Radikalisme dalam agama ibarat pisau bermata dua, di satu sisi, makna positif dari radikalisme adalah spirit menuju perubahan ke arah lebih baik yang lazim disebut ishlah (perbaikan) atau tajdid (pembaharuan). Dengan begitu radikalisme tidaklah bisa disamakan dengan ektrimitas atau kekerasan, ia akan sangat bermakna apabila dijalankan melalui pemahaman agama yang menyeluruh dan diaplikasikan untuk ranah pribadi. Namun di sisi lain, radikalisme akan menjadi berbahaya jika sampai pada tataran ghuluw (melampaui batas) dan ifrath (keterlaluan) ketika dipaksakan pada pemeluk baik internal agama maupun agama lain. (Emna Laisa:2014:2)
Seorang tokoh agama terkemuka, KH. Hasyim Muzadi, yang ditemui ketika mengisi seminar nasional tentang deradikalisasi agama melalui peran mubalig di Jawa Tengah pada tahun 2016, mengatakan bahwa seseorang boleh saja berpikir secara radikal (berpikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya) dan memang seharusnya seseorang seharusnya berpikir secara radikal. Akan tetapi hasil pemikiran tersebut akan berbahaya jika sudah menjadi pemahaman yaitu mazhab atau ideologi, karena jika sudah menjadi pemahaman seseorang tersebut akan keras dalam memaksakan hasil pemikirannya terhadap orang lain atau kelompok lain. Maka hal tersebut disebut dengan radikalisme. (https://www.youtube.com/watch?v=d0P-5t2pd6A)
Oknum-oknum yang membawa radikalisme dalam Islam, menganggap bahwa  Islam adalah sistem agama yang lengkap dan karenanya Indonesia harus diperintah berdasar Islam. Sistem politik Indonesia sekarang dianggap sebagai thogut, karenanya harus diganti dengan sistem Islam. Kalangan teroris menjadi isu ini sebagai ideologi yang harus mereka perjuangkan. Karena agama dianggap sebagai ideologi, maka mereka mengusulkan bahwa agama menjadi salah satu cara penyelesaiannya. Akan tetapi hal yang menarik adalah mereka tidak begitu setuju dengan cara pemerintah dengan proyek deradikalisasi yang ditujukan kepada mereka. (Syafiq Hasyim, 2018)
Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa radikalisme merupakan sikap berlebihan dari seseorang atau atau kelompok dalam beragama, yaitu sikap ketidaksesuaian antara akidah dengan prilaku, antara yang seharusnya dengan realitas, antara agama dan politik, antara ucapan dan tindakan, antara yang dingankan dengan yang dilaksanakan, serta antara hukum yang diisyaratkan oleh Allah dengan produk hukum manusia itu sendiri. (Yusuf Qardhawi:2014:127)
Berdasarkan pemaparan di atas tentang radikalisasi maka jika tidak dicegah eksistensinya di masyarakat maka akan menimbulkan keresahan dan terjadi ketakutan serta kekhawatiran di masyarakat. Cara pencegahan radikalisasi tersebut dengan dakwah yang humanis. Dakwah humanis meupakan dua istilah yang digabungkan, dan memiliki makna satu proses atau usaha untuk mengajak dalam hal kebenaran dan beriorientasi pada pembentukan jati diri manusia yang manusiawi untuk meraih kedamaian, kebijaksanaan, dan keadilan. Dakwah Islamiyah yang humanis perlu memperhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia itu sendiri, baik secara individual maupun komunal dalam melakukan dakwah. Aspek-aspek tersebut adalah dari psikologis, sosiologis, antropologis, edukatif, dan kultural. (Nuruzzaman:2011:47)
Quraish Syihab mengatakan bahwa ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan untuk tegaknya menanggulangi radikalisme: (Quraish Syihab:2022:183)
1.Pemahaman yang benar terhadap teks-teks terperinci al-Quran dan Sunnah dengan memperhatikan maqashid al-Syari'ah (tujuan kehadiran agama), kemudian upaya penyesuaian penerapan antara ajaran Islam yang pasti lagi tidak berubah dengan perkembangan zaman dan masyarakat yang terus berubah
2.Kerja sama dengan semua kalangan umat Islam dalam hal-hal yang disepakati dan bertoleransi dalam perbedaan serta menghimpun antara kesetiaan terhadap sesama mukmin dengan toleransi terhadap non-muslim.
3.Menghimpun dan mempertemukan ilmu dengan iman, demikian juga kreativitas material dan keluhuran spiritual, serta kekuatan ekonomi dan kekuatan moral.
4.Penekanan pada prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan dan sosial seperti keadilan, syura, kebebasan tanggung jawab, dan hak-hak asasi manusia.
5.Mengajak kepada pembaruan sesuai dengan tuntunan agama serta menurut dari para ahlinya untuk melakukan ijtihad pada tempatnya.