Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Idul Adha dan Monumen Ibrahim

16 Juli 2021   10:41 Diperbarui: 16 Juli 2021   11:24 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/

"Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."

Prinsip tauhid ini menjadi monumental karena diletakkan sebagai pondasi utama ajaran para nabi dan rasul dan terkonsepkan secara sempurna pada kenabian Muhammas Saw. Bahkan Ibrahim dikenal dengan sebutan The father of monotheism.

Kedua, adalah Islam. Bahwa dari proses pencariannya atas Tuhan Yang Esa itu, Ibrahim akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa bintang, bulan, matahari, dan bahkan alam semesta ini ternyata hanya tunduk patuh pada hukum Tuhan, itulah milah Ibrahim, itulah Islam dalam makna generiknya, yakni sikap tunduk dan patuh pada hukum Tuhan, sebagaimana matahari yang terbit dan tenggelam, apel yang jatuh ke bawah.

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah (aslim) !" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh (aslamtu) kepada Tuhan semesta alam". (Al-Baqarah: 131)

Sikap berislam ini dibuktikan secara sempurna ketika Ibrahim menjalankan dua titah yang amat berat, yakni menyembelih Ismail, anaknya yang kelahirannya telah dinanti berpuluh tahun, serta perintah meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih di bayi di padang pasir nan tandus, Mekah tempo dulu. Dua peristiwa itu diabadikan menjadi ibadah kurban, ritual sa'i dalam haji, dan lainnya. Ajaran ini menjadi monumen karena pada era kenabian terakhir dilembagakan menjadi Agama Islam.

Sikap bertauhid dan berislam ini pula Ibrahim menyandang predikat al-hanif, orang yang hatinya dicondongkan pada kebenaran dan kebaikan.

Ketiga, Ibrahim juga mewariskan satu pondasi penting tentang nilai pendidikan keluarga. Sebagai lembaga sosial, keluarga harus didesain untuk melahirkan generasi unggul.

"Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh". (QS. As-Saffat: 100)

Doa masyhur ini pun dikabulkan. Dari Rahim Hajar lahirlah Ismail, dari Rahim Sarah lahir Ishaq, dari keduanya lahir generasi nabi dan rasul. Ada Ya'kub dan Isa dari jalur Ishaq, dan ada Muhammad Saw dari keturunan Ismail.

Dari keluarga Ibrahim pula kita bisa memetik pelajaraan berharga tentang konsep yang hari ini kita kenal sebagai parenting. Simaklah dialog Ibrahim dan Ismail sebelum proses penyembelihan, sebuah dialog seorang ayah dan anak yang sangat berkualitas.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. Ash-Saffat: 102)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun