Mohon tunggu...
Sayid Adam
Sayid Adam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Tertarik dengan isu politik, hukum, dan hubungan internasional. Kadang menulis humor atau sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kalah Ganteng, Gagah, Tenar, dan Sugih Penghambat Kenalan Berakhir Indah

21 April 2024   00:26 Diperbarui: 21 April 2024   01:31 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                           Kalah ganteng, gagah, tenar, dan sugih/kaya  sejujurnya adalah hambatan terbesar bagi pria muda dalam mendapatkan jodoh sesuai spek yang didambakan. Bagaimana tidak, izin untuk sambat/curhat bahwa sebagai laki-laki legan/belum ada pasangan ini mencoba mencari kenalan saja sulit. Bukan karena utang melilit, tapi memang kenyatannya wanita sekarang speknya juga tinggi. Menyadari zaman yang telah tua posisi masa muda masih belum mapan adalah rintangan paling utama dalam mendapatkan dambaan. Sebab semuanya masih modal khayalan, 'semuanya kini hanya mimpi' bak kata Andre Taulani dalam lagu bandnya yaitu Stinky. Menjalani percobaan untuk kenalan saja sudah ditolak karena tampang, ngomongnya kurang manis, terlebih sakunya kurang mewakili modal jalan pendekatan kesana-kemari, jelas kembali lagi ditekankan adalah mindset penggangu halusinasi yang meresap ke hati.

              Bukan pula mau menghina wanita khususnya yang muda-muda  kini ekspektasinya mulai tinggi. Tapi realita memang jebolan lulusan SMA atau kuliahan fresh graduate yang harus kuliyah (kuli payah) sebagai pejuang mimpi keadannya benar-benar menyedihkan. Sudah goblok, kere, dan kurang pengalaman, menjadikan harga diri buruh muda bibit unggul zaman ini yaitu penulis pun kerap membayangkan, “Jika Aku Menjadi ….”Artis, Anak Orang Kaya, Pejabat adalah khayalan keseharian yang sering dilakukan kala waktu senggang. Lebih jauh, sebenarnya ada beberapa detail yang ingin dibahas juga  terkait hambatan spek yang gak sinkron dengan keadaan pasar kencan garis utama yang biasa kita kenal dengan 'aplikasi chat'. Bisa buat jujur atau mlipir/menjurus ke arah yang mungkin juga mbayar.

              Ekspektasi Kegantengan Artis Itu Menjadi Penghalang

              Eksposure atau terbiasanya para gadis-gadis itu mengikuti jejak emak-emak menonton yang bening-bening di televisi menjadi penyebab pertama dalam hal standar fisik yang penting untuk dibedah dan dijelaskan. Kambing hitam jahanam yang ingin saya salahkan, itu semua karena babang tampan yang membuat kami bagian dari orang biasa pas-pas-an semuanya menjadi kurang diminati. Lihat saja Aliando Syarief, siapa gadis yang tidak terpikat, bahkan janda pun jika disuruh memilih antara saya atau teman sebaya dengan dia pastilah jelas yang menjadi pilihan utama tentu bukan yang seadanya.

              Lebih dari itu, menjamurnya standar yang didengungkan oleh drama Korea, Anime, atau bahkan paling receh artis FTV pun semuanya sekarang lebih tinggi standae beningnya dibanding kemarin dan lairsnya muka para turunan bule. Tentu saja itu membuat diri ini sakit hati dan iri yang membumbung tinggi berakhir tau diri agar tidak berakhir tidak dengki. Tau dirinya sendiri dalam hal tau kasta lah, seperti belum mulai saja sudah kalah tau bakalan kalah tanding. Seumpama tetap dipaksa berusaha sekuat tenaga pada akhirnya kalah dengan mereka mayoritas pembeli yang sudah terkenal iklan minatnya kepada brand turunan migran, adalah takdir Tuhan yang sulit diusahakan.

              Selanjutnya pada hal pasarnya sendiri yaitu aplikasi online/kencan, dimana kenalan saja harus pasang foto yang tampan biar memikat dambaan. Maksud saya gini, kalok dasarnya anak rumahan dan gak mau foto gimana coba? Bukan karena sok-sok-an kegantengan  malah sebaliknya, memang niat gak mau menjual yang sepertinya dinilai tidak laku. Sebab, walaupun kamera sudah spek dewa, tapi kalok hasilnya burik bukannya percaya diri tingginya selangit tapi minder, tau dirilah golongan tersebut hatinya khodamnya berdengung pelan "ente, kadang-kadang, ente".

              Kenal Lewat Sosmed Harus Ilmu Dukun, Olah Rasa

              Bukan untuk menghina soal tingkatan nalar, tapi membaca suasana kenalan lewat chat itu jelas diluar radar. Gimana kami golongan spek pas-pas-an bisa bawa inisatif omongan yang keliatan seru kalok terhalang hal sederhana yaitu tak tahu kemana arah pasang dan arus membawah kemudi ngobrol yang halu dan seru. Ketemu saja belum gak paham karakternya juga menjadi kendala kemampuan belajar ilmu nujum itu sendiri. Ditambah melihat realita kalok tidak dasarnya memang ganteng atau manis, bakal diacuhkan sejak awal. Walaupun hal tersebut adalah rahasia umum, diajak ngobrol dah gak selesai atau jelas kelanjutannya, tanda alam sudah menyatakan bahwa, ya beberapa itu jelas sudah tidak diterima oleh mereka yang didamba.

              Mudah mencari janda dan sulit memikat gadis biasa yang seumuran adalah kendala lain olah rasa perlu diusahakan. Jika memang patriarki itu jahat, seharusnya split bill atau bayar dewe-dewe, tapi realitanya pertemuan pertama yang ditunggu lama itu umumnya laki-laki yang harus modal. Untuk menutupi kekurangan beberapa hal tadi dibelakang, modal adalah kunci kesuksesan serba bisa bahkan sejak awal kenalan. Hedon personal nongkrong di kafe minimal modal lah 400 ribu, kalok main wisata 600 ribu harus jelas punya, itu itung-itungan biaya gaji UMK Jawa Tengah dan Jogja. Walaupun sebenernya ada juga janda yang mau bayarin, untuk mengikuti sunah nabi tersebut sangatlah sulit dan kurang diminati. Sebab, umumnya kosekuensinya sering terjadi "ora melok gawe melok momong "(tidak ikut buat ikut ngasuh, anak bawaan kenalan) adalah beban mental, ditambah pasti mereka mintak terburu-buru menikah kurang dari setahun. Modal mangan saja sudah susah, kok mikir cepet-cepet, maka plecitlah (pinjaman koperasi) solusinya, tapi itu jelas jalan yang dipilih oleh minoritas dari kaum lelaki muda yang meminati para generasi tua.

              Gagah dan Sugih Adalah Modal Awal Yang Sulit

              Tinggi besar sehat dan kaya untuk menjadi penjamin rasa aman dan kestabilan ekonomi jelas adalah penghalang untuk kenalan yang lain. Kurang satu saja dimana ganteng bisa dikesampingkan, tanpa gagah kepercayaan diri itu terkadang hancur karena memang tau harapan ekspektasi fisik yang memikat itu umumnya juga seperti apa. Sedangkan bahas soal modal, berani jualan kayak gitu pun kalok rata-rata nunggu mapan sendiri itu biasanya awal umur 30 tahunan kalok orang tuanya tani (tampan dan berani) dan buruh. Walaupun, sebenarnya hal tersebut bukanlah permasalahan yang diahadapi laki-laki semata, lawan jenis sebelah juga memiliki kekhawatiran ekonomi yang serupa.

              Seumpama begini, baru lulus SMA masih jongos gak modal ingin menggapai dambaan seorang primadona. Walaupun kadang (belum tentu, hayal dulu  bak di sinetron) primadonanya juga legan/jomblo dan mungkin juga sebenarnya tidak pilih kasih speknya . Itu bisa dipastikan halusinasi dan minoritas yang beruntung saja yang menemukannya karena bejo bisa diterima apa adanya. Tapi, tentu hal dungu seperti itu hanya terjadi pada hal fiksi semata, kapitalis itu juga terjadi pada perdagangan perjodohan, dan semoga ini cukup memberikan gambaran keresahan dalam bentuk bualan.

             Selanjutnya, orang tua kaya dan bak artis itu adalah warisan materialis yang sebenarnya diharapkan dan diirikan oleh kami oh para pemirsa pembaca. Tidak mungkin glowing tanpa modal, tidak mungkin sugih dan gagah tanpa kuliyah, dan pastinya kelihatan hebat tanpa plecit itu bisa dibilang sulit. Seandainya semua seperti yang kita harapkan, pasar itu pasti gak ada, dan masalah ini bisa diselesaikan tanpa hambatan yang sebenarnya lumayan menggangu. Tidaklah terlalu sering datang sih ilusinya tapi jelas kadang lelah menyapa datanglah itu halu.

              Sebelah Sebenernya Juga Sama, Cuman Takut Lama Gak Laku Saja

              Mengimbangi narasi sambat kelas tinggi ini ada baiknya menjelaskan juga apa yang diharapkan gadis muda itu di zaman ini. Pengalaman pribadi melihat kakak-kakak cantik di sekitar, mereka sebenernya ingin mandiri juga dan memiliki ekspektasi yang tinggi bukan karena orang lain, ya kembali karena mimpi. Wanita itu bukanlah dibawah laki-laki yang keseluruhan minta untuk dikasih semuanya dalam hal materiil di zaman ini, mereka juga memiliki ambisi untuk membiayai keinginannya sendiri. Komitmen untuk menjalin hubungan dan ekpektasi untuk menikah sebenarnya adalah kuliyah yang bisa diusahakan kedua belah pihak dengan susah payah, tapi kembali lagi realita saat berkeluarga modal adalah utama. Masalah ekonomi dari orang tua maupun tetangga yang terlihat di kabar burung adalah hal yang sebenarnya ingin dihindari.
              Soal ada yang terima apa adanya dari gadis terhadap laki-laki muda sebernya juga bukan hal halu dan bohong. Kalau kita melihat realita yang terjadi, rata-rata setiap orang mencari jodoh selarad dengan taraf pendidikan dan ekonomi yang linear, kesadaran itu dua arah jadinya. Tidak terlalu sulit untuk dimengerti, tau diri adalah modal zaman ini, apalagi jika mencoba mendekati yang speknya lebih tinggi, terutama kalok orangnya pernah sekolah tinggi itu omongannya ya ngelantur kayak gini. Hubungan kekeluargaan itu juga sebenernya tidak hanya dua orang saja, itu urusan clan/trah/sanad sejak zaman voc atau nabi Adam, semuanya masalah serupa hanya terulang cuman barangnya beda yang harus dipenuhi sepanjang berkembangan zaman yang selalu berganti.

              Penutup: Menyelesaikan Masalah Tanpa Solusi

              Intinya-inti, core of the core, solusi yang ditawarkan untuk menyesaikan masalah dari penulis yang sambatnya memalukan ini. Ayo sama-sama berusaha memenuhi ekspektasi dari lawan kenalan, tapi ya usahanya harus bareng dan mau menunggu untuk mengusahakan jika memang belum tercapai. Kalok salah satu gak niat jelas mungkin beda minat, atau sulit untuk lanjut karena salah satu dah kebelet dan jalannya memang lelet. Yah itu saja, jangan dianggap terlalu serius, ini cuman hiburan semata. Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun