Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Oposisi Setengah Hati, Bagai Bunga Kembang Tak Jadi

18 Juli 2019   05:00 Diperbarui: 18 Juli 2019   05:07 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila people  power dilakukan diluar konstitusi maka menjadi anarki atau makar, tidak akan ada golongan atau kekuatan yang berani mempeloporinya lima tahun kedepan karena TNI masih solid. 

Tapi kalau people  power sudah dilakukan oleh sebagian besar rakyat dan segenap komponen bangsa, menjadi sebuah revolusi.  Memenuhi syarat-syarat revolusi sangatlah berat, masih impian golongan yang menghendakinya, setidaknya sepuluh tahun kedepan masih tetap hanya angan-angan.

Dalam konteks Pemerintahan Jokowi periode kedua, situasi tanpa oposisi ini menempatkan Presiden Jokowi berada diatas angin, karena melemahnya pengaruh dominasi satu partai  politik untuk  memaksakan kehendaknya. 

Presiden dengan dukungan koalisi multi partai begitu besar, tidak memiliki kekhwatiran hanya karena ada satu dua partai berani mempelopori ancaman pemakzulan (impeachment) di tengah perjalannan pemerintahan. 

Presiden akan lebih luwes dan lincah mengelola kekuasaan bila ada satu golongan atau partai keras kepala memaksakan kehendaknya. Keuntungan posisi ini dapat digunakan Presiden Jokowi untuk menjalankan Pemerintahan lebih efesien dan efektif. Apalagi beliau tidak memiliki beban untuk mencari dukungan politik pada pilpres 2024.

Namun, keuntungan posisi presiden yang sangat kuat tersebut dapat juga merugikan rakyat, karena sejarawan Inggris Lord Acton mengatakan  'Power tends to corrupt, and absolute power corruptst  absolutely', kekuasaan cenderung untuk korupsi, dan kekuasaan yang absolut korupsinya absolut pula. Di sinilah dirindukan kehadiran oposisi.

Hari ini, narasi oposisi sudah tidak relevan, oposisi setengah hati, bagaikan bunga kembang tak jadi. Tetapi kesadaran berpolitik rakyat semakin cerdas memaknai oposisi,  menilai yang mana politisi oposisi sejati, siapa politisi domba berbulu macan. Rakyat akan mengawasi sendiri jalannya Pemerintahan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun