Bagi yang pernah nonton film Kingdom of Heaven (2005) besutan Redley Scott, doktrin keras Katolik soal bunuh diri ini bisa sedikit tergambaran di awal scene. Meskipun, belakangan Gereja Katolik mencoba sedikit melonggarkan doktrin ini.
Sementara itu dalam pandangan Islam, Tuhan melarang keras hamba-Nya untuk berputus asa dari rahmat-Nya yang sedemikian luas. Seperti termaktub dalam QS. Az-Zumar ayat 55, Allah bahkan secara khusus me-mention para pendosa, orang-orang zalim yang kesalahannya telah melampaui batas, agar tak pernah berputus harapan dari rahmat-Nya.
Karena terkadang, kesalahan yang teramat banyak membuat pelakunya insecure, minder, baik untuk Kembali ke jalan yang benar (taubat) ataupun menormalisasi kehidupannya di masyarakat.
Sementara di ayat pamungkas Al-Baqarah, Allah menegaskan bahwa masalah yang dikirimkan untuk manusia itu sejatinya sepaket dengan kesanggupannya menkalukkan masalah.
Bunuh diri itu semisal mendahului takdir. Justru karena manusia tak pernah tahu kapan kematian akan menjemputnya. Ya, takdir adalah misteri, tak ada manusia yang benar-benar bisa memastikan seperti apa nasibnya esok hari.
Maka jalan paling logis dus realistis untuk menghadapi takdir adalah dengan bersikap optimis untuk menjemput takdir kita. Berpikir positif atas diri dan masalah yang membelitnya. Di kalangan Amerika, pandangan ini mendominasi era 1950 an sampai 1980 an, dalam apa yang dipopulerkan kaum Fungsionalisme Struktural sebagai Self Fulfilling Prophecy: ramalan yang mewujudkan kenyataan.
Sederhananya, You are what you think. Dan 14 abad sebelumnya, Allah melalui hadis qudsi telah menyatakan hal ini:
"Sesungguhnya Aku (Allah) sesuai persangkaan hamba-Ku..." (HR. Muttafaqun alaih). (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H