Seorang Lurah atau Camat yang diberikan ilmu pemerintahan mungkin lebih pintar dalam pemerintahan daripada para kepala daerah, para anggota parlemen dan presiden yang tidak mempunyai pengalaman panjang dalam urusan pemerintahan. Hal ini harus dipikirkan, sehingga tidak terus berlanjut timbul fenomena ilegalitas pemerintahan karena demokrasi yang dijalankan melahirkan para pemimpin yang tidak bermutu.
Menyusun Sistem Rekrutmen Pemimpin Formal
Pada sekitar abad Ke-14 dahulu, Ibnu Kholdun menyatakan salah satu syarat pemimpin negara adalah mempunyai kecakapan atau kemampuan termasuk mumpuni secara ilmu pemerintahan, selain harus adil. Tentu saja akhlak menjadi faktor yang paling penting.
Ke depan, sudah seharusnya negara ini membuat sistem rekrutmen para pemimpin pemerintahan yang tidak melulu bergantung kepada sistem demokrasi pemilu yang asal-asalan tanpa memperhatikan kualifikasi akhlak dan ilmu para calon pemimpin.
Para calon pemimpin harus mempunyai bukti bahwa mereka sekurang-kurangnya cakap secara ilmu hukum dan pemerintahan. Memang tidak harus sarjana hukum, tetapi calon pemimpin harus memahami hukum secara umum, sebab mereka dipersiapkan untuk memimpin organisasi hukum yang bernama pemerintah.Â
Saya belum mampu menemukan metodanya yang sempurna. Tapi sekurang-kurangnya partai politik yang mencalonkan kadernya untuk menjadi calon presiden, wakil presiden, anggota parlemen, harus diwajibkan lebih dulu mempersiapkan para kadernya tersebut dengan memberikan pendidikan secara khusus dan intensif ilmu pemerintahan dan berbagai bidang hukum pemerintahan selama sekurang-kurangnya 7 (tujuh) bulan dari pencalonan. Partai-partai politik diwajibkan bekerjasama dengan kampus-kampus guna menyelenggarakan pendidikan khusus tersebut untuk menerbitkan semacam ijazah atau sertifikat keahlian ilmu pemerintahan.
Bagitu pula bagi mereka yang hendak mencalonkan atau dicalonkan menjadi pemimpin formal, termasuk calon menteri, dari jalur perseorangan (nonparpol) harus mempunyai keahlian di bidang ilmu hukum pemerintahan dan administrasi negara dengan menempuh pendidikan khusus 7 bulan yang diselenggarakan partai politik yang bekerjasama dengan kampus-kampus tersebut.
Pendidikan khusus untuk calon aparatur negara itu adalah pendidikan tanpa berbiaya, di mana kampus dan para akademisi wajib menjadi para relawan yang tidak dibayar untuk itu sebagai bagian dari pengabdian kepada negara. Hal itu untuk memberikan kesempatan yang sama pula kepada mereka yang tidak mampu secara ekonomi.
Setelah menjabat pun negara harus terus membekali ilmu aparatur negara terpilih secara berkala dan rutin melalui lembaga pembinaan aparatur negara. Presiden, para menteri dan para Kepala Daerah harus terus diberikan pendidikan khusus secara berkala, sebagaimana prinsip long life education.
Barangkali ada yang mempunyai ide lain, dalam rangka menyusun demokrasi yang lebih baik, agar tidak terpilih aparatur negara yang ilmunya asal-asalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H