Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Taufiequrachman Ruki menjadi Ketua KPK pertama dan dilantik pada tanggal 16 Desember 2003.
Hingga saat ini KPK telah berumur 14 tahun, dan telah banyak menangkap pelaku korupsi mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif maupun dari swasta. KPK telah beberapa kali berganti pimpinan, dan dalam perjalanannya apa yang dilakukan KPK beberapa kali terdapat pro dan kontra.
Saat ini KPK tengah menghadapi "Serangan". Lembaga pemberantasan korupsi tersebut berhadapan dengan Pansus Hak Angket KPK DPR RI, saat mereka tengah mengusut kasus mega korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah. Kalau memang tujuannya Pansus ini memang fokus untuk perbaikan, tentu seharusnya tidak dilakukan saat KPK sedang mengusut kasus yang melibatkan anggota DPR.
Perkaranya bukan baik atau tidak, tapi saat untuk melakukan pengawasan kenapa musti dipaksakan bersamaan dengan pengusutan kasus yang kata Ketua KPK oknum terlibat dapat membuat geger. Hal itu tentu memunculkan pertanyaan publik, jika memang mau memperbaiki kenapa tidak dari jauh hari, saat beberapa kasus mega korupsi belum mengarah kepada kader partai politik.
Kenapa hak angket dilakukan kepada KPK disaat mereka sedang mengusut korupsi BLBI, E-KTP dan kasus lainnya.
Menurut pakar hukum tata negara Mahfud MD, menilai pembentukan pansus itu cacat hukum. Cacat hukum karena tiga hal. Pertama, subjeknya keliru. Kedua, objeknya keliru, yang ketiga, prosedurnya salah. Dari kesalahan subjek adalah karena seharusnya hak angket itu ditujukan kepada pemerintah dan bukannya pada KPK langsung. Selanjutnya, apabila mengacu pada Pasal 79 Ayat 3 UU MD3, hak angket DPR berfungsi untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah, bukan lembaga di luar struktur pemerintahan.
Kenapa PDI P Paling Getol "Serang" KPK?
Sejak digulirkannya hak angket KPK, partai PDI P dan Hanura merupakan partai yang konsisten sejak awal. Kebetulan kader mereka terseret kasus yang merugikan Negara triliunan rupiah tersebut. Selain kedua partai itu, inilah partai yang tergabung dalam Pansus, Gerindra, Golkar, PAN, NasDem, dan PPP.
PKS dan Partai Demokrat bersikukuh tidak akan mengirimkan perwakilannya ke dalam pansus, begitu juga dengan PKB. Mereka mengaku mau masuk jika KPK membutuhkan bantuan. Namun ada yang sedikit menggelitik, Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua DPR RI menjadi anggota paling getol menggulirkan hak angket tersebut. Fahri sendiri tidak mewakili partai PKS, tapi mewakili dirinya sendiri. Jika terjadi perdebatan atau voting, maka Fahri tidak akan mendapatkan dukungan dari partainya. Ibaratnya Fahri tidak punya kekuatan yang berarti.
Lalu siapa yang akan menjadi kekuatan utama dalam Pansus?. Dari sekian partai, tentu yang akan menjadi kekuatan terbesar adalah PDI P, Golkar dan Gerindra. Ketiga partai itu merupakan partai pendulang suara terbesar saat ini.
Diantara tiga partai tersebut, PDI P dan Golkar punya keterkaitan paling besar terhadap KPK saat ini. Merunut dalam pengungkapan kasus korupsi dalam dua tahun terakhir, kader PDI P paling banyak tersangkut kasus korupsi. Sebut saja lebih dari 3 kepala daerah mereka ditangkap KPK, begitu juga dengan pimpinan dan anggota DPRD. Sedangkan jika dikaitkan dengan E-KTP, ada tiga kader PDI P yang tertera namanya dalam dakwaan jaksa KPK saat sidang di Tipikor. Tiga nama itu bakal goncangkan PDI P, karena ada nama Menkum HAM, Gubernur Jateng dan Gubernur Sulawesi Utara.
Sedangkan di Partai Golkar yang terseret Ketum mereka, Setya Novanto. Jika terbukti tentu Golkar akan goyah dan tercoreng namanya.
Melihat dari jumlah dan dampaknya, PDI P tentu paling berkepentingan dengan KPK. Jika ditetapkan sebagai tersangka, maka bakal mencoreng wajah partai dan mungkin saja mereka akan membuka borok lebih besar.
Anggota Pansus dari PDI P, Masinton merupakan ujung tombak dalam menyerang KPK. Komentarnya dimedia massa sangat jelas menyudutkan KPK, mulai menyebut dengan kata lebay, banyak borok dan lainnya. Masinton juga merupakan satu dari sekian banyak anggota Pansus hak angket yang mengunjungi koruptor di Lapas Sukamiskin.
Muncul pertanyaan publik, kenapa PDI P ngotot serang KPK saat ini?. Apakah ada keterkaitan antara kader mereka yang terlibat korupsi E-KTP, balas dendam karena banyak kader tertangkap OTT, atau kasus BLBI yang disebut-sebut dapat menyeret nama Megawati.
Adik Megawati, Rachmawati menyebutkan penetapan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus SKL BLBI, kurang tegas dan kurang memperlihatkan rasa keadilan. Putri Bung Karno itu mengatakan Syafruddin adalah pelaksana dari sebuah peraturan yang memungkinkan SKL diberikan kepada debitur BLBI yang bandel.
Peraturan yang dimaksud Rachma adalah Inpres 8/2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham. Inpres 8/2002 itu ditandatangani Megawati Soekarnoputri, presiden ketika itu, pada tanggal 30 Desember 2002.
Jika KPK terus mendapatkan tekanan, bisa jadi upaya mereka dalam mengungkap kasus mega korupsi dapat terhalang. Dan tidak tertutup kemungkinan kasus-kasus tersebut tidak tuntas seperti sumber waras, Pelindo dan korupsi lainnya.
Kalau memang PDI P merupakan partai yang pro pemberantasan korupsi, seharusnya mereka tidak menghalangi upaya KPK saat ini. Sebagai partai pemenang pemilu, seharusnya PDI P memberikan contoh bagaimana bersikap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H