Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku "Sastra Lisan: Kajian Teori dan Penerapannya dalam Penelitian"

2 Januari 2020   14:29 Diperbarui: 2 Januari 2020   16:05 2286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Sastra Lisan: Kajian Teori dan Penerapannya dalam Penelitian (dokumen pribadi)

Sampai suatu hari ketika saya kembali ke Jakarta pada Maret 2018 lalu, sebuah buku berjudul Sastra Lisan, Kajian dan Penerapannya dalam Penelitian menarik perhatian ketika mampir di Gramedia Matraman. Ingatan saya pada Pak Anto, juga keinginan belajar sastra lisanlah yang berhasil membujuk diri memindahkan buku ini dari rak ke tas belanja---saya membelinya.

Hampir dua tahun saya tak membacanya dengan sungguh-sungguh. Meski sudah saya letakkan di meja kerja---tanda bacaan prioritas. Bersyukur pada kesempatan mentoring yang pertama saya tertarik menyelesaikannya dan membuat catatan.

Mengenal Foklore dan Sastra Lisan

Foklore dapat dikatakan sebagai kebudayaan tradisional yang dimiliki oleh sekelompok tertentu dan penyebarannya secara turun temurun. Foklor juga menjadi media komunikasi budaya yang mengandung nilai luhur sehingga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, nasihat, mendidik, maupun sebagai kontrol sosial dalam kehidupan manusia.

Foklor ditinjau secara etimologis, berasal dari kata folk dan lore. Folk merupakan suatu kelompok atau kolektif,  yang dapat diartikan sebagai orang-orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan lore yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat (mnemonic device). 

Sehingga folklore dapat diartikan sebagai kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat pembantu pengingat. Pengertian ini menjadikan folklor menjadi begitu luas wilayah cakupannya.

Secara umum kita dapat mengenali foklor berdasarkan ciri-ciri utamanya yang disampaikan Danandjaja (1991:3)sebagai berikut. Pertama, penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan dari turur kata dari mulut ke mulut (atau dengan contoh yang disertai gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat dari suatu generasike generasi berikutnya). Kedua, folklore bersifat tradisional, yaitu diseberakan dalam bentuk relative tetap atau dalam bentuk satrandar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua geerasi). 

Ketiga, foklor ada (eksis) dalam versi-versi bahkan vairan-varian yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena cara penyebaran dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada bahan foklor) sehingga dapat mengalami perubahan. Namun perubahan tersebut terletak pada luarannya saja,bentuk dasarnya tetap bertahan. 

Keempat, foklor bersifat anonym, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahu orang lagi. Kelima, foklor biasanya mempuanyai bentuk berumus atau berpola. Biasanya dalam cerita rakyat menggunakan kata-kata klise seperti kata-kata anuju sanawijing dina (pada suatu hari) untuk pembuka cerita dan untuk menutup cerita dengan kalimat A lan B urip rukun babarengan kayo mimi lan mintuna ( A dan B hidup rukun bagaika mimi jantan dan mimi betina). 

Keenam, folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunya kegunaan sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. Ketujuh, foklor bersifat prologis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi foklor lisan dan sebagian lisan. 

Kedelapan, foklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. Kesembilan, foklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar dan terlalu spontan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun