Mohon tunggu...
Siti Chaerani
Siti Chaerani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi'20 FISIP UIN Jakarta

Be kind, be positive, be yourself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

5 November 2021   17:56 Diperbarui: 6 November 2021   14:04 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa perkawinan merupakan salah satu tahapan yang dianggap penting dalam hidup manusia dan telah dijalani selama berabad abad pada suatu kebudayaan dan komunitas agama. Sebagian orang menganggapnya sebagai peristiwa sakral, sebagaimana peristiwa kelahiran dan kematian, yang diusahakan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Terdapat juga fungsi dan aturan dalam perkawinan  menurut ketiga agama tersebut yakni pertama, untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan diantara kedua pasangan. Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah, peran yang dimainkan perempuan sebagai istri apabila tidak sepenuhnya seperti apa yang  diinginkan, Seorang istri atau ibu tersebut dapat digambarkan sebagai orang yang tidak sempurna. Artinya, dia tidak memiliki hak atas kemandirian dan kebebasannya untuk peran sebagai ibu.  Kedua, perkawinan untuk melahirkan keturunan, dimana jika perempuan mengalami kemandulan akan dianggap tidak berguna dan mendapat cibiran. Ketiga, menghindari praktik hubungan seksual diluar nikah (zina). Apabila hal tersebut terjadi akan mendapatkan sanksi sosial dengan dipermalukan, secara fisik akan memperoleh stigma sebagai orang yang tidak bermoral. Karena fisik terdapat jejak seperti hilangnya keperawanan pada perempuan, yang selama ini biasanya lelaki dalam sistem patriarki melihat tolak ukur harga diri perempuan dari keperawanannya. Sementara keperjakaan lelaki tidak di permasalahkan, meskipun kedua nya memang harus dijaga sebelum perkawinan. Dalam hal ini yang banyak dirugikan yaitu perempuan, sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan atas pilihan mereka dan tentu dirasa tidak adil.

Ketika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin seorang pria memilih poligami sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap istrinya. Poligami diartikan sebagai praktiki perkawinan yang dilakukan seorang lelaki yang yang memiliki istri lebih dari satu pada saat yang bersamaan. Poligami telah dilegalkan dalam sejarah Islam itu sendiri dan termasuk dalam syair Al-Qur'an "Qs. An-Nisa ayat 3". Para nabi pun melakukan poligami pada istri mereka, tetapi hal ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada masa itu, dimana menikahkan janda atau para istri yang ditinggalkan oleh suaminya ketika di medan perang. Di Indonesia sendiri pun praktik poligami banyak dilakukan dan dilegalkan oleh hukum, asal dapat menjamin keperluan hidup istri dan anaknya.

Ziba Mir-Hosseini dalam pemikirannya tentang hukum keluarga muslim di Indonesia, ia mengkritik UU perkawinan no.1 tahun 1974 yang menurutnya memuat diskriminatif terhadap perempuan, terutama: 

1) pada kasus perkawinan, yang tidak memiliki aturan jelas mengenai pencatatan perkawinan (nikah siri), dan menempatkan perempuan pada posisi yang dirugikan; 

2) pengaturan pasal poligami, karena tidak adanya sanksi bagi pelaku poligami; 

3) pembakuan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dan laki-laki sebagai kepala keluarga yang dalam kenyataanya banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga setelah kehilangan suaminya: 

4) usia perkawinan, untuk meminimalisir terjadinya perceraian dan kematian ibu muda; 

5) perkawinan beda agama, dimana terkadang ada yang tidak setuju untuk pindah agama dan memilih untuk memalsukan agama mereka atau menikah di luar negeri. 

Selain itu, ideologi patriarki masyarakat Indonesia  berkontribusi terhadap dominasi seksual perempuan, termasuk perlunya perempuan berhijab sesuai syariat Islam. Pembatasan tenaga kerja dan ekonomi karena perempuan dilarang keluar setelah jam 10 malam, dan legalisasi pornografi, yang dapat mengkriminalisasi tubuh perempuan.

Pada bab terakhir dalam buku ini, penulis membahas mengenai Perempuan, Islam, dan Negara. Terdapat delapan sub judul, di antara sub judul tersebut adalah: Feminisme dan Islam di Indonesia: Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pelembagaannya, Gerakan Perempuan dalam Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Marginalisasi dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Pada Kelompok Agama Minoritas sebagai Tantangan Gerakan Perempuan, Patriarki dan Sektarian: Wajah Dakwah dalam Komunitas Islam, Organisasi Kekerasan dan Teror Rahim, Peran Pria dalam Perjuangan Hak-Hak Perempuan, Keperawanan (Virginitas) dalam Perspektif Islam, dan yang terakhir adalah Inses (incest) dalam Perspektif Agama-Agama.

Penulis di sini dalam tulisannya memusatkan perhatian pada teorisasi feminisme dalam Islam, perkembangan teori ini di Indonesia dan isu-isu yang digugat dan diperdebatkan dalam upaya menegakkan hak-hak dasar perempuan. Feminisme dan Islam merupakan sebuah teori yang menjembatani kesenjangan antara konsep keadilan yang mempengaruhi dan memotong penafsiran dominan terhadap Syariah di satu sisi dan hukum hak asasi manusia (HAM) di sisi lain. Feminism Islam memiliki kerangka kerja yang berpacu pada sumber-sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an, hadis dan seperangkat hukum Islam. Pelembagaan Feminisme dan Islam terwujud dalam gerakan pemikiran dan gerakan sosial dalam organisasi Islam. Di Indonesia pertumbuhan dan perkembangan feminisme yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru dan Era Reformasi dilatar belakangi oleh: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun