Hakekat oposisi adalah adanya efek gentar pada suatu pemerintahan akan dijatuhkan oleh kekuatan kontrol. Hari ini makna oposisi sudah tidak relevan, narasi bahwa oposisi terhormat, baik untuk demokrasi, sekedar kata-kata pelipur lara atas luka kecewa, atau kamuflase oportunis domba berbulu macan
Pertemuan rekonsiliasi Jokowi dengan Prabowo di Stasiun MRT Jakarta pada hari Sabtu (13/7/2019) telah mengubah konfigurasi kekuatan pengaruh partai-partai politik, baik di legislatif DPR maupun terhadap Presiden Jokowi sebagai kepala eksekutif.Â
Makna oposisi menjadi tidak relevan karena kehilangan efek gentar menjatuhkan pemerintahan. Oposisi telah layu sebelum berkembang.
Seandainya seluruh partai kubu pengusung Prabowo beroposisi, kekuatannya hanya sekitar 40 persen di DPR, namun kekuatan tersebut masih memungkinkan memiliki efek gentar bila oposisi memeroleh tambahan kekuatan lebih 10 persen dari partai pembelot dari koalisi pemerintahan di tengah perjalanan.Â
Kemungkinan tersebut telah sirna, tampaknya  hanya PKS berteguh hati beroposisi, dengan kekuatan hanya sekitar 50 kursi dari 575 total kursi  DPR , kekuatan yang tidak memiliki efek gentar kepada Pemerintah.
Pendapat bahwa yang dibutuhkan adalah oposisi yang konstruktif atau oposisi tanpa kebencian tidak memiliki makna apa-apa, oposisi melekat dan esensi demokrasi tanpa embel-embel. Â
Perbedaan pendapat, kritik yang membangun, ataupun menjaga keseimbangan kepentingan merupakan bagian introspeksi  internal koalisi Pemerintahan dan fungsi pembagian kekuasaan dengan legislatif. Hanya efek gentar menjatuhkan yang  membuat Pemerintahan selalu mawas diri, tanpa itu sejatinya bukan oposisi.
Efek gentar pemerintah dijatuhkan,  tidak hanya berlaku di legislatif, juga dapat muncul dalam masyarakat sipil di luar parlemen. Kekuatan oposisi rakyat sipil menekan eksekutif dan atau legislatif  atau sering disebut people  power dalam koridor konstitusi masih bagian dari demokrasi.  People  power tidaklah mudah direkayasa oleh golongan berkepentingan, harus sesuai iklim politik dan ada issu pemicu.Â
Contohnya, issu kecurangan Pilpres 2019 sangat lemah legitimasinya untuk memicu  people  power, gemanya semakin sayup, untuk tidak mengatakan  sudah tamat.Â
Ke depan tampaknya  ada golongan anti Pemerintah  mengembangkan issu pemerintahan otoriter sebagai neo orde baru, tapi lima tahun kedepan issu tersebut belum kuat mengerakkan people  power. Â
Satu-satunya yang dapat menggerakkan people  power adalah dampak krisis ekonomi luar biasa yang tiba-tiba melenyapkan kebutuhan pokok rakyat. Tampaknya Pemerintahan Jokowi aman dari kekuatan oposisi luar parlemen lima tahun kedepan.