Mohon tunggu...
Sayyid Yusuf Aidid
Sayyid Yusuf Aidid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Saya adalah seorang dosen agama yang moderat yang suka membaca dan menulis. Genre bacaan saya yaitu religi dan tasawuf. Adapun saya mengajar Agama Islam di Universitas Indonesia dan Politeknik Negeri Jakarta. Link : www.yusufaidid.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjaga Ukhuwah dengan Budaya-Budaya yang Positif

10 November 2022   14:55 Diperbarui: 10 November 2022   15:11 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negeri dengan tingkat kebinekaan tertinggi di dunia. Pasalnya, kebinekaan tersebut terlihat dari banyaknya suku, ras, budaya, dan agama. Keadaan tersebut bisa memicu konflik dan disintegrasi bangsa. Maka, warga negara Indonesia harus menjaga ketiga pilar ukhuwah, ukhuwah Islamiyah, ukhuwah insaniyah, dan ukhuwah wathoniyah dengan budaya-budaya yang positif. Budaya-budaya tersebut yaitu budaya gotong royong, budaya kedermawanan, dan budaya saling menasehati.

a. Budaya gotong royong

 

            Gotong royong, ciri khas bangsa Indonesia sedari dahulu. Ciri khas tersebut adalah untuk memudahkan pekerjaan, teruratama, yang terkategori berat, dilakukan bersama-sama tanpa pamrih. Sikap gotong royong pada dasarnya adalah melakukan sesuatu secara bersama-sama sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki[1]. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diharapkan oleh Al-Quran agar manusia saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Surat al-Maidah:2 menjelaskan tentang keharusan tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan.

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."(QS:Al-Maidah:2)

Namun gotong-royong di zaman modern ini, budaya yang semakin terkikis. Hal ini disebabkan oleh tekanan budaya (cultural pressure) individualistik dan orientasi pada uang (dengan jargon time is money). Bahwa masyarakat memang selalu mengalami transformasi yang tentu dapat dipahami. Persoalannya adalah bagaimana upaya kita agar transformasi itu tidak  menjauh dari nilai-nilai alquran yang menjadi pedoman hidup.

Keinginan manusia yang bersifat kebendaan membawa manusia lari dari nilai-nilai alquran. Seperti matrialisme telah membatasi manusia untuk mengaplikasikan nilai-nilai luhur dan masuk kepada ke wilayah pemenuhan syahwat keduniaan saja. Disinilah sikap simpati antara manusia akan hilang. Seseorang hanya mementingkan diri pribadi bukan mementingkan kebersamaan (ukhuwah). Kondisi ini akan berimplikasi sikap acuh satu sama lain.

Apabila kita melihat fenomena pada masayarakat modern, antara tetangga saja tidak saling mengenal. Hal ini berlawanan dengan sabda Rasulullah: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tetangganya.”. Melalui hadis tersebut Imam Ghazali menyatakan bahwa diantara tetangga mempunyai hak-hak yaitu memberi salam, tidak memperbanyak bicara, tidak banyak bertanya atas sesuatu hal, menjenguknya apabila sakit, membantunya jika ia terkena musibah, menghiburnya jika dalam duka, memberikan ucapan selamat kepadanya jika ia sedang gembira, membaur dalam keadaan senang dengannya, meminta maaf jika ada salah kepadanya, tidak memperhatikan sisi auratnya, dan  tidak mempersempit pagar rumahnya dengan perkakas.[2]

Maka disinilah letak dari ukhuwah yang paling mendasar, yaitu sesama tetangga mempunyai rasa persaudaraan walaupun ia berbeda pemikiran, pemahaman, bahkan berbeda agama. Karena kerukunan antar tetangga akan membawa dampak bagi persatuan dan kesatuan suaru negara. Sebagaimana Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan yang manis bagi seseorang, lantas ada sahabat yang bertanya, wahai Rasulullah apa itu kabaikan yang manis tersebut? Ia mencintai kepada tetangganya.

b. Budaya Kedermawanan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun