Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sius Anak Benediktus

22 November 2018   06:56 Diperbarui: 22 November 2018   07:07 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sius duduk membaca  konsep surat yang dimaksud. Tak lama kemudian kertas  sudah penuh dengan tulisan.  Ia mengerjakan surat itu hanya sekejap.

"Anak,  kau pintar sekali. Kau pasti dapat nilai seratus terus," Omnya tersenyum bangga sambil menepuk-nepuk bahu Sius. Ia bangga sekali pada ponakannya Sius. Pasalnya setiap ia seperti anak ajaib.  Pernah sekali waktu  motornya mogok,  setelah dibawa ke bengkel Ence Tio, motor itu tak bisa hidup.  Beberapa hari kemudian motor itu malah sembuh total dari sakitnya di tangan Sius.  Sejak saat itu Ence Tio kehilangan beberapa pelanggan setia karena penduduk desa tak lagi membawa motor ke bengkelnya bila Sius ada di rumah. Mereka lebih percaya Sius.

Lain waktu ketika pembukaan lomba voli  antar RT akan berlangsung, tiba-tiba pembawa acaranya sakit perut dan tak bisa kembali ke tempat acara.  Kepala desa sudah mengisyaratkan acara harus dimulai. Setelah lirik sana lirik  sini,  ditambah bisik sana-bisik sini warga yang ada,  akhirnya Sius digadang membawakan acara hari itu. Anak itu tampil percaya diri.  

Kepala desa bangga mengetahui kampuan Sius yang begitu luar biasa. Sius diminta untuk membimbing pemuda-pemuda desa  yang lain agar terampil pula menjadi pewara. Dalam hal ini bapak Sius,  Benediktus begitu  bahagia. Ia selalu berkata dengan bangga pada penduduk kampung bahwa Sius pintar karena dia anak Benediktus. Pasalnya Sius sudah terkenal dengan aneka keterampilannya.  

Gunting rambut, sol sepatu, cetak bata,  ukir kayu,  bahkan sampai masak-memasak pun ia bisa.  Seluruh warga kampung sepakat menjulukinya anak pintar. Sebab apapun yang mereka butuhkan Sius selalu tuntas membantu mereka.  

Sius bukan sekadar anak  Benediktus, seisi desa merasa  ia adalah anak mereka. Itulah kenapa  ia selalu  dipanggil dengan sapaan 'anak' oleh orang tua di desanya.  

***

Sore itu Sius menatap lurus pada ayam jantan yang berkokok sebelum naik ke pohon.  Suara Benediktus mental di udara,  sesekali disambung suara khawatir mamanya.

"Anak, jadi kau punya tidak..," omnya mulai berbahasa isyarat karena takut memancing lebih banyak masalah. Sius menunduk, namun anggukan kepalanya cukup terlihat w pelan sekali.  Pamannya memukul testa lantas menghabiskan kopi yang dibuat saudara perempuannya.

"Anak,  nanti saya omong dengan kepala desa," akhirnya setelah banyak pertengkaran  yang terdengar omnya menawarkan solusi.  Solusi pertama setelah sekian minggu Benediktus dan istrinya marah-marah. Sius tak menanggapi seluruh pertengkaran dan kemarahan bapak-mamanya dengan serius. Ia hanya menunggu waktu kepala kedua orang tuanya itu dingin. Bila harus jengkel,  sesungguhnya ia lebih jengkel kepada syarat-syarat tidak berperikemanusiaan itu. Ia jadi terlihat bodoh hanya karena tulisan dalam selembar kertas yang diperjuangkannya selama bertahun-tahun.

"Mama,  saya tidak ikut juga tidak apa-apa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun