Kita ini kalau ngurusi perkembangan politik melulu, tanpa membaca khazanah ilmu yang lain ya itu namanya terlena. Lupakanlah sejenak Ahok, Agus, Anis! (Kok “A” semua ya? Jadinya Trio A.) Lupakan sejenak Saiful (Djarot), Sylvi dan Sandiaga! Loh, kok jadi Triple S ya? Hehe…. Semua jadinya AS-AS-AS dong…. AS singkatan Amerika Serikat apa Ane Songong? Ya semoga singkatan Ane Siplah! Mari kita tengok hal yang lain juga.
Saya di sini menuliskan tentang asal-usul istilah Arek Suroboyo. Mengapa kok ada istilah “arek”. Selain itu tulisan ini juga hendak menunjukkan bangsa mana saja yang kalah melawan Imperium Mongol dan ternyata hanya ada dua bangsa di dunia yang mampu mengalahkan pasukan Mongol secara permanen, yakni bangsa Arek (Jawa-Madura) dan bangsa Mesir.
Kita mulai: Kekaisaran Mongolia yang didirikan anak yatim menderita yang bernama Temujin, anak Ketua Suku Kiyad (Kiyan) itu, dalam sejarah tercatat sebagai kekaisaran atau imperium terbesar kedua di dunia dengan luas wilayah kekuasaan 33,2 juta km2. Imperium nomor satu di dunia adalah Britania Raya yang wilayah kekuasaannya sekitar 33,4 juta km2.
Kekaisaran Mongolia terbentang dari seluruh daratan Mongolia, China, Persia (Irak, Iran dan Ajerbaijan), India Utara, Asia Tenggara bagian Utara, Asia Barat Daya (Timur Tengah), Rusia, Asia Tengah, Korea, beberapa bagian Eropa Tengah dan Timur, Israel dan Palestina. Mongol berhasil menghancurkan kejayaan Kekhalifahan Abasyiah yang berpusat di Irak dan pernah mengalahkan Pasukan Salib Eropa. Untungnya Eropa diselamatkan oleh kematian Kaisar Ogedei Khan tahun 1241 M. Gara-gara Kaisar Ogedei Khan maka pasukan Mongol yang sedang berperang untuk menguasai Eropa ditarik pulang ke Mongol. Andaikan Kaisar Ogedei Khan tidak meninggal, mungkin seluruh Eropa takluk di bawah kekuasaan Mongolia.
Jawa-Madura Kalahkan Mongol
Tidak seluruh peperangan dimenangi oleh pasukan Mongol. Tahun 1289, Kaisar Khubilai Khan mengutus seorang duta, bernama Meng Khi, ke Kerajaan Singasari di Jawa pada masa Raja Kertanegara. Duta Mongol tersebut membawa pesan dari Kaisar Mongol agar Raja Kertanegara menyerah dan tunduk kepada Kekaisaran Mongol. Tapi utusan Mongol tersebut dipotong kupingnya oleh Raja Kertanegara dan disuruh kembali menghadap Kaisar Khubilai Khan dengan pesan bahwa Jawa tidak sudi tunduk kepada Kaisar Mongol.
Pada waktu itu di benua Eropa banyak kerajaan yang menggigil ketakutan menyerah kepada keganasan pasukan Mongolia. Tapi Kertanegara si Raja Jawa (Singasari) ini malah berani menantang Kaisar Khubilai Khan. Raja Kertanegara sudah menyiapkan kekuatan dengan usahanya menaklukkan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara guna membendung ekspansi Imperium Mongolia. Usaha penaklukan kerajaan-kerajaan di Nusantara oleh Raja Kertanegara dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu.
Dalam perkembangannya, Raja Kertanegara yang pemabuk itu tewas terbunuh karena serangan Bupati Gelang Gelang, Jayakatwang. Adipati Jayakatwang ini merupakan keturunan Raja Kediri yang bernama Kertajaya. Raja Kertajaya ini dikalahkan oleh Ken Arok, pendiri Singasari dalam Perang Genter tahun 1222. Kekalahan Raja Kertanegara juga karena faktor pengkhianatan. Menantu Kertanegara yang bernama Ardharaja berkhianat dengan bergabung dengan pasukan Jayakatwang untuk menyerang Singasari. Ardharaja adalah anak dari Jayakatwang.
Raja Kertanegara adalah orang yang menggabungkan ajaran Hindu dan Budha yang kemudian disebut agama Syiwa Budha. Dalam menjalankan ritual agamanya ia selalu mabuk. Jadi, Raja Kertanegara memang The Drunken Master di masanya. Cucu Raja Jayanegara, yakni Jayanegara yang menjadi raja Majapahit (anak Raden Wijaya), juga seorang pemabuk. Kalau Anda pemabuk, Anda bisa menjadi raja, asalkan Anda anak raja, atau berani menggulingkan kekuasaan raja.
Jadi sebenarnya Jayakatwang yang memberontak kepada Kertanegara itu adalah besan dari Kertanegara sendiri. Pemberontakan Jayakatwang kepada Raja Kertanegara didukung dan diarsiteki pula oleh Arya Wiraraja, Bupati Songenep (Sumenep) yang sakit hati kepada Raja Kertanegara karena ia dimutasi ke Madura. Nah, itu intrik-intrik kekuasaan. Jadi jelas mblo, kepentingan kekuasaan lebih besar dibandingkan dengan soal hubungan keluarga. Besan atau mertua pun dibunuh pula. Demi kekuasaan. Apalagi cuma teman sekolah atau teman separtai.
Oh ya, meski Kertanegara itu penganut Hindu-Budha (Bathara Siwa-Budha) tapi perbuatan memotong kuping duta negara lain itu tentu bukan ajaran Hindu-Budha. Itu ajaran kekejaman kekuasaan. Imperium Mongolia dan Britania bahkan jauh lebih kejam, suka membasmi penduduk taklukan. Saat Mongolia yang beragama Budha itu menguasai China, separuh populasi penduduknya dibasmi. Ketika Britania menjajah Amerika dan Australia, suku-suku Indian dan Aborigin juga dibasmi. Pembasmian-pembasmian oleh imperium Eropa yang Kristen kepada para penduduk jajahan di dunia juga bukan ajaran Yesus.
Lalu bagaimana sikap Kaisar Khubilai Khan setelah tahu bahwa utusannya, si Meng Khi, dipotong kupingnya oleh Raja Kertanegara? Kaisar marah. Dia mengutus 20 ribu anggota pasukan yang dipimpin oleh Ike Mese, yang mendarat di Hujung Galuh (Surabaya) tahun 1293. Mendengar adanya pasukan Mongol datang ke Jawa, Raden Wijaya (menantu Raja Kertanegara almarhum) memanfaatkan pasukan Mongol itu. Raden Wijaya membohongi Ike Mese bahwa raja yang memotong kuping Meng Khi adalah Jayakatwang. Maka diajaklah pasukan Mongol bergerak menuju ke Doho, ibukota Kerajaan Kediri, menyerang Raja Jayakatwang hingga akhirnya Jayakatwang tewas dan kerajaan Kediri tumbang kembali.
Nah, bagaimana kok Raden Wijaya bisa selamat dari Singasari setelah kekalahan kerajaan Singasari dalam pemberontakan Jayakatwang itu? Saat Kertanegara tewas dibunuh oleh pasukan Jayakatwang, Raden Wijaya dan pasukannya lari ke Sumenep, menghadap Bupati Arya Wiraraja, melakukan lobi politik agar Arya Wiraraja (yang menjadi arsitek pemberontakan Jayakatwang itu) mau memintakan ampunan politik kepada Jayakatwang yang sudah menjadi Raja Kediri. Raden Wijaya yang merasa sebagai ahli waris tahta kerajaan Singasari, karena putri-putri Raja Kertanegara almarhum dikawini oleh Raden Wijaya. Jadi Raden Wijaya yang beragama Syiwa Budha itu juga poligami brow….
Raden Wijaya menawarkan perjanjian kepada Arya Wiraraja, yakni: jika Raden Wijaya berhasil mengalahkan Jayakatwang dan menjadi raja Jawa, maka ia akan membagi dua wilayah kekuasaannya dengan Arya Wiraraja. Arya Wiraraja menyetujuinya, sehingga disusunlah siasat agar Raden Wijaya memperoleh ampunan politik dari Raja Jayakatwang.
Oleh karena Arya Wiraraja dipandang berjasa bagi Jayakatwang, maka Jayakatwang menyetujui permintaan Arya Wiraraja agar Raden Wijaya diampuni dan diberikan wilayah berupa hutan (hutan Tarik) yang nantinya wilayah itu bernama kota Majapahit. Dalam membuka hutan Tarik tersebut Raden Wijaya dibantu oleh orang-orang Madura yang disuruh oleh Arya Wiraraja untuk bersama Raden Wijaya. Pasukan Wijaya itu konon membawa senjata arit, sehingga mereka disebut Pasukan Arit. Tapi nggak ada palunya ya.
Istilah “arit” ini dalam dialek Madura adalah “arek”, dijadikan untuk panggilan para anggota pasukan arit itu. Itulah mengapa kemudian di Surabaya dan sekitarnya digunakan istilah “arek” untuk memanggil kawan-kawannya. “Rek mreneo Rek!” (Kawan, ke marilah!). Arek juga bisa berarti bocah atau orang muda. Nah itulah asal muasal istilah arek, yakni dari Madura.
Setelah kembali ke Jawa dan mendapatkan wilayah Majapahit itulah maka Raden Wijaya memanfaatkan pasukan Mongol untuk menyerang Kerajaan Kediri dan Jayakatwang. Maka berakhirlah riwayat Kerajaan Kediri diserang oleh aliansi Pasukan Mongol dan Pasukan Arit Raden Wijaya.
Setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri, separuh pasukan Mongol tinggal di Kediri dan separuhnya mengawal Raden Wijaya dan pasukannya kembali ke kota Majapahit dalam rangka penobatan Raden Wijaya menjadi Raja Wilatikta dan untuk mengadakan upacara penaklukan Kerajaan Wilatikta (yang beribukota di kota Majapahit) kepada Kekaisaran Mongolia.
Tapi sebelum sampai di kota Majapahit, pasukan Raden Wijaya menggempur pasukan Mongol yang bersamanya dan mengalahkannya. Lalu pasukan Raden Wijaya bergerak menuju ke kerajaan Kediri dan menghabisi pasukan Mongol yang sedang mabuk-mabukan merayakan kemenangan. Raden Wijaya menggunakan taktik “memecah konsentrasi pasukan lawan” dan berhasil. Sisa-sisa pasukan Mongol lari kembali ke negaranya, dan setelah itu imperium Mongolia sepertinya kapok untuk kembali ke Jawa. Di sini ada sejarah bahwa pasukan Mongolia yang terkenal ganas dan tangguh itu keok oleh siasat aliansi pasukan Jawa-Madura yang dipimpin oleh Raden Wijaya.
Saya tidak akan membahas realisasi perjanjian pembagian wilayah kekuasaan antara Raden Wijaya dengan Arya Wiraraja. Kisahnya terlalu panjang.
Kekalahan Mongol dari Dinasti Mamluk Mesir
Tahun 1258, Hulagu Khan yang beragana Budha itu memimpin 200 ribu pasukan menyerang Baghdad. Khalifah Almu’tashim disiksa, disuruh melihat pembantaian rakyatnya di jalanan oleh para tentara Mongol. Baghdad dihancurkan dan dilakukan pembasmian. Sekitar 500 ribu hingga 1 juta penduduk Irak dibunuh disembelih di jalanan setelah dilakukan pemerkosaan. Masjid-masjid dan rumah sakit dihancurkan, serta seluruh karya pustaka dibuang di sungai. Pasukan Mongol terkenal sebagai penghancur terhadap seluruh wilayah yang melawan. Tapi itu jelas bukan ajaran Budha yang welas asih. Itu politik militer. Orang bisa beragama apa saja dalam melakukan kejahatan.
Sekilas tentang kekhalifahan Abasyiah. Kekhalifahan Abasyiah tersebut berdiri tahun 750 M setelah mengalahkan kekhalifahan Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum diserang pasukan Mongol sebenarnya kekhalifahan Abasyiah sudah rapuh. Di abad ke-10 hingga ke-14, orang-orang Turki dan Mamluk Mesir mulai memisahkan diri dari kekhalifahan. Begitu pula tahun 909 muncul kekhalifahan Fatimiyah dari golongan Syiah yang dimulai dari Khalifah Said Bin Husain yang merupakan keturunan Fatimah Binti Rasulullah Muhammad SAW, yang wilayahnya di Afrika Utara (Maroko, Libya, Mesir, Tunisia dan Aljazair) hingga Palestina, meski akhirnya kekhalifahan Fatimiyah tumbang di tahun 1171.
Masa kekhalifahan Abasyiah yang kekuasaannya sampai ke Spanyol merupakan masa keemasan perkembangan ilmu pengetahuan yang menerangi Eropa yang masih berada dalam kegelapan ilmu.
Dalam bidang militer, kekhalifahan Abasyiah di jaman Khalifah Al Ma’mum melakukan improvisasi dengan membentuk pasukan militer professional yang direkrut dari budak-budak berasal dari Turki, Afrika Utara dan Eropa Timur. Para tentara ini dilatih secara khusus. Setelah menjadi tentara maka status mereka bukanlah budak melainkan para ksatria yang mempunyai hak istimewa sebagai para anggota militer. Para budak yang diangkat menjadi prajurit itulah yang disebut sebagai Mamluk atau Mamalik, yang kemudian diantara mereka muncul gerakan anti Arab yang melawan kekhalifahan. Kaum Mamluk itu mempunyai status sosial yang bahkan bisa lebih tinggi dari orang merdeka umumnya, sebab mereka bisa menjadi majikan.
Di Mesir, gerakan para prajurit Mamluk atau Mamalik mengambil-alih kekuasaan Dinasti Ayyubiyah tahun 1250. Dinasti Ayyubiyah ini kepanjangan tangan kekuasaan Kekhalifahan Abasyiah yang berpusat di Baghdad. Pimpinan tentara Mamluk yang bernama Aybak dan Baybars membunuh Sultan Turansyah yang mempunyai hubungan lebih dekat dengan para tentara asal Kurdi. Pada mulanya orang yang diangkat menggantikan Turansyah adalah Syajarah al-Dur yang merupakan janda mendiang Sultan Malik Al-Salih. Syajarah merupakan orang dari golongan Mamluk. Selanjutnya Syajarah dinikahi Aybak, namun kemudian ia dibunuh oleh Aybak. Lalu Aybak mengangkat Musa dari keturunan Ayyubiyah untuk menjadi sultan, tetapi Musa juga dibunuhnya sehingga akhirnya Aybak yang mengangkat dirinya menjadi Sultan Mamluk di Mesir. Baybars yang tidak menyetujui kekejaman Aybak pergi mengasingkan diri ke Syiria. Tapi tahun 1260 Baybars segera kembali ke Mesir setelah Qutuz menggantikan Ali (anak Aybak) menjadi Sultan Mamluk.
Pada tahun 1259, setelah pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan berhasil menaklukkan kekhalifahan Abasyiah di Baghdad, Hulagu Khan juga berhasil menaklukkan kekuasaan Ayyubiyah di Suriah (Syiria). Tetapi karena ada kabar bahwa Kaisar Mongke Khan meninggal dunia maka Hulagu Khan kembali ke Mongol, dan pimpinan pasukan Mongol dalam rangka penaklukan Mesir dipimpin oleh Kitbuqa.
Pada tahun 1260, pasukan Mamluk yang dipimpin oleh Baybars, Sultan Qutuz dan Ibnu Taimiyah berhasil mengalahkan serangan pasukan Mongol dalam peperangan di Ayn Jalut. penglima tentara Mongol, Kitbuqa berhasil dirangkap dan dieksekusi mati. Selanjutnya pasukan Mongol yang ada di Syiria juga diserang dan dihancurkan.
Hulagu Khan mengetahui kekalahan pasukannya tersebut ingin membalas dendam dengan mengirimkan pasukan ke Mesir. Namun pasukan Hulagu Khan dihadang oleh pasukan Berke Khan yang menguasai Rusia dan Kaukasus. Berke Khan adalah orang Mongol yang tidak setuju dengan cara-cara kejam Hulagu Khan. Berke Khan itu telah memeluk Islam dan bekerjasama dengan para penguasa muslim dalam menghadapi ekspansi Kekaisaran Mongol. Artinya, Berke Khan mulai membentuk kekuasaan sendiri dan beraliansi dengan Dinasti Mamluk Mesir.
Selanjutnya Dinasti Mamluk dikalahkan oleh Daulah Utsmaniah dari Turki alias Kesultanan Ottoman, dalam pertempuran di Kairo tahun 1517. Kekaisaran Mongolia sendiri berakhir jauh sebelum berakhirnya Kesultanan Mamluk, yakni tahun 1370. Pada tahun 1370 tersebut Kekaisaran Mongolia semakin mengalami kemunduran. Kekuasaan Mongol di China disingkirkan oleh Kaisar Hongwu dari Dinasti Ming.
Nah, dengan modal sejarah demikian, sebenarnya harapannya arek-arek sekarang bisa mengusir Imperium Neolib dari Indonesia seperti pasukan Movimiento Al Socialismo Bolivia yang mampu mengusir Imperium Neolib dari Bolivia. Meskipun ini romantisme masa lalu, tapi apa salahnya menjadi ahli waris kekuatan Pasukan Arek yang mampu mengusir Imperium Mongolia yang berkuasa di dunia saat itu.
Demikian…..kalau ada yang keliru mohon dikoreksi…!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H