Mohon tunggu...
Amrullah Husein
Amrullah Husein Mohon Tunggu... -

Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Islam atau Islam Politik?

13 Juli 2017   16:47 Diperbarui: 13 Juli 2017   16:52 3123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu kita selalu ingat, ketika Cak Nur (alm) merasa risih dengan kehadiran kaum fundamentalis yang berupaya merebut simpati masyarakat dengan menaerapkan atribut Islam sebagai platform partainya, ia mengatakan “Islam Yes, Partai Islam No”. Artinya, rangkaian strategi yang dibuat para punggawa partai itu tidak lain hanya untuk meraup dukungan suara dari masyarakat muslim. Alam pikiran Cak Nur kala itu bukan tidak didasari sesuatu, ia melihat fenomena partai berlabel Islam menggunakan atribut syar’i tanpa dilandasi nilai-nilai moral dan etika. Sesungguhnya, Islam tidak bisa dijadikan sebagai platform partai politik karena tujuannya hanya untuk meraup dukungan massa.

Di sisi lain, Islam politik kerap digunakan untuk berlindung dari jeratan isu yang menerpa partai. Dalam kondisi tertentu, partai ber-‘brand’ Islam tidak segan menggunakan Islam sebagai senjata untuk melawan isu miring yang menerpa partainya, sehingga nilai luhur Islam menjadi tidak dinomorsatukan karena berfokus kepada pemulihan citra. Sebut saja, ketika beredar isu di masyarakat tentang partai berplat ras, golongan, agama, nasionalis, maka atribut Islam menjadi tujuan partai dalam menguasai isu di tengah khalayak.

Di era kenabian, prinsip-prinsip politik Islam sudah diletakan berdasarkan praktiknya. Politik Islam berbeda dengan Islam politik yang cenderung menargetkan citra dan penguasaan massa semata. Politik Islam meletakkan nilai akhlak (etika) atas para pelaku politiknya. Kendati berada di partai bukan Islam sekalipun jika prinsip itu diemban dengan amanah, maka Islam senantiasa hadir. Seperti halnya dalam merumuskan Pancasila, betapa kerasnya tarik-ulur persoalan Islam dan non-Islam. Pada akhirnya, Islam berada di semua golongan, dan menempatkan keumuman (al-’ammah) sebagai tujuan dalam politiknya.

Kelahiran Islam memang untuk merubah keadaan dari tidak baik menjadi baik (mina dzulumati ilaa nuur). Dalam risalah kenabian, Islam lahir mendatangkan kepiawaian politikmya untuk menentang raja-raja yang dzhalim. Konteks kekinian pun memandang Islam sebagai langkah politik kemaslahatan, baik itu ketika memegang kekuasaan atau ketika sebagai oposisi. Seharusnya partai Islam lebih mengedepankan kemaslahatan daripada kekuasaan belaka. Jadi sangat penting untuk diingat, politik Islam terletak pada tujuan maslahat bukan tujuan meraup dukungan massa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun