Mohon tunggu...
Syarif Burhan
Syarif Burhan Mohon Tunggu... wiraswasta -

freelance di kontraktor bangunan, menulis di jejaring sosial dan blog

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dera dalam Kesetiaan

29 Februari 2012   11:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:44 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rinduku bulan sabit, dingin dan melekuk. cinta hanya proyektil yang sengaja mampir, Aku hanya kumpulan debu gosong yang tercipta dari bara yang tak jua padam,

Sesudah makan malam Shinta langsung masuk kamar, di tinggalkannya meja makan yang berantakan. bergegas Aku menumpuk piring dan gelas ke pencucian. Tak lama berselang, terdengar sengguk tangis dari kamar. Bagus mengesah, obrolan  singkat tadi berujung pada tetes air mata, melumerkan kemesraan yang raib di benam kepahitan.

''Ya Tuhan, jika Kau masih menyanyangi umatMu, izinkan aku terus mencintai Shinta selamanya'',

di langit syurga, aku adalah pilar wadag yang setiap pasaknya jerit cinta yang mengangkasa

Lima tahun sudah Bagus membina rumah tangga dengan Shinta, semuanya terlihat sempurna, seperti masa pacaran yang penuh tawa, dan rona bahagia. Ia sangat bangga bisa mempersunting Shinta, gadis anak orang kaya sekaligus kembang kampus. Sesuatu kemukjizatan baginya ketika berpuluh rivalnya berlomba mendapatkan perhatian dari Shinta, tapi justru padanya Ia luluh. Semuanya jelas tercetak di ingatan, seperti baru kemarin. Dan semuanya berakhir saat vonis dokter Rido mengatakan di rahim Shinta ada kista yang harus di angkat, dan satu satunya jalan harus mengkuret. Dengan kata lain selamanya Shinta tak bisa memberi keturunan, Shinta langsung pingsan saat itu. Sudah puluhan jalan mereka perjuangkan, termasuk ke pengobatan alternatif, yang meski sebagai seorang akademisi, Bagus kurang mempercayai, toh sugesti dan impian mereka berdua, membawa mereka ke cara-cara non logis.

Malam ini Bagus terpaksa mendiamkan Shinta, Ia tak mau menambah luka dengan hiburan dan spirit kosong, kadang mendiamkan semacam meditasi untuk memulihkan jiwa yang letih merindu.

rahasia keheningan juga hidupmu, jalan  liku yang menulis sejuta puisi, sebab sampai pada berhelai-helai rindu  di dadaku

Esoknya, Seperti biasa, sepulang kerja Bagus mendapati Shinta melamun di gazebo  paviliun. Matanya kosng memandang kolam ikan dan air terjun buatan, Dari kejauhan Ia tamoak seperti peri, rambut dan baju putihnya yang panjang berombak tertiup angin, seolah angin iri pada kecantikan khas jawanya. gurat wajah letih nya tak bisa menyembunyikan aura kemolekan asli dan sahajanya. Melihatnya dari kejauhan hati Bagus terasa disayat sembilu,

suara batu dan cintaku, adalah melodi yang paling gebu, aku tetap betah menyuling rempah-rempah agar sesumpah mengakar dan kerasan tinggal di selaksa hari-hari. aku bukan ranting, yang jatuh menyamping. aku pohon yang menunggu musim semi di senja yang dingin.

"Ah, Shinta, Aku sungguh mencintaimu. Aku tak peduli kamu bisa memberi anak padaku atau tidak, tak penting bagiku. Kita bisa mengadopsi anak bukan''?,

kepada hati yang mengkuduskan rapalan, aku gemar tergugurkan airmata. sebelum sajak-sajak kacau, menyungsang di trotoar kebencian

begitu komitment dariku berulang- ulang. Seolah tak cukup, aku menempelkan berlembar notes kecil di tiap sudut rumah, di lemari es, di bathub, di Almari, ah, bahkan di seluruh hatiku. Hingga suatu saat dalam roman pasi, Shinta menyuruhku memilih perempuan lain, sesuatu hal yang sama sekali tak pernah tercetus di benakku. tidak hari ini atau nanti, bagiku lebih mudah memindah gunung dari pada memindah hati. yang telah lekat bukan karena pura-pura.

pagi yang senyap, setiap dentingnya bukan dusta, aku adalah sebutir embun yang lekat di musim kerontangmu

Hingga kini Bagus selalu menolak ide yang menurutnya gila itu, meski sadar itu adalah legal dan halal. Tapi syarat ikhlas dan adil adalah lain hal, tak ada satupun manusia di muka bumi ini yang mau di madu, di duakan. hingga suatu sore ibuku memperkenalkan Ani, wanita lajang yang kelak merampas kebahagiaan hakiki kami berdua. Hampir satu tahun aku berjuang dalam pertempuran dilematis, kesetiaan dan cinta atau tangis tawa buah hatiku. Ani menjawabnya dengan keriuhan asmara, Ia datang dari keluarga sederhana, seiring waktu yang tak tahu malu, Ia berubah menjadi monster bernama kerakusan, pelan dan meninabobokan, seperti arsenik. masuk ke tubuh dengan dosis kecil tapi mematikan. Aku menghianati Shinta !!!, perbuatan bodoh yang kusesali seumur hidupku. meski Aku tak menceraikan, Shinta memilih mengalah, Ia pergi entah kemana, '' Mas, Aku berubah jadi udara, yang selalu ada di manapun kau ada, Aku ada di paru-paru dan aliran darahmu, Aku pergi bukan karena kalah, justru Aku memenangkan keteguhan perjuangan janji yang pernah kita lakoni'', hanya itu sepenggal surat yang kau tinggalkan selain bekal cinta yang Kau yakini di dadamu.

padamu kasih

jiwaku menambat, di dermaga sepi yang kita cipta

jika ada gelombang menerjang

aku menjelma karang

meski kau terbang

# Pro kontra Poligami selalu menjadi ujian kesetiaan, saya yakin tak ada wanita di dunia ini yang mau di madu. Pun, kalimat'' lebih baik berpoligami dari pada melacur, seolah legitimasi banyak pria untuk beristri lebih dari satu. banyak lelaki berpedoman pada Perbuatan Rasullullah, padahal memiliki alasan dan sudut pandang yang jauh bertolak belakang. banyak ulama yang mengadopsi mentah-mentah perilaku ini. ada anekdot yang mengatasnamakan 'keadilan sensus'', maksudnya sensus penduduk menempatkan wanita produktif rata-rata 1 :3 di banding pria, maka bagaimana nasib 2 yang lain jika Poligami di pidanakan?, pada prinsipnya, pria dan wanita memiliki hak yang sama, maka seharusnya Poliandri bukan hal haram bukan?. Saya tidak anti poligami, pun tidak munafik bahwa poligami itu sebuah ''keambisian nafsu''. ada hal lain selain ide feminimisme. kedudukan perempuan sekarang jauh lebih maju dari era pra R.A Kartini, emansipasi merambah segala bidang, meski pada kodratnya kewajiban vital perempuan adalah menjaga martabat pria, dan mengasuh anak-anaknya bila sudah berkeluarga. Dalam hal ini mengindari KDRT, meski dengan alasan ketidakberdayaan..wallahu a'alam bissawab..

pinggir jakarta januari 12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun