Mohon tunggu...
Subagyo
Subagyo Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Pekerja hukum dan sosial; http://masbagio.blogspot.com http://ilmubagi.blogspot.com http://sastrobagio.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan Demokrasi: Dari Kamari, Hingga Orang Papua

10 November 2016   13:41 Diperbarui: 10 November 2016   13:48 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalanan ke-golput-an Arief Budiman menjadi tonggak sejarah demokrasi di Indonesia. Ia lebih dikenal oleh sejarah daripada orang-orang golput lainnya yang tidak terkenal.

Kita sulit untuk menduga bahwa pilihan golput yang diambil Arief mempunyai tendensi bagi keuntungan dirinya sendiri sebab memang ia bukan pengurus atau anggota parpol. Dalam perkembangan selanjutnya ia juga tidak pernah ikut-ikutan untuk berparpol meskipun hukum politik sekarang sudah lebih demokratis.

Lain halnya dengan Gus Dur. Ia memang terkenal sebagai pendekar dan pahlawan demokrasi. Sejak jaman Orde Baru, Gus Dur telah berjuang mengembangkan gagasan demokrasi. Sebelumnya kita belum pernah mendengar bahwa Gus Dur itu golput. Namun ketika usahanya untuk menjadi calon presiden (capres) gagal maka ia secara terbuka menyatakan golput. Dalam wawancara dengan pers Gus Dur mengatakan, "“Jika saya dilarang menjadi capres, berarti sama halnya melarang saya untuk memilih!”

Marilah kita sedikit menengok ke belakang, ketika warga NU dijaman Orde Baru yang menyalurkan aspirasi politiknya ke PPP. Waktu itu Gus Dur sempat menggiring warga NU untuk meninggalkan (menggembosi) PPP gara-gara kepengurusannya yang kurang mengakomodasi dirinya. Mungkin juga karena faktor intervensi rezim Orde Baru. Sejak saat itu para politisi NU menyebar ke Golkar, PDI dan masih ada yang tetap bertahan di PPP.

Meskipun Gus Dur dipandang sebagai demokrat, tetapi rupa-rupanya kurang bisa menempatkan kepentingan dirinya dengan gagasan demokrasi itu sendiri. Motif keluarnya Gus Dur dari PPP dahulu dibandingkan dengan sikap golputnya sekarang ini ternyata sama, yaitu sebagai bentuk protesnya terhadap keadaan yang dianggapnya “tidak adil.”

Gus Dur tampaknya sedang mutung(ngambek) setelah upayanya untuk lolos menjadi calon presiden melalui lembaga yudisiil juga gagal. Jika Gus Dur konsisten, seharusnya sikap golput tersebut tidak perlu dinyatakan secara terbuka sebab ia sudah pasti menyadari itu akan serta-merta mempengaruhi para pengikutnya meskipun secara tegas ia mengatakan “tidak mengajak orang lain untuk golput.”

Tapi memang Gus Dur sebagai pribadi tetap mempunyai hak politik untuk memilih atau tidak memilih, setelah terhalang haknya untuk dipilih.

Gus Dur – Orang Papua

Ketika pemilu 5 Juli 2004 berlangsung, Gus Dur sedang berada di kantornya di Jakarta. Ia tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di samping kantornya. Wartawan bertanya, “Mengapa Gus Dur tidak datang ke TPS?” Ia menjawab, “Kalau saya datang nanti dicurigai mendukung salah satu capres.”

Kita bandingkan dengan orang-orang Papua. Menurut liputan wartawan (Jawa Pos, 4 Juli 2004) ada orang-orang Papua yang berada di pedalaman, untuk sampai di TPS butuh waktu dua hari berjalan dan harus menginap di tengah hutan. Pertanyannya: Untuk apa mereka bersusah payah seperti itu, hanya untuk mengikuti pemilu, yang belum tentu berpengaruh besar terhadap nasib mereka? Toh, pembangunan selama itu belum menyentuh kepentingan mereka secara langsung (bagi masyarakat pedalaman), padahal di sekitar mereka terdapat perusahaan besar yang sedang mengeksploitasi kekayaan alam Papua? Itu tidak lebih merupakan cerminan semangat untuk berpartisipasi dalam demokrasi.

Jadi, sebenarnya siapa yang lebih diperlakukan tidak adil, antara Gus Dur dengan orang-orang Papua? Siapa yang lebih berpamrih untuk kepentingan dirinya di antara mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun