Mohon tunggu...
Sayyed Aamir
Sayyed Aamir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Empat Dilema Etika dalam Penggunaan Teknologi Informasi Menurut Persepektif Aristotelian

16 September 2023   12:55 Diperbarui: 23 September 2023   13:59 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Patung Aristoteles, sumber: Pixabay

Bayangkan, ada seorang ilmuwan yang bekerja keras untuk mengembangkan algoritma cerdas yang dapat memprediksi perubahan cuaca dengan akurasi luar biasa. Namun, ia menemukan bahwa algoritma tersebut juga dapat digunakan untuk memata-matai tingkah laku seseorang dengan tingkat akurasi yang sama. Di sinilah dilema etika yang mengemuka: bagaimana kita seharusnya menggunakan teknologi informasi ini dengan benar?

Dalam sebuah artikel karya Michael D. Myers dan Leigh Miller yang dimuat dalam jurnal Ethics & Behavior dengan judul “Ethical Dilemmas in the Use of Information Technology: An Aristotelian Perspective”, menemukan adanya dilema dalam etika penggunaan teknologi dalam kacamata pemikiran Aristoteles.

Pertanyaan tentang aspek etika dan moral dalam penggunaan teknologi memicu perdebatan tentang tujuan akhir yang diinginkan dalam kehidupan manusia dan bagaimana teknologi seharusnya membantu mencapainya.

Seringkali, terjadi konflik kepentingan dalam pengembangan teknologi, untuk menentukan manakah yang lebih didahulukan antara kepentingan individu atau kepentingan bersama.

Menurut kepercayaan Aristoteles, seorang filsuf Yunani Kuno abad ke-4 SM sekaligus guru dari Alexander Agung, kepentingan bersama harus didahulukan karena mewakili hajat kepentingan yang lebih besar.

Tetapi dalam praktiknya, keyakinan akan prioritas kepentingan bersama justru menimbulkan dilema dalam penggunaan teknologi informasi.

Artikel ini menyoroti dilema etis dalam empat aspek terkait penggunaan teknologi informasi, antara lain: privasi, kebenaran informasi, akses ke informasi dan hak kekayaan intelektual.

Dilema Etis terhadap Privasi

Artikel yang telah disebutkan diatas menekankan perlunya kesadaran dalam menyeimbangkan hak privasi individu dengan kepentingan masyarakat dalam konteks teknologi informasi.

Dilema etika muncul dari kemampuan teknologi informasi untuk menyimpan dan mengambil sejumlah besar informasi tentang seseorang, yang berpotensi membahayakan privasi mereka.

Dalam istilah Aristotelian, dilema etika tersebut dapat terjadi karena adanya konflik kepentingan antara hak pribadi dan kepentingan dari komunitas. Pertanyaan etika yang muncul adalah sejauh mana kita harus mengorbankan privasi individu demi keamanan publik, dan sejauh mana teknologi ini seharusnya digunakan atau diatur.

Salah satu contoh keadaan dilema tersebut adalah penggunaan data pribadi untuk kebutuhan iklan dalam platform media sosial. Dalam era digital, perusahaan teknologi dan periklanan mengumpulkan dan menganalisis data pribadi pengguna secara rinci untuk mengarahkan iklan dengan lebih tepat dan efektif.

Di satu sisi, hal tersebut memberikan manfaat kepada perusahaan dalam menyajikan iklan yang lebih relevan kepada pengguna, yang pada gilirannya dapat meningkatkan efisiensi iklan dan menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Hal ini juga dapat menguntungkan konsumen dengan menampilkan iklan yang lebih sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.

Namun, di sisi lain, pengumpulan data pribadi secara besar-besaran untuk keperluan iklan juga menimbulkan masalah privasi yang serius. Seseorang mungkin merasa bahwa privasi mereka telah disalahgunakan atau merasa tidak nyaman dengan pemanfaatan data mereka yang berlebihan. Selain itu, terjadi kemungkinan terhadap risiko data pribadi jatuh ke tangan yang salah atau disalahgunakan untuk tujuan yang tidak etis.

Dalam kasus ini, dilema etika muncul karena ada konflik antara kepentingan komunitas (bisnis dan periklanan) untuk memaksimalkan efektivitas iklan dan hak pribadi individu untuk menjaga privasi mereka. Pertanyaan etika yang muncul adalah sejauh mana penggunaan data pribadi untuk iklan harus diatur dan dibatasi demi melindungi privasi individu.

Pada artikel tersebut dipaparkan mengenai aspek privasi yang berlaku dalam pengertian hukum. Potensi pelanggaran hukum dalam gangguan privasi dapat berupa gangguan terhadap ‘kesendirian’ seseorang, pengungkapan informasi rahasia tentang seseorang kepada publik, publisitas yang menempatkan seseorang pada posisi yang buruk di muka umum (pencemaran nama baik), dan pengambilan nama atau kemiripan seseorang tanpa persetujuan.

Dilema terhadap Kebenaran Informasi

Artikel tersebut memaparkan adanya dilema etika mendasar yang terkait dengan keakuratan dan kebenaran informasi. Dampak buruk dari penyebaran informasi yang tidak akurat sangatlah nyata dan berbahaya, terutama ketika pihak yang memiliki informasi yang salah memiliki kekuasaan dan wewenang yang besar.

Kesalahan dalam informasi dapat menghasilkan konsekuensi serius, seperti dalam dunia hukum, kesalahan dalam penggunaan bukti atau dalam prosedur hukum bisa mengakibatkan seseorang yang tidak bersalah dihukum atau, sebaliknya, seseorang yang bersalah dibebaskan. Hal ini dapat mempengaruhi jalannya kehidupan seseorang secara dramatis.

Dalam etika moral Aristoteles, kesalahan atas akurasi informasi dapat dihubungkan dengan konsep tragic flaw atau "hamartia," yang merujuk pada rangkaian tindakan yang berujung pada pembalikan peristiwa dari kebahagiaan menjadi bencana dalam pandangan etika moral Aristoteles, kesalahan bukan hanya masalah praktis, tetapi juga merupakan masalah moral yang dapat memiliki dampak serius pada karakter individu dan masyarakat secara keseluruhan. Keakuratan informasi penting dalam teknologi informasi, dan kesalahan atau ketidakakuratan yang disengaja dapat menjadi masalah etika jika melanggar prinsip-prinsip kejujuran, kebenaran, dan integritas yang merupakan bagian dari etika moral Aristoteles.

Dilema Etis terhadap Akses Informasi

Akses terhadap informasi tak luput dari dilema etis yang ada pada teknologi informasi. Umumnya segala informasi yang ada pada sebuah sistem dapat diakses oleh pengguna sistem itu sendiri. Namun, artikel tersebut mempertanyakan apakah layak seseorang dapat memperoleh akses terhadap informasi yang ada pada database sistem.

Salah satu masalah yang disoroti adalah tidak semua warga negara punya keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat mengakses informasi yang tersedia pada sistem.

Di beberapa negara, tidak ada hukum maupun kebijakan bagi organisasi publik maupun swasta, yang memberi syarat khusus untuk memberikan akses kepada pihak yang berkepentingan.

Di negara demokrasi Barat misalnya, informasi umumnya dianggap sebagai hak yang melekat, namun akses informasi biasanya menyatakan lebih dari sekedar kemampuan melihat data melainkan juga kemampuan untuk merubah maupun menghapus informasi yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan pengaksesnya.

Masalah yang timbul dari dilema ini berasal dari siapakah pemilik informasi sesungguhnya dan siapakah yang bertanggung jawab atas keakuratan informasi pada sistem.

Artikel ini menjelaskan bahwa mayoritas orang yang berkecimpung pada sistem setuju bahwa aspek kunci dari basis data atau informasi adalah integritas data itu sendiri, dan karena alasan ini pula subjek data harus mempunyai hak untuk mengubah ataupun menghapus informasi. Subjek data yang dimaksud ini merujuk pada individu yang informasinya tercantum dalam basis data.

Meskipun begitu, terdapat masalah praktis dalam solusi atas masalah tersebut. Seseorang mungkin berupaya memalsukan catatan mereka sendiri. Solusi yang mungkin dilakukan terhadap masalah akses informasi ini menurut artikel adalah adanya komitmen terhadap kode etik yang relevan dengan standar nasional dan internasional untuk melindungi subjek data.

Salah satu contoh komitmen tersebut adalah disahkannya Undang-Undang Perlindungan Privasi di Selandia Baru pada tahun 1984 yang mengizinkan seseorang untuk meminta informasi kepada suatu lembaga, dan lembaga juga tidak wajib memberi akses informasi apabila lembaga tersebut tidak bersedia melakukannya.

Dilema dalam Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual menimbulkan suatu dilema dalam etika teknologi informasi dalam hal bagaimana menemukan keseimbangan antara perlindungan hak pemilik karya intelektual dan memberikan akses yang memadai kepada publik.

Masalah yang kita temui salah satunya adalah pembajakan perangkat lunak. Pembajakan perangkat lunak adalah masalah global yang menyebabkan pengembang perangkat lunak membayar royalti hak cipta jutaan dolar setiap tahunnya untuk melindungi hak kekayaan intelektualnya.

Namun di satu sisi, meskipun perlindungan atas hak cipta adalah cara untuk mendorong kreativitas dan inovasi dengan memberikan insentif kepada pencipta untuk melindungi hasil kerja mereka, di sisi lain, terlalu ketatnya perlindungan hak cipta dapat menghambat akses publik terhadap pengetahuan dan inovasi.

Dalam kerangka etika, dilema ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana mencapai keseimbangan yang adil antara hak pemilik karya intelektual dan kepentingan masyarakat umum. Bagaimana kita dapat melindungi hak pemilik karya intelektual sambil juga memastikan akses yang memadai dan terjangkau terhadap inovasi bagi semua orang?

***

Pendekatan etika Aristotelian terhadap teknologi informasi mengimplikasikan adanya dilema etika dalam penggunaanya. Artikel menggarisbawahi adanya konflik antara kebaikan individu dan kebaikan komunitas, dengan mengutip filosofi Aristoteles yang menekankan bahwa kebaikan komunitas dianggap sebagai kebaikan yang lebih besar dan lebih sempurna.

Pendekatan Aristotelian mengidentifikasi empat area utama dilema etika dalam teknologi informasi: privasi, keakuratan informasi, akses terhadap informasi, dan hak kekayaan intelektual.

Dengan demikian, pendekatan etika Aristotelian memberikan landasan berharga untuk merenungkan dan menghadapi tantangan etika dalam dunia yang semakin terhubung secara digital.

Hal ini mengingatkan kita baik dalam perspektif pengguna layanan digital maupun pengembang sistem informasi, akan pentingnya mencari keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum agar tidak ada yang dirugikan haknya karena mengutamakan salah satu diantara lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun