Kemudian dari pada itu, Maysaroh juga pernah menuliskan harapan serta cita-citanya dalam sebuah buku, yang dia utarakan dalam sebuah cerita. Tulisan tersebut yakni, santriah dalam posisinya sebagai warga negara yang baik, harus memenuhi janji kemerdekaan dengan cara membela negara, menjaga pancasila, dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan hal ini, menurutnya bisa dilakukan dengan berbagai cara sesuai bidang dan kemampuan santriah. Yang pasti, jangan sampai memecah belah atau membuat gaduh.
Karena santriah sekarang harus menjadi agen perubahan bagi kemajuan bangsa Indonesia. Kita harus mengingatkan kepada diri kita sendiri, bahwa kedamaian dan perdamaian di Indonesia adalah harga hidup sekaligus sampai mati yang harus terus ditunaikan. Seperti cita-cita para ulama dan para pendiri pondok kami terdahulu, ialah santriah mampu melanjutkan perjuangan para pendahulunya, tidak berhenti memberikan inspirasi dan inovasi, diharapkan mampu berkiprah disegala bidang dan di semua aspek kehidupan. Tidak hanya itu, selain fokus pada pengembangan diri, santriah juga harus mulai berkontribusi dalam ruang dakwah yang bebas ini. Medianya sekarang sudah mudah dan banyak. Tradisi menulis dan literasi harus mulai dibangkitkan. Apalagi saat ini, banyak sekali tulisan, berita, dan informasi yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Menjaga pancasila dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Kebhinekaan, cara menulis bisa dijadikan pilihan untuk menjaga dan merawatnya.
Maysaroh juga pernah mengutip sebuah perkataan, bahwasanya kegiatan tulis-menulis adalah awal membangun peradaban yang baik. Selain untuk merawat tradisi yang sudah berkembang di kalangan masyarakat, juga untuk memelihara segenap potensi dan kekuatan peradaban bangsa Indonesia. Peradaban ini dijaga dan dilestarikan melalui kegiatan kebudayaan dan kesastraan, dalam bentuk tulis-menulis, kemudian melahirkan sejumlah karya dan khazanah.
Karena telah terbukti jelas, salah satu cara meneguhkan peran santriah dalam menjaga semuanya tentang Indonesia yaitu melalui media tulis-menulis. Dengan ini, wacana terus berkembang, pesan positif terus disampaikan, mengabarkan pentingnya menjaga pancasila dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia akan selalu bersemi. Maysaroh juga berkata bahwa kita tidak boleh tertinggal oleh peradaban. Karena itu, mulai saat ini kita harus meneguhkan peran sebagai seorang santriah. Menurutnya, dengan adanya web dan media bisa menjadi acuan santri untuk aktif dalam menulis, dan itu bisa mengasah kreatifitas. Â Sehingga peran santri bisa lebih terlihat
Dan Maysaroh juga pernah membaca sebuah kutipan yang mana mengatakan bahwa mengupayakan pesan dalam rangka memajukan peran santriah  dalam membangun negeri tersebut, harus terinstal ke dalam pemikiran para santriah, dan harus diusahakan sejak dini dari mulai awal seseorang menjadi santriah dan pada saat proses dipesantren. Salah satu caranya adalah menghidupkan tradisi menulis (dunia literasi) di lingkungan pesantren.
Dan itu semua menjadi catatan penting bagi Maysaroh. Yang akhirnya sewaktu menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren menjadikan Maysaroh sebagai salah satu lulusan terbaik dari beribu-ribu teman yang lainnya. Dan hari itu menjadi hari yang sangat bersejarah bagi Maysaroh. Karena dengan tangisannya, usahanya, kerja kerasnya, tantangannya justru bisa membawa dia ke panggung harapan dan impiannya. Saat itu, orang tua Maysaroh hadir untuk kesekian kalinya untuk melihat anaknya dengan prestasi yang sangat luar biasa.
Dengan kerendahan hati dan kesederhanaannya membuat banyak orang terpukau kepada akhlakul karimah yang dimilikinya. Setelah itu, Maysaroh kemudian melanjutkan pengabdiannya sebelum lanjut ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yakni perkuliahan. Dan semasa pengabdiannya, Maysaroh juga sering dan suka memberi motivasi kepada santriah-santriahnya. Sehinnga tidak heran, Maysaroh menjadi salah seorang figur dan guru favorit di Pondok Pesantrennya. Mulai dari awal minatnya di bidang kepenulisan, yang kemudian dari tulisannya itu dia kembangkan dan dia pelajari. Yang kemudian dia implementasikan dalam kehidupannya. Menjadikan sosok Maysaroh santriah yang kuat dan bisa. Dan semua perjalanan cerita Maysaroh dia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul "Saya Santriah, Saya Bisa".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H