Kehilangan rumah dan mata pencaharian penduduk hingga tenggelamnya pulau-pulau kecil, hanyalah sedikit bentuk dari loss and damage dari bencana akibat perubahan iklim yang sebetulnya bisa kita minimalisir.Â
Beberapa bencana lingkungan lain yang bisa menyebabkan loss and damage di antaranya adalah rusaknya terumbu karang dan biota laut yang mengakibatkan perubahan pada habitat laut hingga pola perikanan bagi masyarakat pesisir, kebakaran hutan akibat kekeringan yang menyebabkan spesies tertentu kehilangan habitat alaminya, dan bahkan rusaknya lahan pertanian yang menyebabkan penurunan hasil pertanian, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Menurut Munasinghe & Swart (2005), adaptasi, peningkatan kewaspadaan, dan tindakan mitigasi merupakan beberapa contoh aksi nyata yang mendukung beragam pengembangan sistem keberlanjutan, sementara sistem-sistem keberlanjutan ini sendiri nantinya dapat membantu menekan dampak dari laju perubahan iklim.
Belajar dari pengalaman negara-negara di Afrika, dimana penduduknya terancam bencana kelaparan dan beberapa terpaksa bermigrasi akibat kekeringan yang terus meluas, Indonesia harus senantiasa aktif menginisiasi beragam langkah pendataan, penggunaan teknologi, partisipasi pendanaan, hingga edukasi dan sosialisasi mengenai loss and damage untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat, sebagai upaya untuk meminimalisir situasi pasca bencana akibat perubahan iklim.
Mungkin mengubah dunia adalah sebuah gagasan yang terlalu muluk dan utopis, lalu mengapa tidak memulai dengan mengubah diri kita sendiri? Terkadang, justru inisiatif itulah yang paling diperlukan untuk Bumi ini dapat menjadi rumah yang nyaman untuk ditinggali, oleh semua makhluk hidup, tanpa terkecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H