Aku heran, kenapa dia ingin sekali memiliki fotoku. Apa pentingnya, adakah manfaatnya dari menyimpan fotoku. "Pokoknya emoh, buat apa coba fotoku?".
"Ya gak papa, buat koleksi aja. Atau untuk bahan semedi,hahaha," jawabmu terkekeh.
Tawanya justru menjadikan aku bingung, sebetulnya dia serius tidak sih meminta fotoku. Jangan-jangan cuma ngerjain aku. Agh, kenapa jadi aku yang galau. "Ga mau ah, ga ada faedahnya,"
"Agh, kamu terlalu pelit. Masa cuma satu buah foto saja  kamu masih enggan berbagi. Ini aku yang minta bro, aku yang mengenalmu, kamu pun mengenalku dengan baik. Anggap saja hadiah untuk masa lalu kita yang sesaat,"jawabmu masih sambil tersenyum puas. Ekspresi wajahmu tak menjelaskan apa yang kau pinta.
Semestinya kau mafhum, perkara foto bukanlah hal kecil untuk hubungan kita saat ini. Aku dan kamu, kita, toh sudah membangun cerita masing-masing. Kau dengan perempuanmu, dan aku dengan lelakiku saat ini. Bukankah satu buah foto bisa saja menjelema bencana untuk kehidupanku dan kehidupanmu yang baru.
"Sudahlah Mas, bahkan kalaupun permintaanmu menyertakan alasan yang logis, toh tidak serta merta aku akan mengabulkannya. Sudahlah, forget it!," kataku menegaskan maksud.
"Kalau aku sampaikan alasan yang cukup, bisakah kau berubah pikiran?," timpalmu.
"Kan sudah kubilang, belum tentu. Tapi kalau boleh tahu, emang alasannya apaan sih?"
"Hahaha.. Now, you're so curious!," balasmu meledek.
Duh, ke-gape dech aku. Kenapa juga aku ngomong begitu, bikin salting saja. Harusnya dia yang butuh ya dia yang galau dong. "Bodo ah! Kan kamu yang bilang kalau punya alasan yang cukup, wajar dong aku nanya. Lagian kalau kamu gak cerita juga aku gak rugi, wong kamu yang butuh, bukan aku,". Aku berjuang menenangkan diri, jangan sampai terkesan kalah mental sama dia. Â