Jika keadaan negara ini tak sembuh-sembuh dari sakit jiwa bernama korupsi itu, Presiden akan dinilai tidak becus. Jika Presiden melakukan intervensi dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi, Presiden akan dikecam para ahli hukum. Nah, lalu Presiden harus begaimana? Presiden harus memilih melakukan intervensi penegakan hukum pemberantasan korupsi agar negara ini sembuh dari sakit jiwa itu, biarpun dikecam oleh para ahli hukum, tapi ada hasil yang membuat negara ini sembuh dari sakit jiwa dan menjadi lebih bermartabat dan beradab, bisa menyejahterakan rakyatnya. Itulah jalan revolusi, sebuah jalan yang tidak biasa.
Sampai kapan KPK akan kelelahan bergerak ke sana ke mari seperti dokter-dokter yang pontang-panting mengobati pasien dalam keadaan negara terserang wabah penyakit di mana-mana, tetapi negara ini belum menemukan vaksin dan formula untuk melenyapkan wabah itu. Apalagi jika jumlah dokternya jauh dari cukup dibandingkan luasnya negara ini?
Vaksinnya adalah termasuk penerapan e-government di seluruh Indonesia yang pernah dijanjikan oleh Presiden Jokowi saat kampanye pilpres dahulu yang katanya akan diselesaikan dalam waktu dua minggu. Ada standard layanan dengan batasan biaya, waktu dan kejelasan persyaratan, layanan yang meminimalisasi pertemuan warga dengan pejabat pelayanan pemerintahan agar tidak ada lagi alasan untuk bisa ada suap-menyuap. Begitu pula segala transaksi pembayaran harus dengan cara setor melalui bank.
Tinggal mengawasi orang-orang yang menjalankan dan mengendalikan sistem tersebut. Sebab, ibaratnya, meskipun sudah disediakan sistem rambu-rambu lalu-lintas, terkadang masih ada saja yang menerobos sistem.
Sebentar lagi Idul Fitri akan datang. Tapi seperti tahun-tahun yang lalu-lalu, Idul Fitri yang bermakna “Kembali Suci” hanyalah sekadar upacara dan kata-kata yang menghabiskan banyak ongkos di mana-mana, yang hanya makin memperkaya kaum borjuis. Idul Fitri masih belum akan mengembalikan manusia-manusia Indonesia menjadi suci terbebas dari tradisi korupsi. Idul Fitri dalam makna yang sesungguhnya masih menjadi mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H