Saya pun merasa mungkin ada beberapa adegan yang tidak berguna. Ditiadakan pun tampaknya tidak akan mengguncang jalan cerita utama.Â
Namun saya justru ingin mengapresiasi sisi tersebut karena yah pendekatan yang ditawarkan Banjong sebenarnya realistis.
Seseorang yang memang kerasukan tentu saja bukan ujug-ujug langsung terbang menjengkang seperti laba-laba atau mengeong bak kucing layaknya film-film exorcism biasanya.
Akan tetapi ada tahapan-tahapan tertentu, seperti bersikap aneh dulu, lalu setelah beberapa saat mulai tidak terkendali, kemudian menggila.
Lantas diakhiri dengan mode amukan seperti iblis mengerikan yang rupanya, proses tersebut berhasil dipotret Banjong dengan gemilang melalui Mink.
Cara bertutur yang dilakukan penuh kesabaran tersebut, perlahan tapi pasti, efektif mengantarkan teror yang begitu memukau di penghujung cerita dan mampu membuat saya bergidik ngeri.
Dan tentu saja, hal tersebut juga diamini oleh parade akting yang apik dari departemen cast film ini.
Saya pribadi ingin memberi pujian untuk pemeran Mink, Narilya Gulmongkolpech yang tampil totalitas dan meyakinkan.
Proses penokohan Mink terbilang cukup berliku untuk diperankan. Sebab, Narilya harus mampu memberi gambaran tertata dari seorang gadis muda ceria yang mendadak berubah menyedihkan dan mengenaskan karena hal-hal mistis yang dialaminya.
Kabar baiknya, Narilya berhasil melakukannya. Ia secara efisien mampu mengekspresikan kesurupan Mink yang jelas sangat mengandalkan mimik muka dan gestur tubuh.