Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai tulis-menulis

Alumni Ilmu Sejarah FIB UI. Mencintai Literasi dan Musik. Menggemari Film dan Anime. Menulis untuk Bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Regenerasi Kompasianer dari Kacamata Saya, Seorang Kompasianer "Bayi"

10 Agustus 2021   21:23 Diperbarui: 11 Agustus 2021   18:03 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maksud saya, zaman sudah berubah. Ketertarikan orang-orang dan standarisasi masyarakat terhadap sebuah konten juga berubah. 

Tentu saja, kompasiana sebagai wadah tulis-menulis suka tak suka mesti mengikuti interest dan penyesuaian yang ada. Perhitungan mesin pencari terhadap konten yang relevan dengan pangsa pasar jauh lebih akurat dari perkiraan akal kita. 

Maksud saya, ini masalah bagaimana sebuah website dapat bekerja dan menghasilkan cuan secara digital, bukan? Kalau tidak, dari mana kompasiana memeroleh uang sebagai K-Reward pada kompasianer yang tugasnya hanya menulis tanpa membayar? 

Menulis di kompasiana, pada dasarnya dilakukan secara sukarela, bukan? Ada aturan main apabila menginginkan apresiasi dan cuan. Sekiranya perdebatan ini adalah tentang yang setuju atau tidak setuju kompasiana memakai sistem upv atau pv, tentulah saya mendukungnya. Malah mungkin jadi wasitnya. 

Saya mengerti apabila para kompasianer senior ingin mengembalikan wajah kompasiana yang lama. Jika saya menganalogikannya pada situasi saya sendiri, saya pun sebagai veteran K-Popers ingin mengembalikan atmosfer musik dari generasi lama kepada generasi baru. Jadi saya memahami perasaan para kompasianer senior. 

Rasanya pasti ingin menjitak kepala para kompasianer "bayi" seperti yang saya ingin lakukan terhadap para K-Popers baru, karena membuat konten-konten yang dinilai tidak bermanfaat sama sekali. 

Akan tetapi bukankah ada peribahasa, "Patah tumbuh hilang berganti, hilang satu tumbuh seribu?"

Roda zaman yang terus berubah akan melahirkan sudut pandang seni dan kreativitas yang baru. Mungkin bagi kita suatu konten terasa nonsense dan tidak berguna tetapi bagi yang lain tidak. 

Di zaman dulu, orang-orang mungkin memiliki standarisasi tertentu dalam menulis, contohnya tulisan politik. Tetapi di zaman sekarang, konten random seperti "bagaimana menggiat hati mertua" atau "bagaimana menarik perhatian gebetan" bisa jadi sangat berguna mengingat tingkah laku masyarakat saat ini benar-benar mengandalkan kepiawaian dari mbah gugel. 

Apakah ada netizen se-random itu? Ada. 

Saya memiliki teman yang rela searching berjam-jam di internet hanya untuk mencari artikel tentang tipe idaman dan seluk beluk hidup para anggota BTS. Maksud saya, apa manfaatnya mencari tipe idaman mereka? Apa dia bermaksud jadi pacar atau istri anggota BTS dan semacamnya? Masalahnya, hal tersebut merupakan kepuasan pribadi teman saya dan dia menganggap artikel-artikel yang mengulas BTS sangat berguna. Saya bisa apa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun