Mohon tunggu...
Gin
Gin Mohon Tunggu... Tutor - Pembaca paper akhir pekan

Menulis tentang apa saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tentang PPDB di Makassar yang Dianggap Membingungkan

1 Juli 2018   09:11 Diperbarui: 1 Juli 2018   09:56 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apa yang terjadi ketika pihak penyelenggara PPDB memiliki ketaksepahaman dengan para pendaftar dan calon orang tua siswa? Jawabannya adalah sebuah proses PPDB yang membingungkan! Ya, setidaknya itulah gambaran singkat dari proses PPDB yang tengah berlangsung di kota Makassar pada tahun ini.

Terkesan Tidak Transparan

Dalam perspektif pribadi penulis, awal mula akar masalah dari problem hari-hari ini di proses PPDB di Kota Makassar adalah adanya kesan intransparansi dari proses yang berlangsung. Tahun ini Disdik Sulsel memang memperkenalkan situs baru untuk mengakomodir proses PPDB secara online. 

Perkenalkan: e-panrita! Entah apa kepanjangannya. Yang jelas, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya (yang menggunakan siap-ppdb) dimana proses seleksi dapat dipantau secara langsung selama 24 jam sehari sejak hari pertama (pembukaan) sampai hari terakhir (penutupan) pendaftaran, tahun ini proses seleksi 'terkesan' tertutup. 

Tab'hasil' yang seharusnya menjadi tempat untuk memantau proses seleksi bahkan kosong selama berhari-hari pendaftaran, kecuali sebaris kalimat yang menerangkan proses perankingan sedang berlangsung (rasanya ini bisa melahirkan persepsi bahwa ada peluang proses perankingan sedang 'diatur'). 

Situasi bertambah tidak bersahabat setelah pengumuman yang seharusnya terjadwal 26/06/18 ternyata tiba-tiba diundur menjadi 28/06/18 dengan dalih adanya Pilkada Serentak diantara kedua hari tersebut (Entah kegawatan apa yang diantisipasi disini). Oleh dua hal tersebut, jadilah rasa campur aduk itu menjadi-jadi. Walau bagi pihak penyelenggara hal tersebut mungkin hanya semacam keluhan yang tidak beralasan, bagaimanapun dua hal tersebut faktanya telah menyulut keresahan dan kebingungan.

Pengenalan Sistem Baru

Kejutan baru terjadi ketika pengumuman sudah bisa diakses pada 28/06/18. Ratusan orang tua siswa bertanya-tanya dengan proses seleksi yang dilakukan pada tahun ini. Penyebabnya adalah banyaknya hasil seleksi yang tidak sesuai harapan dan sangat membingungkan. Dari penjelasan Disdik Sulsel, ternyata hal tersebut disebabkan adanya pengenalan sistem baru dalam metode perankingan.

Jika pada tahun sebelumnya kelulusan jalur akademik murni bertumpu pada pilihan pertama, maka tahun ini tidaklah demikian. Ambil contoh seperti ini, misal siswa random A memiliki tiga pilihan sekolah yang dia inginkan. Taruhlah SMAN 17, SMAN 5, dan SMAN 2 (Ini hanya sekedar contoh saja. Yang sekolahnya disebut tak usah ge-er, yang tak disebut pun tak perlu baper).

Jika menggunakan sistem tahun-tahun sebelumnya, A pasti/otomatis lulus di SMAN 17 jika memang memiliki nilai yang sanggup bersaing dengan para pendaftar lain dari kuota yang disediakan. Jika tidak, kemungkinan berikutnya adalah lulus di SMAN 5. 

Jika tidak juga, baru di SMAN 2 (tapi kalau tidak salah tahun lalu hanya ada 2 pilihan). Yang terjadi tahun ini sama sekali berbeda. Meskipun A adalah satu pemilik nilai tertinggi se-Makassar, dia belum tentu lulus di pilihan pertamanya! Dalihnya, bahwa ia berhak ditempatkan pada pilihan lain, kedua atau ketiga dimana ia menjadi pendaftar dengan nilai tertinggi, oleh pihak penyelenggara. Anda melihat sumber kekacauannya? Ya, itulah dia.

Jadi dengan nilai yang sangat bersaing dengan para pendaftar yang lulus di sekolah pilihan pertama-nya, si anak justru bisa 'dilempar' kepilihan kedua atau ketiga dengan tolok ukur yang entah apa. Zonasi tidak, nilaipun bukan sebab akan ada anak yang secara nilai dibawah si A tetapi justru lulus dipilihan pertama si A.

Pilihan Adalah Skala Prioritas

Kenyataan pemberlakuan sistem baru tampaknya membentur apa yang saat ini sudah dan masih tertanam di benak para pendaftar dan orang tua siswa yang masih bertumpu pada sistem tahun-tahun sebelumnya bahwa: pilihan adalah skala prioritas bukan siap dimana saja asal masih termasuk dalam pilihan. Bagaimanapun (bagi si siswa utamanya), tentu memiliki sekolah idaman. Kita tidak bisa memungkiri itu. 

Dan sekolah tersebutlah yang umum ditempatkan sebagai pilihan pertama (prioritas utama). Jika tak bisa masuk karena memang kalah bersaing secara nilai, maka tentu tak ada jalan lain selain legowo. 

Maka ketika siswa dan orang tua tahu anaknya bisa lulus di pilihan pertama (secara nilai) tetapi justru diluluskan di pilihan kedua atau ketiga, tentu tak ada cerita lain. Itu pasti masalah. Sebuah masalah yang menjadikan para orang tua berbondong-bondong mendatangi Disdik Sulsel sejak hari pengumuman sampai kemarin (30/06/18).

Penghapusan Sekolah Favorit

Dalam keterangannya menanggapi ketidakterimaan para orang tua siswa terhadap hasil PPDB tahun ini, Disdik Sulsel menyampaikan bahwa penerapan sistem baru pada dasarnya adalah untuk menjalankan keputusan Kementerian Pendidikan terkait penghapusan label favorit pada sekolah tertentu. Secara inisiatif, hal tersebut tentu patut diapresiasi demi tersebar meratanya para siswa unggulan. 

Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan justru menjadi tidak bijak. Terlebih ketika hal tersebut diterapkan pada penerimaan jalur akademik. Itu resiko. Ketika kita mencoba menghapus label favorit tetapi masih menyediakan jalur akademik yang seharusnya murni hanya bertumpu pada perangkingan nilai, maka situasi kontradiktif akan terjadi.

Kita mungkin menganggap bahwa sejak sekolah favorit dianggap sudah tidak ada, lantas setiap orang akan siap menerima sekolah mana saja, asal termasuk dalam pilihannya. 

Tetapi bagaimana kita menanggapi seorang siswa random A yang mati-matian belajar hanya demi masuk lewat jalur akademik ke sekolah X misalnya (tidak termasuk dalam domisili-nya). Kita tidak bisa memungkiri bahwa alasan calon siswa memilih sekolah tidak hanya karena ingin masuk melainkan juga bisa jadi karena tidak ingin masuk (tidak tertarik dengan sekolah yang di domisilinya misalnya).

Lagipula penghapusan label sekolah favorit sejatinya telah terwadahi dengan semakin besarnya kuota jalur domisili dan semakin kecilnya kuota jalur akademik. Mestinya kita tidak perlu khawatir, sebab ketika siswa excellent menyerbu sekolah X, sistem perankingan berdasarkan nilai yang akan menyeleksinya. Yang bisa dilakukan mungkin kuotanya dibuat se-sedikit mungkin sehingga jalur akademik juga benar-benar menjadi jalur akademik yang sangat kompetitif (sesuai namanya). 

Ada kepuasan ketika berhasil masuk sekolah yang diidamkan (bahasa lainnya bersekolah di sekolah yang diinginkan entah idaman berarti favorit atau tidak), apalagi misalnya ketika sebagian besar motivasi belajar  muncul dari sana. Tak berhasil masuk pun pasti legowo. Setidaknya hal tersebut memiliki dasar yang lebih jelas ketimbang yang diterapkan saat ini, asal tercantum pada pilihan (seolah biar penyelenggara yang menentukan). 

Yang tersisa hanyalah kecurigaan pada daftar peserta yang lulus disekolah tertentu. Bagaimanapun, meskipun label sekolah favorit (dianggap) sudah tidak ada, masing-masing siswa akan tetap memiliki sekolah idaman entah apapun itu alasan dan sebab musabab-nya: kondisi akademik, kultur dan pertemanan, ekstrakurikuler, sampai model gedung dan lokasi yang strategis misalnya. Berikan kesempatan mereka memilih dengan bersaing di jalur akademik ketika domisili tidak memberikan peluang.

Sosialisasi Yang Tidak Efektif

Satu hal yang juga menjadi sumber kebingungan dari sistem baru yang diterapkan adalah sosialisasi yang tidak berjalan baik meskipun kabarnya sudah dilakukan kesekolah-sekolah, masjid sampai RT-RW. Dari perkembangan yang terjadi mudah untuk melihat bahwa sosialisasi tersebut samasekali tidak berhasil sejak banyaknya orang tua siswa yang berdatangan di kantor Disdik Sulsel untuk meminta penjelasan. 

Saya kira masalah juga tidak akan seburuk apa yang terjadi selama beberapa hari ini jika sosialisasi memang berjalan baik. Orang tua akan paham bahwa tahun ini pe-rangking-an memiliki sistem baru, tinggalkan pemahaman masih berlakunya sistem lama. Calon siswa juga akan memperoleh penjelasan, bahwa pihak penyelenggara berhak menentukan dia akan bersekolah dimana nantinya asalkan masih masuk dalam pilihan. Meskipun sulit, para calon siswa mungkin akan tetap berusaha menerima sebab itulah aturan yang berlaku kali ini.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun