Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Karena Erich Fromm, Aku Terpesona dengan Nurcholish Madjid

27 Mei 2019   23:22 Diperbarui: 27 Mei 2019   23:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cak Nur membuktikan jika dirinya bukanlah tokoh seperti digambarkan Fazlur Rahman. Pemikirannya yang mendalam tentang Islam, Kemoderanan dan Keindonesiaan, nyatanya tersebar dalam banyak buku. Salah satu buku monumentalnya, yang sulit sekali dicarikan padanannya, yakni Islam, Doktrin dan Peradaban.  

Buku setebal 626 halaman, yang pengantarnya saja lebih dari 100 halaman, inilah karya yang sering disebut sebagai kitab sucinya Nurcholish Madjid. Membaca buku itu benar-benar memberikan pencerahan, menyegarkan pemahaman keberagamaan dan kebangsaan, dengan sumber literasi yang teramat kaya, baik dari dunia Islam maupun barat.

Salah satu kelihaian Cak Nur, selain pemahamannya yang mendalam, adalah caranya mengulas sesuatu topik dengan sangat menarik dan komperhensif. Seorang dosen bahkan pernah berujar: "Di tangan Cak Nur, sebuah toya (tongkat) saja bisa diuraikan dengan sangat indah dan renyahnya."

Salah satu cara kreatifnya ketika menyodorkan keyakinan bagaimana Islam sangat compatible terhadap kemodernan, dia tak hanya mengutip dalil atau pemikiran ulama Islam, tetapi justru karya-karya sarjana Barat yang ahli Islam. Salah satunya pemikiran Robert N Bellah. Tak cukup dengan buku, Cak Nur juga berhasil melembagakan pemikirannya dalam wujud Universitas Paramadina, yang digagasnya bersama tokoh macam Utomo Dananjaya.

Cak Nur juga ikut ambil bagian dalam mewarnai dinamika keindonesiaan, baik sejak dekade 70 an, saat pemikiran kontroversialnya menjadi perdebatan panjang di khasanah Islam Indonesia, maupun saat peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi, di mana dia bersama tokoh-tokoh bangsa lain menjadi penghimbau pentingnya suksesi.

Yang jelas, tanpa bermaksud mengecilkan tokoh-tokoh Islam lainnya, Cak Nur adalah sedikit dari cendekiawan Muslim Indonesia yang mewariskan pemikirannya dalam banyak buku. Terbukti, sudah banyak buku-buku yang lahir sekadar untuk mengkaji pemikiran Cak Nur, baik yang mengapresiasi maupun mengkritik hingga menghujatnya. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun