Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Rian Seong, Gempuran Kenangan, dan Lukisan yang Hilang

9 Januari 2020   11:05 Diperbarui: 9 Januari 2020   11:25 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca Mama Lin, Membayangkan Mama Sediri

Saya akan membagikan pengalaman membaca Lukisan yang Hilang . Buku sederahana ini tak cocok diabaca oleh mereka-mereka yang mengidamkan tulisan-tulisan dengan gaya bahasa ilmiah, juga mereka yang megidamkan tulisan dengan gaya bahasa yang terlampau puitis. Buku ini biografi mini diperindah dengan puisi-puisi kehilangan dan penggalan-penggalan doa. 

Saya anggap penggalan, sebab kesempurnaan doa selalu disimpan pemiliknya---hanya di hadapan Tuhan ia sampaikan seluruhnnya.  Rian Seong, memilih mengarsipkan kenangan, doa-doa, dan puisi untuk Mama Lin lewat sebuah buku ringan yang dapat dibaca dalam situasi apa saja. 

Dalam situasi kehilangan, buku ini seumpama obat, dalam situasi bahagia, buku ini adalah pengingat, dalam keadaan sedih, buku ini adalah motivasi. Buku sederhana ini disusun untuk diterima semua orang. 

Mengapa? Karena setiap orang memiliki ibu. Dan setiap yang memiliki ibu selalu merindukannya dengan cara yang aneh. Inilah cara Rian merindukan ibunya---dan kita pun turut.

Saya turut meneteskan air mata pada bagian-bagian tertentu, alasannya klasik. Meski tak sama, ada dua ibu terbayang di kepala. Mama Lin, yang saya baca ceritanya dalam Lukisan yang Hilang, dan mama saya sendiri. 

Sebuah buku sederhana yang ketika dibaca banyak kenangan berlarian di kepala. Membaca sekaligus memutar kembali kenangan-kenangan hidup bersama Mama. Begitulah, sebuah kesederhanaan kadang lebih menyentuh, sederhana memang tak terhingga.  

Buku ini menceritakan ajaran-ajaran hidup dan masa kecil Rian (sekeluarga) bersama Mama Lin. Tulisan yang pada akhirnya menyadarkan kita bahwa, setiap pertemuan adalah perpisahan. Setiap awal memiliki akhir. Setiap kebersamaan adalah kesendirian. Setiap yang bernyawa akan pergi. 

Buku ini membawa refleksi, bahwa sebelum kehilangan---perpisahan---akhir---kesendirian itu benar-benar datang, kita adalah manusia merdeka yang berpeluang menciptakan kebaikan-kebaikan. Setiap kebaikan itu akan menjelma lukisan indah yang terbingkai dalam dada. Dan Mama Lin, lukisan indah Rian Seong yang hilang itu, masih terbingkai di dalam dadanya.

Kupang, 09 Januari 2020

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun