Negara.

Pada bab pertama, yaitu dengan judul Islam dan Kepemimpinan Perempuan. Diawali dengan QS. Al-Hujurat, yang menjelaskan bahwa salah satu keutamaan ajaran Islam dalam memandang manusia adalah setara dengan tidak membeda-bedakan kelas sosial (kasta), ras, dan jenis kelamin, tetapi yang membedakan seseorang dengan yang lain ialah ketakwaannya. 

Allah SWT menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin terdapat dalam (QS. Al- Baqarah ayat 30). Makna kepemimpinan disini adalah bahwa manusia pada dirinya sendiri memiliki tanggung jawab yang harus diemban dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. 

Terdapat juga ayat Al Qur'an yang dijadikan perdebatan oleh sebagian orang, ayat al-quran yang berbunyi: "Laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan" (An-Nisa:34). Pada kata "qowwam" disini diartikan oleh para tafsir klasik dan modern, yaitu: penanggung jawab, memiliki kekuasaan atau wewenang untuk mendidik perempuan, pemimpin, penguasa, dan yang memiliki kelebihan atas yang lain, dan pria menjadi pengelola masalah-masalah perempuan. Dalam pemaknaan ini tampak jelas bahwa pria pada posisi yang superior dan perempuan di posisi yang inferior. Selain itu laki-laki pada umumnya dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-aql), tekad yang kuat (al-hazm), keteguhan (al-aznl), kekuatan (al-quwwah), kemampuan tulisan (al-kitabah), dan keberanian (al-furusiyyah wa al-ramy). Karena itu dari kaum laki-laki lahir para nabi, ulama dan imam. Dalam mengartikan hal tersebut ahli tafsir berperspektif gender, mengatakan bahwa hal itu bersifat relatif dan tergantung kepada kualitas masing-masing individu dan bukan karena sifat gendernya.

Dalam masyarakat Islam di Indonesia masih terdapat ganjalan teologis seputar kepemimpinan perempuan. Mayoritas pemeluk agama islam dan yang kuat akan sistem patriarkinya, menjadikan wanita sebagai kelas kedua setelah pria. Megawati Soekarnoputri pernah ditolak untuk mencalonkan diri sebagai presiden, dan penolakan-penolakan itu datang dari para ulama dan organisasi-organisasi islam, dengan mengatakan bahwa Islam melarang dan mengharamkan seorang perempuan menjadi khalifah atau pemimpin suatu bangsa. Jikalau kepala negara yang dipimpin oleh perempuan, dimana hal tersebut akan menjadikan mayoritas muslim menimbulkan pro dan kontra. kendala itu berasal dari kata "qowwam". Menurut penulis, kata atau kalimat perlu diubah maknanya sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Oleh karena itu, bila dikaitkan dengan kepemimpinan di luar konteks sistem keluarga, hal ini perlu diketahui apakah makna kata tersebut masih relevan atau tidak. Kesimpulan yang dapat diambil dari bab ini adalah masih sulitnya perempuan menjadi pemimpin dalam Islam, karena masih adanya sistem patriarki di masyarakat dan terjadi pemahaman salah kaprah tentang ajaran islam.  Karenanya, sangat penting untuk membentuk sebanyak mungkin pemimpin perempuan muslim dalam berbagai ranah kehidupan. Caranya ialah, sejak kecil tidak membeda-bedakan pola pendidikan watak kepemimpinan perempuan maupun laki-laki.


Bab kedua, yaitu yang berjudul "Islam dan Seksualitas Perempuan". Dalam bab ini penulis menjelaskan bagaimana perkawinan dalam perspektif Agama Yahudi, Kristen, dan Islam. 

Peristiwa perkawinan merupakan salah satu tahapan yang dianggap penting dalam hidup manusia dan telah dijalani selama berabad abad pada suatu kebudayaan dan komunitas agama. Sebagian orang menganggapnya sebagai peristiwa sakral, sebagaimana peristiwa kelahiran dan kematian, yang diusahakan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Terdapat juga fungsi dan aturan dalam perkawinan  menurut ketiga agama tersebut yakni pertama, untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan diantara kedua pasangan. Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah, peran yang dimainkan perempuan sebagai istri apabila tidak sepenuhnya seperti apa yang  diinginkan, Seorang istri atau ibu tersebut dapat digambarkan sebagai orang yang tidak sempurna. Artinya, dia tidak memiliki hak atas kemandirian dan kebebasannya untuk peran sebagai ibu.  Kedua, perkawinan untuk melahirkan keturunan, dimana jika perempuan mengalami kemandulan akan dianggap tidak berguna dan mendapat cibiran. Ketiga, menghindari praktik hubungan seksual diluar nikah (zina). Apabila hal tersebut terjadi akan mendapatkan sanksi sosial dengan dipermalukan, secara fisik akan memperoleh stigma sebagai orang yang tidak bermoral. Karena fisik terdapat jejak seperti hilangnya keperawanan pada perempuan, yang selama ini biasanya lelaki dalam sistem patriarki melihat tolak ukur harga diri perempuan dari keperawanannya. Sementara keperjakaan lelaki tidak di permasalahkan, meskipun kedua nya memang harus dijaga sebelum perkawinan. Dalam hal ini yang banyak dirugikan yaitu perempuan, sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan atas pilihan mereka dan tentu dirasa tidak adil.

Ketika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin seorang pria memilih poligami sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap istrinya. Poligami diartikan sebagai praktiki perkawinan yang dilakukan seorang lelaki yang yang memiliki istri lebih dari satu pada saat yang bersamaan. Poligami telah dilegalkan dalam sejarah Islam itu sendiri dan termasuk dalam syair Al-Qur'an "Qs. An-Nisa ayat 3". Para nabi pun melakukan poligami pada istri mereka, tetapi hal ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada masa itu, dimana menikahkan janda atau para istri yang ditinggalkan oleh suaminya ketika di medan perang. Di Indonesia sendiri pun praktik poligami banyak dilakukan dan dilegalkan oleh hukum, asal dapat menjamin keperluan hidup istri dan anaknya.

Ziba Mir-Hosseini dalam pemikirannya tentang hukum keluarga muslim di Indonesia, ia mengkritik UU perkawinan no.1 tahun 1974 yang menurutnya memuat diskriminatif terhadap perempuan, terutama: 

1) pada kasus perkawinan, yang tidak memiliki aturan jelas mengenai pencatatan perkawinan (nikah siri), dan menempatkan perempuan pada posisi yang dirugikan; 

2) pengaturan pasal poligami, karena tidak adanya sanksi bagi pelaku poligami; 

3) pembakuan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dan laki-laki sebagai kepala keluarga yang dalam kenyataanya banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga setelah kehilangan suaminya: 

4) usia perkawinan, untuk meminimalisir terjadinya perceraian dan kematian ibu muda; 

5) perkawinan beda agama, dimana terkadang ada yang tidak setuju untuk pindah agama dan memilih untuk memalsukan agama mereka atau menikah di luar negeri. 

Selain itu, ideologi patriarki masyarakat Indonesia  berkontribusi terhadap dominasi seksual perempuan, termasuk perlunya perempuan berhijab sesuai syariat Islam. Pembatasan tenaga kerja dan ekonomi karena perempuan dilarang keluar setelah jam 10 malam, dan legalisasi pornografi, yang dapat mengkriminalisasi tubuh perempuan.

Pada bab terakhir dalam buku ini, penulis membahas mengenai Perempuan, Islam, dan Negara. Terdapat delapan sub judul, di antara sub judul tersebut adalah: Feminisme dan Islam di Indonesia: Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pelembagaannya, Gerakan Perempuan dalam Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Marginalisasi dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Pada Kelompok Agama Minoritas sebagai Tantangan Gerakan Perempuan, Patriarki dan Sektarian: Wajah Dakwah dalam Komunitas Islam, Organisasi Kekerasan dan Teror Rahim, Peran Pria dalam Perjuangan Hak-Hak Perempuan, Keperawanan (Virginitas) dalam Perspektif Islam, dan yang terakhir adalah Inses (incest) dalam Perspektif Agama-Agama.

Penulis di sini dalam tulisannya memusatkan perhatian pada teorisasi feminisme dalam Islam, perkembangan teori ini di Indonesia dan isu-isu yang digugat dan diperdebatkan dalam upaya menegakkan hak-hak dasar perempuan. Feminisme dan Islam merupakan sebuah teori yang menjembatani kesenjangan antara konsep keadilan yang mempengaruhi dan memotong penafsiran dominan terhadap Syariah di satu sisi dan hukum hak asasi manusia (HAM) di sisi lain. Feminism Islam memiliki kerangka kerja yang berpacu pada sumber-sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an, hadis dan seperangkat hukum Islam. Pelembagaan Feminisme dan Islam terwujud dalam gerakan pemikiran dan gerakan sosial dalam organisasi Islam. Di Indonesia pertumbuhan dan perkembangan feminisme yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru dan Era Reformasi dilatar belakangi oleh: 

1) pemerintahan Soeharto yang menempatkan perempuan untuk berperan hanya sebagai istri dan ibu, dan mengabaikan hak-hak mereka sebagai warga negara; 

2) mengesahkan segala bentuk diskriminasi perempuan, serta mengembalikan hak-haknya sebagai manusia dan warga negara; 

3) menafsirkan ulang teks-teks agama dengan cara pandang baru yang lebih lembut terhadap perempuan, sesuai dengan waktu dan situasi.

Teori feminisme ini memunculkan suatu gerakan kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-hak yang mereka miliki sebagai manusia, agar mereka tidak dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki. Gerakan ini juga menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dengan tidak meninggalkan kewajibanya sebagai seorang perempuan. Gerakan perempuan dalam pembaruan pemikiran Islam di Indonesia cukup berpengaruh terhadap kebijakan negara, seperti terbentuknya Komnas Perempuan. Perubahan kata "peran wanita" dalam GBHN lama menjadi "pemberdayaan perempuan", inpres No.9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam berbagai sektor pembangunan, serta kebijakan-kebijakan mengenai perempuan yang terus diperbaharui dan Lembaga serta organisasi yang terus lahir dan berkembang.

Hal yang menurut saya menarik dalam bab ini adalah terdapat pembahasan mengenai keperawanan (Virginitas) dan inses (Inces).
Konsep keperawanan adalah konsep yang dibentuk oleh konstruksi nilai dari masyarakat partriarkat yang tujuannya tidak lain dari pengutamaan laki-laki dan pengecilan diri perempuan dengan melihat perempuan dari selapis tipis selaput dara dan bukan pada kepribadiannya, pemikirannya, keilmuannya, keterampilannya, dan berbagai aktivitasnya yang mencerminkan kemanusiaan perempuan secara total. Akan tetapi, itulah potret nyata dari para pria di lingkungan masyarakat kita. Kemudian mengenai inses, Inces adalah praktik seksual yang dilakukan oleh seseorang terhadap anggota keluarga dekatnya. Praktik inces ini merupakan perkara kejahatan yang memiliki nilai yang sama dengan bentuk-bentuk kejahatan lainnya. Sudah saatnya praktik ini dimunculkan sebagai persoalan publik dan tidak sebagai semata-mata persoalan individu atau keluarga dan pelakunya harus memperoleh sanksi yang berat dalam praktik inces ini.

Menurut saya buku ini sangat recommended untuk dibaca terutama bagi yang melakukan studi gerakan perempuan. Pembahasan dalam buku ini merupakan pembahasan yang sebagian orang hal yang tabu. Jadi, ketika membaca buku ini dapat mengubah pola pikir bahwa masih banyak masyarakat kita yang bersistem patriarki, serta memberikan wawasan kepada pembaca bahwasanya  kesetaraan gender itu harus diperjuangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun