Mohon tunggu...
Syyda
Syyda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Believe that you can

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembuktian

18 Februari 2023   11:46 Diperbarui: 18 Februari 2023   11:52 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mbak, minta tolong kuenya nanti diangkat ya, saya mau ada urusan sebentar"

"Oh, iya mbak, siap"

Aku segera melangkah keluar dari dapur saat sudah mendapat jawaban siap dari mbak Heni. Beliau adalah salah satu karyawan di "Zi Bakery". Toko kue yang kami-aku dan ibuku rintis beberapa tahun yang lalu. Kalau mengingat bagaimana kehidupan kami dahulu rasanya mustahil sekali bisa mendirikan toko kue sebesar ini sekarang. Sejak kecil aku hanya dirawat seorang diri oleh ibu, entah aku juga tidak tahu kemana perginya lelaki yang harusnya aku sebut ayah itu pergi. Yang jelas ibu tidak pernah mau menjelaskan.

Dulu aku pernah sekali bertanya perihal itu. Saat itu aku baru pulang berkeliling menjual kue basah buatan ibu, ketika di tengah jalan anak-anak seusiaku yang baru pulang sekolah tiba-tiba mencegat dan memberantakkan barang dagangan yang aku bawa. Mereka menertawakan aku yang menangis, menginjak-injak kue yang susah payah aku bersihkan dan mengejek aku habis-habisan.

"Haha Ziya anak miskin"

"Ziya kasihan banget sih kamu, ayahmu pergi sama perempuan lain ya.. hahaha"

"Kasihan dia nggak bisa sekolah, huhu rasain"

"Makanya jangan miskin"

"Nggak sekolah, miskin, trus mau jadi apa kamu nanti?? Hahahaa....."

Kira-kira seperti itu hinaan mereka terhadapku. Karena sudah tidak kuat, akhirnya aku biarkan saja beberapa kue yang belum sempat aku pungut kembali. Dengan mengandalkan kekuatan lari yang tidak seberapa cepat, aku menghindari ucapan menyakitkan yang mereka lontarkan.

Ibu kaget kala melihat aku pulang dengan menangis, beliau membimbingku masuk lalu mengambilkan segelas air yang segera aku tandaskan.

Beberapa saat hening. Ibu membiarkanku tenang dengan memeluk dan mengelus lembut punggungku. Setelah tangisku reda ibu memegang kedua pundakku dan menatap dalam kedua mataku.

"Kenapa nak? Ziya kenapa?" tanya beliau dengan suara yang seperti biasa, lembut dan menenangkan.

Aku diam sejenak. Mengambil napas Panjang lantas meloloskan kalimat yang sudah kusiapkan. "Bu, sebenarnya kemana ayah Ziya pergi?"

Raut wajah ibu tampak berubah seratus delapan puluh derajat. Bukan sedih, tapi seperti orang yang menyimpan emosi dan kekecewaan mendalam.

"Kenapa Ziya bertanya?"

"Tadi di jalan, teman-teman mengejek Ziya bu. Mereka bilang Ziya anak miskin, mereka juga bilang kalau ayah pergi sama perempuan lain." Aku kembali meneteskan air mata.

"Ziya, kamu tidak perlu tahu kemana ayahmu pergi. Ayahmu orang baik, beliau tidak seperti apa yang teman-temanmu katakan. Tapi ibu mohon jangan bertanya tetang dia lagi ya." Ucap Ibu memohon. Aku bingung, tapi tetap mengangguk menyetujui.

Setelah hari itu aku tidak berani lagi bertanya tentang dimana lelaki itu, siapa namanya atau bagaimana rupa wajahnya. Bukannya apa, hanya saja aku rasa tidak perlu mempertanyakan orang yang belum tentu dia juga peduli pada kita. Apalagi jika hal itu membuat ibu, wanita kesayanganku harus sedih dan kecewa.

***

"Halo, Assalamu'alaikum Ibu"

"Wa'alaikumussalam, Ziya di mana kok nggak ada di toko?"

"Ziya keluar sebentar Bu, ada meeting sama klien yang semalam Ziya ceritakan."

"Oh begitu, ya sudah hati-hati di jalan nak. Ibu tunggu di toko ya"

"Iya, ibu jangan ngapa-ngapain loh. Nanti kecapekan"

"Iya, Ibu duduk di tempat biasa. Ya sudah ibu tutup nak. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam Bu."

Kumasukkan telpon ke dalam sling bag peach favoritku lalu mengunci mobil sebelum masuk ke dalam caf. Baru saja bel pintu berdenting saat aku membuka pintu, dari kejauhan nampak seorang perempuan melambaikan tangan ke arahku.

"Mbak Nadia?"

"Iya benar, ini Ziya yang punya Zi Bakery kan ya?"

Aku mengangguk lalu mengambil tempat di sampingnya. Mbak Nadia memanggil waiters lalu memintaku pesan minum dulu sebelum melanjutkan diskusi. Segelas latte sepertinya cocok untuk hari ini. Aku juga memesan beberapa camilan supaya pertemuan kita ini tetap terkesan santai.

"Gimana mbak Nad? Mau langsung diskusi aja?"

"Boleh mbak, saya langsung kasih gambaran yang saya mau aja ya?"

"Boleh, oh iya panggil Ziya aja."

Mbak Nadia terkekeh, "Oke, Ziya. Jadi saya pengennya gini..."

Mbak Nadia menjelaskan detail kue pernikahan yang ia inginkan. Aku memegang tab untuk menggambarkan kira-kira bagaimana model kue yang cocok. Sesekali aku tunjukkan hasilnya dan dia akan mengomentari atau memberi revisi di bagian yang kurang sesuai.

Ya, hari ini aku meeting untuk bertemu klien yang memesan wedding cake. Sekitar satu tahun setelah Zi Bakery buka, aku mulai melebarkan sayap untuk menerima pesanan-pesanan cake. Mulai dari acara ulang tahun, wedding, anniversary, dan acara lain sesuai pesanan customer. Kalau memungkinkan akau pasti akan mengajak si pemesan bertemu secara langsung. Tapi kalau sekiranya pemesan dari luar kota dan tidak memungkinkan bertemu, aku mengambil jalan tengah untuk berdiskusi via online.

"Sempurna!!" komentar mbak Nadia pada desain terakhir yang aku tunjukkan. Ia mengamati detail gambar kue itu sebelum akhirnya kami berjabat tangan tanda sepakat dengan keputusan desain akhir. Sebelum pertemuan ini berakhir, kami sempat ngobrol beberapa hal. Namun perbincangan terhenti saat aku mendapat panggilan dari toko untuk segera kembali. Katanya ada pelanggan penting yang ingin bertemu. Aku berpamitan pada mbak Nadia dan menyisipkan doa untuk kelancaran acara pernikahannya.

"Eh, maaf maaf. Saya nggak sengaja"

Aku berhenti seketika saat segelas kopi panas menumpahi tangan, baju, bahkan sampai kakiku. Panas. Kepalaku terangkat saat sebuah tisu disodorkan, sembari mengamati wanita yang tadi menabrakku, aku membersihkan bekas kehitaman di bagian lengan baju.

"Nggak papa mbak, maaf saya juga nggak hati-hati" ucapku sebelum berpamitan dan pergi dari sana.

Di jalan menuju Zi Bakery aku memikirkan wanita tadi. Wajahnya cukup familiar. Apa kami pernah bertemu sebelumnya? Atau kita justru saling mengenal. Tapi dia siapa? Sungguh pikiranku masih belum beralih sampai aku masuk ke toko kue.

Namun semua rasa penasaran tadi hilang saat kakiku melangkah memasuki Zi Bakery. Ruangan cukup luas yang biasanya ramai pengunjung ini mendadak sepi, dan digantikan dengan hiasan-hiasan khas pesta. Ada balon, pita-pita dan tulisan "Happy Birthday Ziyane Arshana" di tembok dekat kasir.

Di depanku berdiri ada sebuah meja kecil dengan kue ulang tahun yang dikelilingi beberapa orang. Ada ibu, mbak Heni, Rafa, dan karyawanku yang lain. Dan ah, sosok itu. Lelaki bertubuh tegap dengan mata elang itu tersenyum menatapku dalam. Aku mendekat kepada mereka, meniup lilin berangka 25 lalu memeluk ibu. Wanita hebat yang selalu berjuang untuk aku.

 "Selamat ulang tahun kesayangan Ibu. Putri Ibu yang paling hebat. Semoga keberkahan selalu menyertai Ziya selamanya"

"Aamiin, terimakasih Bu. Kalau nggak ada Ibu, Ziya nggak akan bisa berdiri di sini." Air mataku tumpah di pelukannya

Aku beralih, menyalami satu persatu orang-orang hebat yang membuat Zi Bakery bisa sebesar ini. Lalu mereka kupersilakan memakan kue yang ada, hari ini juga para pengunjung aku berikan diskon dua puluh lima persen untuk setiap pembelian. Hitung-hitung syukuran atas segala berkah dan rezeki yang aku terima hingga saat ini.

***

            Saat ini aku tengah menikmati suasana lantai dua Zi Bakery. Duduk di sofa dengan pemandangan yang langsung mengarah ke area perkebunan. Di depanku sudah terpampang beberapa catatan pekerjaan yang harus aku periksa dan selesaikan segera. 

"Maaf mbak, di bawah ada yang mau ngelamar pekerjaan." Rafa datang mengejutkanku, membuat fokusku terpecah. Aku mengernyitkan dahi seingatku tidak ada iklan lowongan pekerjaan yang kami sebar.

"Bukannya kita nggak lagi buka lowongan pekerjaan ya?"

Rafa mengangguk, "Iya mbak, tapi itu orangnya maksa pengen ketemu mbak Ziya."

"Oke, suruh dia duduk dulu, nanti aku turun." Rafa pergi sesaat setelah mendapatkan instruksi dariku.

Setelah menyimpan file yang sempat kukerjakan, akhirnya kini aku turun menemui orang yang Rafa maksud. Begitu melihat aku datang, Rafa segera menghampiri dan membawaku ke sebuah meja.

"Permisi mbak, ini mbak Ziya owner Zi Bakery" ucap Rafa membuat wanita yang tengah melamun itu menoleh. Begitu mata kami beradu, ia langsung melotot tidak percaya.

"Kamu Ziya?"

"Iya, ini saya Ziya."

"Kamu ingat aku kan Zi? Ini aku Gita, teman masa kecil kamu."

Teman masa kecil? Dahiku mengernyit. Seingatku dulu aku tidak memiliki teman satu pun. Dan Gita? Nama sekaligus wajah ini terasa familiar. Beberapa saat kemudian aku ingat, wanita ini adalah orang yang sama yang tadi tidak sengaja menabrakku. Dan sepertinya aku juga ingat satu hal, dia adalah salah satu dari segerombolan anak yang pernah menghancurkan daganganku dan mengejekku habis-habisan. Dia adalah anak yang dulu meneriaki aku "Nggak sekolah, miskin, trus mau jadi apa kamu nanti??" Ya, aku ingat sekarang.

Aku menjelaskan padanya bahwa kami sedang tidak membutuhkan karyawan baru, tapi Gita ngotot meminta pekerjaan dariku. Ia bercerita, tahun lalu  diDO dari kampus sebab skripsinya molor terlalu lama, sudah berbulan-bulan mencari pekerjaan di kota ini tapi belum ada satupun yang berhasil. Katanya, "masa kamu nggak kasihan sama temanmu ini." Oke baik, akhirnya kuputuskan untuk meletakkannya di cabang ke lima Zi Bakery yang baru saja buka. Di sana masih ada beberapa pekerjaan yang kosong.

Gita mengucapkan terimakasih seraya memelukku, ia bahkan menangis dan meminta maaf atas ucapannya yang sangat keterlaluan dulu. Aku hanya mengangguk dan menjawab bahwa aku sudah memaafkan semua masa lalu itu. Dan ternyata benar, bahwa orang yang suka meremehkan belum tentu lebih baik dari orang yang diremehkan. Beberapa perlakuan yang menyakitkan tidak perlu kita balas dengan hal yang serupa. Karena balas dendam terbaik adalah dengan menjadi yang lebih baik.

End

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun