Lalu bagaimana sikap Kaisar Khubilai Khan setelah tahu bahwa utusannya, si Meng Khi, dipotong kupingnya oleh Raja Kertanegara? Kaisar marah. Dia mengutus 20 ribu anggota pasukan yang dipimpin oleh Ike Mese, yang mendarat di Hujung Galuh (Surabaya) tahun 1293. Mendengar adanya pasukan Mongol datang ke Jawa, Raden Wijaya (menantu Raja Kertanegara almarhum) memanfaatkan pasukan Mongol itu. Raden Wijaya membohongi Ike Mese bahwa raja yang memotong kuping Meng Khi adalah Jayakatwang. Maka diajaklah pasukan Mongol bergerak menuju ke Doho, ibukota Kerajaan Kediri, menyerang Raja Jayakatwang hingga akhirnya Jayakatwang tewas dan kerajaan Kediri tumbang kembali.
Nah, bagaimana kok Raden Wijaya bisa selamat dari Singasari setelah kekalahan kerajaan Singasari dalam pemberontakan Jayakatwang itu? Saat Kertanegara tewas dibunuh oleh pasukan Jayakatwang, Raden Wijaya dan pasukannya lari ke Sumenep, menghadap Bupati Arya Wiraraja, melakukan lobi politik agar Arya Wiraraja (yang menjadi arsitek pemberontakan Jayakatwang itu) mau memintakan ampunan politik kepada Jayakatwang yang sudah menjadi Raja Kediri. Raden Wijaya yang merasa sebagai ahli waris tahta kerajaan Singasari, karena putri-putri Raja Kertanegara almarhum dikawini oleh Raden Wijaya. Jadi Raden Wijaya yang beragama Syiwa Budha itu juga poligami brow….
Raden Wijaya menawarkan perjanjian kepada Arya Wiraraja, yakni: jika Raden Wijaya berhasil mengalahkan Jayakatwang dan menjadi raja Jawa, maka ia akan membagi dua wilayah kekuasaannya dengan Arya Wiraraja. Arya Wiraraja menyetujuinya, sehingga disusunlah siasat agar Raden Wijaya memperoleh ampunan politik dari Raja Jayakatwang.
Oleh karena Arya Wiraraja dipandang berjasa bagi Jayakatwang, maka Jayakatwang menyetujui permintaan Arya Wiraraja agar Raden Wijaya diampuni dan diberikan wilayah berupa hutan (hutan Tarik) yang nantinya wilayah itu bernama kota Majapahit. Dalam membuka hutan Tarik tersebut Raden Wijaya dibantu oleh orang-orang Madura yang disuruh oleh Arya Wiraraja untuk bersama Raden Wijaya. Pasukan Wijaya itu konon membawa senjata arit, sehingga mereka disebut Pasukan Arit. Tapi nggak ada palunya ya.
Istilah “arit” ini dalam dialek Madura adalah “arek”, dijadikan untuk panggilan para anggota pasukan arit itu. Itulah mengapa kemudian di Surabaya dan sekitarnya digunakan istilah “arek” untuk memanggil kawan-kawannya. “Rek mreneo Rek!” (Kawan, ke marilah!). Arek juga bisa berarti bocah atau orang muda. Nah itulah asal muasal istilah arek, yakni dari Madura.
Setelah kembali ke Jawa dan mendapatkan wilayah Majapahit itulah maka Raden Wijaya memanfaatkan pasukan Mongol untuk menyerang Kerajaan Kediri dan Jayakatwang. Maka berakhirlah riwayat Kerajaan Kediri diserang oleh aliansi Pasukan Mongol dan Pasukan Arit Raden Wijaya.
Setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri, separuh pasukan Mongol tinggal di Kediri dan separuhnya mengawal Raden Wijaya dan pasukannya kembali ke kota Majapahit dalam rangka penobatan Raden Wijaya menjadi Raja Wilatikta dan untuk mengadakan upacara penaklukan Kerajaan Wilatikta (yang beribukota di kota Majapahit) kepada Kekaisaran Mongolia.
Tapi sebelum sampai di kota Majapahit, pasukan Raden Wijaya menggempur pasukan Mongol yang bersamanya dan mengalahkannya. Lalu pasukan Raden Wijaya bergerak menuju ke kerajaan Kediri dan menghabisi pasukan Mongol yang sedang mabuk-mabukan merayakan kemenangan. Raden Wijaya menggunakan taktik “memecah konsentrasi pasukan lawan” dan berhasil. Sisa-sisa pasukan Mongol lari kembali ke negaranya, dan setelah itu imperium Mongolia sepertinya kapok untuk kembali ke Jawa. Di sini ada sejarah bahwa pasukan Mongolia yang terkenal ganas dan tangguh itu keok oleh siasat aliansi pasukan Jawa-Madura yang dipimpin oleh Raden Wijaya.
Saya tidak akan membahas realisasi perjanjian pembagian wilayah kekuasaan antara Raden Wijaya dengan Arya Wiraraja. Kisahnya terlalu panjang.
Kekalahan Mongol dari Dinasti Mamluk Mesir
Tahun 1258, Hulagu Khan yang beragana Budha itu memimpin 200 ribu pasukan menyerang Baghdad. Khalifah Almu’tashim disiksa, disuruh melihat pembantaian rakyatnya di jalanan oleh para tentara Mongol. Baghdad dihancurkan dan dilakukan pembasmian. Sekitar 500 ribu hingga 1 juta penduduk Irak dibunuh disembelih di jalanan setelah dilakukan pemerkosaan. Masjid-masjid dan rumah sakit dihancurkan, serta seluruh karya pustaka dibuang di sungai. Pasukan Mongol terkenal sebagai penghancur terhadap seluruh wilayah yang melawan. Tapi itu jelas bukan ajaran Budha yang welas asih. Itu politik militer. Orang bisa beragama apa saja dalam melakukan kejahatan.