Mohon tunggu...
Sayyid Yusuf Aidid
Sayyid Yusuf Aidid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Saya adalah seorang dosen agama yang moderat yang suka membaca dan menulis. Genre bacaan saya yaitu religi dan tasawuf. Adapun saya mengajar Agama Islam di Universitas Indonesia dan Politeknik Negeri Jakarta. Link : www.yusufaidid.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Orang Dahulu Lebih Berkah?

26 Juni 2023   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2023   06:35 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Cak Khairan 

Sering kita mendapati pembicaraan, "Ane tau dulunya dia cuma dagang es keliling, eh sekarang jadi pengusaha sukses." Hal itu umumnya terjadi karena keberkahan orang dahulu beda dibanding orang sekarang. 

Penanaman akidah "Allahu Al-Shamad (Allah tempat bergantung) itu tinggi." Sehingga orang dahulu yakin rezeki yang diterima hari ini akan berbeda yang Allah kasih esok hariya. Atomatis qanaah hadir pada keluarganya. Bahkan anak-anak zaman dahulu diberi makan nasi sama garampun ia terima.

Di sisi lain takwa orang zaman dahulu berbeda sama zaman sekarang. Takwa disini dimaknai yaitu kedekatan dan ketakutan kepada Allah melalui menerapkan pendidikan agama secara kontinue di keluarga. 

Sebab di tahun 1990-an masih didapati orang tua masih mengajari anak-anaknya iqro (buku untuk bisa membaca al-quran) pada waktu selepas shalat magrib. Sehingga ketelatenan dalam mendidik keluarga tersebut akan menghasilkan anak-anak yang sukses. Apalagi sopan santun anak dahulu terhadap orang tua masih sangat terjaga. Mulai dari cium tangan bolak-balik hingga ketika sampai melihat orang tua itu dengan rasa takut.

Di samping itu orang-orang tua dahulu jika anak-anaknya agak susah diatur maka ibunya mengambil air wudhu langsung shalat sunnah mutlaq dua rakaat dan shalat taubat lalu mengangkat tangan untuk mendoakan keturunannya. Kondisi tersebut agaknya di zaman now jarang ditemukan, sehingga jika anak-anaknya kurang baik maka keluar kata-kata yang tak pantas.

Saya teringat kisah Alm. KH. Masyhuri Sahid, ketika beliau kecil, tamu-tamu datang ke rumah orang tuanya di saat lebaran. Lalu Masyhuri Sahid kecil menarik taplak di meja makan yang kala itu ada berbagai makanan. Lalu jatuhlah piring dan beberapa makanan yang sudah dihidangkan. Namun ibunya tak marah malahan berkata, "Cah pinter, Insha Allah kamu jadi calon kyai besar." Perkataan ibunya jadi doa dan jadi kenyataan.

Adapun orang-orang tua dahulu mempunyai sikap tegas kepada anak-anaknya. Tegas terhadap peraturan yang dibuat di rumah. Mulai dari waktu sekolah, mengaji, hingga waktu bermain. 

Biasanya orang-orang Betawi dahulu menyekolahkan anaknya secara formal di pagi hari dan menyekolahkan anaknya di madrasah dinniyah atau Taman Pendidikan Al-Quran di waktu sore hari. Waktu malamnya biasanya waktu untuk ditanya tentang pelajaran oleh orang tuanya.

Menjelang magrib, orang-orang dahulu melarang anak-anaknya berkeliaran di luar rumah. Kebiasaannya yaitu menutup rumah rapat-rapat ketika adzan berkumandang. Maka ada pepatah betawi, "Kalau pintu rume ga ditutup pas adzan Maghrib, setan masuk ke rumah elu. Soalnye setan lagi tekentut-kentut ketika muazin sedang adzan." Sebagian anak mereka dibawa ke masjid untuk solat magrib berjamaah.

Lazimnya orang-orang dahulu mandi sekitar jam setengah tiga pagi. Mereka berkeyakinan mandi menjelang subuh itu membuat tubuh kuat dan sehat. Setelah mereka mandi lalu berwudhu dan mengambil sajadah untuk tahajud, kemudian mengadahkan tangannya untuk berdoa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun