Morris et al (2007) menyatakan bahwa  dalam konteks keluarga, peran orang tua dalam regulasi emosi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
- Sebagai figure model
Orang tua yang emosional akan membuat anaknya menjadi emosional juga. Hal ini bukanlah faktor keturunan melainkan frekuensi.
- Sebagai pendidik regulasi emosi
Morris (2007) mengatakan bahwa orang tua berperan aktif dalam menumbuhkan kemampuan regulasi emosi anaknya. Hal ini dapat berupa pengarahan untuk meregulasi emosi dan memberi dorongan kepada anak untuk dapat mengontrol emosinya
- Sebagai pencipta iklim emosional dalam keluarga
Iklim keluarga dapat dibentuk berdasarkan gaya pengasuhan, kelekatan antara orang tua dan anak, kebebasan keluarga dalam mengekspresikan emosi serta keharmonisan keluarga.
Peran sosialisasi terhadap regulasi emosi
Sosialisasi merupakan respon orang tua terhadap pengalaman emosi dan ekspresi emosi anak. Berdasarkan studi literatur, terdapat 3 mekanisme sosialisasi yang mengacu pada Halberstadt ( dalam Denham, Mitchell-Coppeland, Stanberg, Auerbach, dan Blair, 1997 ), 3 mekanisme sosialisasi tersebut ialah :
- Modelling hypothesis
Ialah cara orang tua dalam mengekspresikan emosi, orang tua mengajarkan tentang apa saja yang dapat diterima dalam keluarga serta bagaimana pada situasi tertentu dapat memunculkan emosi tertentu.
- Contingency hypothesis
Merupakan respon dukungan orang tua akan membantu anak dalam memaksimalkan ekspresi emosi positif dan meminimalkan emosi negative, serta membedakan emosi.
- Coaching hypothesis
Ialah cara orang tua dalam mengajarkan emosi berkontribusi dalam ekspresi emosi anak dan reaksi emosi terhadap teman sebaya-nya.
Pentingnya regulasi emosi
Pentingnya regulais emosi bagi anak ditunjukkan oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa regulasi emosi berkaitan dengan kompetensi social dan juga akademik anak. Dalam kompetensi social, kemampuan mengelola emosi pada anak berkorelasi positif dengan kualitas anak dalam bersosial. Misalnya, interaksi social, adaptasi social, empati yang tinggi, dan sedikit interaksi negative dengan teman sebayanya. Dalam kompetensi akademik, kemampuan anak usia dini dalam meregulais emosi berkaitan dengan keberhasilan akademik anak, produktivitas di kelas, serta prestasi dalam hal membaca dan juga matematika.