Mohon tunggu...
Sayyid Yusuf Aidid
Sayyid Yusuf Aidid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Saya adalah seorang dosen agama yang moderat yang suka membaca dan menulis. Genre bacaan saya yaitu religi dan tasawuf. Adapun saya mengajar Agama Islam di Universitas Indonesia dan Politeknik Negeri Jakarta. Link : www.yusufaidid.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjaga Ukhuwah dengan Budaya-Budaya yang Positif

10 November 2022   14:55 Diperbarui: 10 November 2022   15:11 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kedermawanan merupakan salah satu sifat terpuji dari kehidupan bermasyarakat. Syekh Muhammad Jamaluddin berkata bahwa seseorang yang dermawan itu memiliki ahlak para nabi-nabi alaihim salam dan ia pondasi dari tujuan keberhasilan dan kesuksesan.[3]

Al-Quran sangat menaruh perhatian pada orang-orang yang senantiasa mendermakan harta mereka. Kedermawanan tidak selalu dimiliki pada orang-orang yang mempunyai harta, tetapi siapapun yang ingin berbuat ihsan. Sebagaimana firman Allah di surat al-Imran ayat 134:

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai burulorang-orang yang berbuat kebajikan.(QS:Al-Imran:134)

Abu Fadhl al-Lusi memberikan keterangan berbagai makna berinfak di waktu lapang dan di saat sempit. Beliau memberikan gambaran makna di saat gembira atau murung, di saat masih hidup atau sesudah wafat (dalam bentuk wasiat), berinfak dalam kondisi yang mudah seperti infak kepada anak dan kerabat dan yang sulit seperti infak kepada musuh.[4]  Adapun rasulullah di dalam hadisnya menerangkan banyak sekali dari pada keutamaan-keutamaan orang yang mendermakan hartanya. Diantaranya Rasulullah bersabda bahwa ada dua akhlak yang Allah cintai yaitu akhlak yang baik, dan mendermakan hartanya, ada ada dua akhlak yang Allah benci yaitu buruknya akhlak dan pelit, dan apabila Allah menghendaki hambanya yang baik yaitu dengan menggunakan hartanya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. 

Hadis lain juga menyebutkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya seseorang yang mendermakan hartanya itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan syurga, dan jauh dari api neraka. Sedangkan orang yang pelit itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari syurga, dan dekat dari api neraka .   Melalui hadis-hadis tersebut bahwa nabi menginginkan umatnya untuk mendermakan hartanya berapun yang ia mampu. Karena harta yang dimiliki seseorang muslim yaitu pemberian dari Allah. Sehingga harta itu perlu dibersihkan dengan cara memberikan orang lain yang tidak mampu (mustahiq). Sebagaimana Firman Allah Swt:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."(QS:At-Taubah:60)

Maka kedermawanan akan menafikan kesenjangan sosial yang ada. Pasalnya, jika orang Islam yang ekonominya baik terus mendermakan hartanya kepada orang kurang mampu maka ukhuwah Islamiyahnya terjaga. Hal ini telah dipraktekkan oleh Sayyidina Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah di zaman Bani Abbasiyah, memperhatikan rakyatnya yang ekonominya kelas menengan ke bawah.

c. Budaya saling menasehati 

 

Tanggung jawab sosial tidak selalu bersifat kebendaan, karena kebutuhan manusia juga tidak selamanya berkaitan dengan kebendaan saja, tetapi tak kalah pentingnya adalah tanggung jawab sosial yang berkaitan dengan immateri.[5] Banyak orang yang dapat menghadapi masalah dengan masalah jasmaniyah akan tetapi tak berdaya dalam menghadapi persoalan-persoalan psikis. Misalnya, seseorang yang selalu termaginalkan dalam suatu komunitas. Ia akan merasa dirinya tidak mempunyai peluang untuk maju dalam perkembangan zaman. Apalagi orang-orang di sekitarnya, tidak peduli walaupun ia teman sejawatnya. Sehingga ia tidak punya tempat untuk berbagi cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun