Jadi, apabila diteliti riwayat perubahan-perubahan status hutan Pulau Rempang tersebut, dengan meninggalkan aspirasi warga masyarakat Pulau Rempang, yang bahkan diperlakukan sebagai “musuh investasi”, maka sebenarnya siapa yang menjadi pengkhianat konstitusi? Warga Rempang, ataukah mereka para pembuldozer hak-hak konstitusional warga Rempang?
Apakah usaha besar dengan investasi ratusan triliun rupiah itu berjasa dalam pembangunan ekonomi negara? Mari lihat data perekonomian Indonesia. Ternyata penyerap tenaga kerja nasional sebesar sekitar 96,92% adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha-usaha besar hanya menyerap sekitar 3,08% tenaga kerja Indonesia. Itu data Pemerintah sendiri, yakni Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Namun problem mendasarnya bukan ekonomi itu, melainkan keadilan dalam berdemokrasi. Republik Indonesia sudah disepakati menjadi negara demokrasi Pancasila, bukan negara komunis tiran ataupun kerajaan absolut.
Warga masyarakat yang pada saat pemilu diminta-minta dan dirayu-rayu untuk mencoblos, mengapa pada saat dilakukan proses-proses perubahan peruntukan sumber daya agraria di lingkungan warga, mereka ditinggalkan dan bahkan diusir-usir? Mengapa hukum yang memberikan jaminan hak kepada warga negara tersebut dilanggar seenak udelnya sendiri? Malah mereka diancam dibulldozer? Ya karena cuankrasi itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI