Mohon tunggu...
Sayyed Aamir
Sayyed Aamir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Sistem Kredit Sosial, Bagaimana China Mengatur Warganya dengan Kecerdasan Buatan

5 September 2023   21:24 Diperbarui: 5 September 2023   22:26 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : pixabay.com

Bayangkanlah dunia di mana setiap langkah, setiap tindakan, bahkan setiap kata yang Anda ucapkan diawasi dengan ketat oleh mata tak kasatmata yang tak pernah berkedip. Bukan Tuhan yang mengawasi anda, melainkan sesama manusia dengan bantuan teknologi luar biasa. Semua ini mirip dengan seorang anak berusia lima tahun yang bermain di taman, dengan setiap gerakannya diperhatikan oleh guru ataupun orang tuanya dari kejauhan. Anak tersebut sadar bahwa setiap perbuatannya---baik maupun buruk---akan dicatat dan dinilai, memberinya hadiah atau hukuman sesuai dengan tindakannya.

Dalam dunia nyata, China telah menerapkan sebuah konsep serupa dalam skala nasional yang disebut Sistem Kredit Sosial (Social Credit System). Bukanlah sebuah permainan, Sistem Kredit Sosial adalah sebuah inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk mengukur dan menilai perilaku warganya. Menggunakan berbagai indikator, mulai dari pelanggaran lalu lintas hingga interaksi sosial di media, sistem ini memberikan skor kepada setiap individu yang dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan mereka, seperti mendapatkan pinjaman, bepergian, atau bahkan memilih sekolah bagi anak-anak mereka.

Namun, bagaimana semua data ini dikumpulkan, dianalisis, dan diterjemahkan menjadi sebuah skor? Jawabannya terletak pada kecerdasan buatan (AI). AI memainkan peran kunci dalam mendeteksi, menyaring, dan menganalisis informasi dari jutaan sumber dalam waktu nyata. Tanpa teknologi ini, implementasi Sistem Kredit Sosial dalam skala yang begitu luas mungkin mustahil. Kecerdasan buatan tidak hanya membantu pemerintah dalam mengumpulkan data, tetapi juga memastikan bahwa analisis yang dilakukan adalah akurat, cepat, dan obyektif, memungkinkan sistem untuk beradaptasi dan berevolusi sesuai dengan perubahan perilaku masyarakat.

Latar Belakang dan Implementasi

Awal mula Sistem Kredit Sosial di China dapat dilacak kembali ke awal milenium ketika negara ini mencari cara untuk membangun kepercayaan di antara warganya, khususnya dalam transaksi bisnis dan kehidupan sosial. Pada tahun 2014, pilot program Sistem Kredit Skor mulai diterapkan di beberapa kota, menandai langkah awal dari visi besar China untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang harmonis, dimana warganya dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk menciptakan sebuah "lingkungan sosial yang penuh dengan kepercayaan" dan untuk "membina budaya kejujuran". Dengan menerapkan skor kredit sosial, pemerintah berharap dapat mendorong perilaku positif di antara warganya, sementara membatasi atau memberikan hukuman bagi mereka yang bertindak di luar norma sosial yang telah ditetapkan. Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di berbagai sektor, dari bisnis hingga pemerintahan, memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat beroperasi dalam kerangka hukum dan etika. Di balik tujuan-tujuan tersebut, ada sebuah aspirasi besar China untuk mengintegrasikan teknologi modern dengan prinsip-prinsip sosial konfusianisme tradisional. Dengan demikian, Sistem Kredit Sosial diharapkan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, menciptakan sebuah negara yang maju namun tetap berakar pada nilai-nilai budayanya yang kaya.

Di era di mana kecanggihan teknologi mendefinisikan batas kemungkinan, China telah merangkul potensi luar biasa dari kecerdasan buatan (AI) untuk memberdayakan Sistem Kredit Sosialnya. Pada dasarnya, AI berfungsi sebagai inti dari operasi sistem, memungkinkan otoritas untuk memproses informasi dengan kecepatan dan ketepatan yang belum pernah ada sebelumnya. Salah satu teknologi paling kentara yang digunakan adalah pengenalan wajah. Kamera-kamera dengan kemampuan ini tersebar di seluruh pelosok negeri, memindai wajah pejalan kaki, penumpang kereta, dan bahkan konsumen di toko-toko. Data ini kemudian disinkronkan dengan profil individu, mencatat aktivitas mereka dan, dalam beberapa kasus, memberi skor berdasarkan perilaku yang diamati.

Namun, teknologi pengenalan wajah hanyalah satu aspek dari kerumitan ini. Di balik layar, analisis data besar (big data) bekerja tanpa henti untuk mengurai aliran informasi yang konstan, merangkai potongan data menjadi narasi koheren tentang kehidupan seseorang. Algoritma prediktif, yang didasarkan pada model matematika dan statistik, memproyeksikan perilaku masa depan berdasarkan data historis, memberikan wawasan tentang kemungkinan tindakan seseorang di masa mendatang.

Ketika berbicara tentang bagaimana AI mengumpulkan, menganalisis, dan menilai data warga, prosesnya mirip dengan cara seorang redaktur menganalisis kumpulan tulisan untuk sebuah koran. Setiap aktivitas, transaksi, atau interaksi yang dicatat oleh sistem dianggap sebagai 'artikel', dengan AI bertindak sebagai redaktur yang memilih, menyusun, dan memberi bobot pada setiap 'artikel' ini untuk memberikan gambaran keseluruhan tentang 'kredibilitas' seseorang. Di tengah era informasi, di mana data menjadi mata uang baru, China, dengan bantuan AI, telah menemukan cara untuk mengukur dan menilai kepercayaan dalam skala yang belum pernah ada sebelumnya.

Konsekuensi di Masyarakat

Dalam kehidupan urban China, Sistem Kredit Sosial telah menjelma sebagai suatu indikator tak terlihat yang mempengaruhi keputusan dan peluang individu. Secara umum, skor dapat berkisar dari 350 hingga 950. Individu dengan skor di atas 700 dianggap memiliki reputasi baik, memungkinkan mereka untuk menikmati berbagai manfaat, sementara skor di bawah 500 seringkali menimbulkan berbagai pembatasan.

Untuk memberi konteks, Liu Wei, seorang guru dengan skor 720, merasakan banyak keuntungan dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan skor tersebut, dia mendapatkan bunga pinjaman rumah yang lebih rendah, dan anaknya mendapat prioritas pendaftaran di sekolah-sekolah ternama. Di sisi lain, Chen Li, dengan skor 480 akibat beberapa pelanggaran lalu lintas dan masalah hutang, menghadapi hambatan seperti pembatasan dalam membeli tiket kereta dan mendapatkan pinjaman.

Meningkatkan skor bukanlah suatu hal yang rumit; berperilaku baik dalam transaksi keuangan, tidak melanggar hukum, bahkan tindakan positif seperti mendonorkan darah atau melakukan pekerjaan sukarela, dapat menambah poin. Sebagai contoh, mendonorkan darah dapat menambah 50 poin, sementara pelanggaran lalu lintas bisa mengurangi 20 poin. Namun, detail spesifik seringkali bervariasi tergantung pada wilayah dan kebijakan lokal.

Selain menggunakan kamera pengawas, biasanya terdapat pejabat yang bertugas untuk melakukan pengawasan pada komunitas untuk mencatatkan nilai skor seseorang ke kantor pencatatan. Apabila ada warga dalam komunitas tersebut yang memiliki skor yang tinggi, akan mendapatkan penghargaan dan fotonya akan terpampang di tempat-tempat umum beserta kalimat pujian.

Meski pejabat yang mengawasi sistem ini memiliki wewenang besar, mereka juga tidak lepas dari pengawasan sistem tersebut. Mereka diharuskan mempertahankan standar yang lebih tinggi dan dikenai sanksi lebih berat untuk pelanggaran. Di beberapa kasus, pejabat yang terlibat dalam skandal korupsi atau perilaku tidak etis menghadapi penurunan skor yang drastis, dan dalam beberapa situasi, pembatasan profesional dan sosial yang signifikan. Skema ini mengingatkan bahwa dalam era digital China, tak seorang pun benar-benar lepas dari pengawasan Sistem Kredit Sosial.

Kontroversi dan Kritik

Meski Sistem Kredit Sosial dipandang sebagai inovasi oleh banyak pihak di China, namun sistem ini juga menjadi magnet bagi kontroversi dan kritik, terutama dari kalangan internasional. Salah satu kritik terbesar adalah mengenai potensi pelanggaran hak asasi manusia. Banyak pengamat memandang sistem ini sebagai instrumen negara untuk meningkatkan kontrol atas warganya, mengurangi kebebasan individu, dan membatasi hak-hak sipil. Kebebasan untuk bergerak, bekerja, dan belajar, yang seharusnya menjadi hak dasar, kini bisa dibatasi berdasarkan skor yang bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ekspresi politik atau sosial yang tidak disukai oleh otoritas.

Selain itu, masalah privasi menjadi perhatian utama. Dengan pengumpulan data yang masif dan terus-menerus, warga menjadi subjek pengawasan konstan, menghilangkan batasan antara ruang publik dan privasi individu. Beberapa kritikus berpendapat bahwa sistem ini mengubah negara menjadi "penjara digital" di mana setiap langkah dan tindakan warga dipantau dan dinilai.

Tak kalah penting, kekhawatiran mengenai kesalahan dan bias dalam algoritma AI juga menjadi sorotan. Meskipun AI dianggap objektif, namun algoritma yang digunakannya dirancang oleh manusia, yang bisa saja membawa bias dan prasangka pribadi mereka ke dalam kode. Kesalahan dalam pengenalan wajah atau kesalahan dalam menginterpretasikan data dapat mengakibatkan konsekuensi serius bagi individu yang bersangkutan, misalnya penurunan skor atau sanksi yang tidak adil.

Terakhir, ada kekhawatiran bahwa sistem ini dapat digunakan sebagai alat pembalasan atau manipulasi politik, di mana individu atau kelompok yang dianggap sebagai oposisi dapat diberikan skor rendah atau dihukum tanpa alasan yang jelas. Semua kritik ini menggarisbawahi tantangan etika dan moral dari penerapan teknologi canggih dalam tata kelola sosial.

Apa Kata Pemerintah China

Menanggapi gelombang kritik dan kekhawatiran dari dalam dan luar negeri, pemerintah China telah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai Sistem Skor Kredit Sosial. Menurut otoritas Beijing, tujuan utama sistem ini adalah untuk "membangun masyarakat sosialis yang harmonis", di mana individu dan perusahaan dihargai berdasarkan kontribusi dan perilaku mereka terhadap masyarakat. Sistem Kredit Sosial dilihat sebagai alat untuk mempromosikan integritas dan kejujuran di seluruh masyarakat, mendorong warga untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan memperkuat kepercayaan sosial.

Selain itu, dalam merespons kekhawatiran mengenai pelanggaran privasi, pemerintah telah menegaskan bahwa data individu dilindungi dengan ketat dan hanya digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan oleh Sistem Kredit Sosial. Meski demikian, definisi 'tujuan yang telah ditentukan' ini tetap menjadi sorotan, mengingat ruang lingkup yang luas dari informasi yang dikumpulkan.

Dalam upaya untuk mengatasi potensi kesalahan atau bias dalam algoritma AI, pemerintah China telah mengumumkan kerja sama dengan beberapa institusi akademik dan penelitian untuk penyempurnaan teknologi yang digunakan. Tujuannya adalah untuk memastikan keakuratan, objektivitas, dan keadilan dalam penilaian skor.

Mengenai kritik terkait potensi penyalahgunaan sistem ini untuk tujuan politik, pemerintah China menekankan bahwa Sistem Kredit Sosial dirancang untuk meningkatkan kepercayaan sosial dan tidak dimaksudkan sebagai alat untuk mengekang kebebasan ekspresi atau aktivitas politik. Meskipun demikian, kritikus tetap skeptis, mengingat track record pemerintah dalam mengawasi dan mengendalikan narasi publik.

Pemerintah China berkomitmen untuk mendengarkan umpan balik dan terus memperbarui sistem untuk memastikan bahwa itu mencerminkan nilai-nilai sosialis dan memberdayakan warganya, bukan membatasinya. Seiring berjalannya waktu, tanggapan ini akan terus diuji sejalan dengan perkembangan dan implementasi sistem di seluruh negeri.

Respon Dunia Internasional

Pandangan internasional terhadap Sistem Kredit Sosial oleh Pemerintah China seringkali bervariasi, namun dominan dengan rasa kagum dan kekhawatiran. Di satu sisi, banyak negara mengagumi efisiensi dan kemampuan teknologi China dalam mengimplementasikan sistem skala besar sepertiSistem Kredit Sosial. Keberhasilan dalam mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan, pengenalan wajah, dan analisis data besar dalam pemerintahan dianggap sebagai prestasi yang luar biasa.

Namun, di sisi lain, banyak pemerintah dan organisasi hak asasi manusia internasional mengungkapkan kekhawatiran mendalam mengenai potensi pelanggaran privasi dan hak sipil. Beberapa membandingkan Sistem Kredit Sosial dengan novel dystopian seperti "1984" karya George Orwell, di mana individu berada di bawah pengawasan konstan oleh negara. Kritikus berpendapat bahwa sistem seperti Sistem Kredit Sosial dapat dengan mudah disalahgunakan oleh rezim otoriter untuk mengendalikan dan menekan warganya.

Terkait dengan potensi adopsi serupa di negara lain, beberapa negara telah menunjukkan ketertarikan dalam mengembangkan sistem monitoring warganya, namun dengan pendekatan yang berbeda dari China. Sebagai contoh, beberapa negara Eropa telah mengadopsi teknologi pengenalan wajah dalam keamanan dan penegakan hukum, tetapi dengan perlindungan privasi yang lebih ketat dan regulasi yang jelas. Di sisi lain, ada juga negara-negara yang sepenuhnya menolak ide tersebut, menganggapnya sebagai ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan individu.

Meski demikian, diskusi mengenai Sistem Kredit Sosial China telah memicu debat global mengenai keseimbangan antara keamanan, teknologi, dan privasi. Di era digital saat ini, pertanyaan mengenai sejauh mana pemerintah dapat mengawasi warganya - dan sejauh mana teknologi harus diintegrasikan ke dalam sistem sosial - akan terus menjadi topik panas di panggung dunia.

Ikhtisar

Sistem Kredit Sosial China merupakan simbol dari era baru, di mana teknologi dan pemerintahan saling berjalin, menciptakan masyarakat yang terorganisir berdasarkan data dan algoritma. Ini adalah eksperimen ambisius yang menunjukkan bagaimana kekuatan teknologi dapat digunakan untuk mengatur masyarakat dalam skala besar. Namun, dengan kekuatan tersebut datang pula tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa teknologi tidak mengesampingkan hak asasi dan nilai-nilai kemanusiaan.

Masa depan Sistem Kredit Sosial tentunya penuh dengan ketidakpastian. Seiring berjalannya waktu, sistem ini mungkin akan mengalami evolusi, beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi, serta mendapatkan lebih banyak penerimaan atau bahkan penolakan. Tantangan terbesar bagi China mungkin bukanlah pada teknologi itu sendiri, tetapi bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan akan keamanan dan ketertiban sosial dengan kebebasan individu dan kepercayaan publik.

Peluangnya? Jika dikelola dengan benar, Sistem Kredit Sosial dapat menjadi model bagi negara-negara lain dalam mengintegrasikan teknologi dalam tata kelola masyarakat. Namun, ini bukan tugas yang mudah. Seperti banyak hal dalam era digital, keberhasilan akan bergantung pada kemampuan untuk menemukan keseimbangan yang tepat, memastikan bahwa teknologi digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan sebagai sarana untuk membatasinya.

Ketika kita merenungkan tentang Sistem Kredit Sosial dan dampaknya, kita sebenarnya sedang melihat ke dalam cermin masa depan, mengajukan pertanyaan tentang apa artinya menjadi manusia di era digital dan bagaimana kita ingin masyarakat kita diatur dalam dunia yang semakin dikuasai oleh mesin.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun